✉ 2 ✉

Felix tiba di sekolah. Dia langsung pergi menuju lokernya. Tujuannya untuk menyimpan buku-buku paket yang ia bawa dari rumah.

Saat membuka, lagi-lagi dia temukan amplop surat berwarna merah muda yang sama seperti kemarin. Dia mengembus napas kasar, lalu mengambilnya. Tanpa dibuka isinya, ia mengubah bentuk amplop itu menjadi remasan bola, lalu membuangnya  asal.

Setelah selesai memasukkan buku-buku, Felix melangkahkan kaki menuju kelasnya. Orang pertama dicarinya adalah Jisung. Tidak dijumpai sahabatnya itu di dalam kelas. Sepertinya belum tiba.

Felix duduk di kursinya, diletakkan kepalanya di atas meja dengan wajah menyamping ke kiri menghadap dinding. Tadi malam dia begadang main game online di ponselnya, sehingga sekarang ia tertidur pulas.

Sepuluh menit berlalu. Jisung memasuki kelas dan melihat Felix tidur pulas memunggunginya. Baru dia meletakkan tasnya di atas meja, tiba-tiba saja bel berbunyi. Secepatnya dia mencoba membangunkan sahabatnya.

Jisung berdiri di samping meja Felix. “Felix, bangun! Udah bel, bentar lagi Pak Jaehwan masuk. 'Ntar lu dimarahin kalau dia liat lu tidur. Felix. Bangun dong!!!” ucap Jisung sembari menggoyangkan bahu Felix.

Cara yang digunakan Jisung tidak mempan untuk membangunkan Si Kebo Felix.

Tak lama Pak Jaehwan--guru kesenian yang pipinya tembam dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi alias narsis--datang ke kelas mereka.

Murid-murid berhamburan kembali ke meja masing-masing, kecuali Jisung yang masih setia membangunkan Felix.

“Lix! Felix!” panggil Jisung dengan suara keras sehingga Pak Jaehwan mendengarnya.

Jisung tidak tau bahwa Pak Jaehwan sudah ada di depan kelas, tepatnya di depan papan tulis.

“Jisung!” panggilnya menatap tajam Jisung.

Jisung sontak kaget mendengar suara Pak Jaehwan memanggilnya. Dia membalikkan tubuhnya, lalu menatap guru itu.

“Duduk di kursi kamu!” perintah Pak Jaehwan.

Jisung kembali duduk di kursinya, membiarkan Felix yang masih tertidur.

Pak Jaehwan melirik Felix. Dia menghela napas panjang, kemudian menghampiri meja anak didiknya itu dan tidak lupa membawa pengapus papan tulis yang ia genggam.

Setelah tiba di depan meja Felix, dia memulai aksinya. Dia pukul pengapus itu kemeja Felix sehingga Felix yang tadinya tidur nyenyak akhirnya terbangun.

“Ada apaan sih?! Ganggu gue tidur aja,” ucap Felix setengah sadar, perlahan-lahan membuka matanya dan menghapus ilernya.

Matanya membulat melihat Pak Jaehwan berdiri di samping mejanya, menatap tajam hingga menusuk matanya.

“Sekolah itu tempat menuntut ilmu, bukan tempat tidur. Kalau mau tidur di rumah sana, bukan di sini, Felix!” ucap Pak Jaehwan meninggikan suaranya.

Anak-anak yang berada di sana serentak tertawa melihat Felix dimarahi.

“Maaf, Pak.” lirih Felix sambil menundukkan sedikit wajahnya, meminta maaf pada Pak Jaehwan.

“Yang lain jangan ada yang tertawa!” pinta Pak Jaehwan menatap murid-muridnya.

Tadinya mereka tertawa. Namun, sekarang malah tidak ada satu pun bersuara.

“Karena bapak adalah guru yang baik. Kali ini bapak memaafkan kamu. Tapi ingat. Besok jangan membuat kesalahan yang sama. Mengerti!”

“Mengerti, Pak."

Setelah memarahi Felix, Pak Jehwan mulai menerangkan materi yang diajarkannya.

***

Kring!!!

Bel berbunyi pertanda jam istirahat. Felix membereskan buku dan juga alat tulis yang berserakan di mejanya, kemudian dimasukkannya ke dalam kolong meja.

Jisung menarik kursinya dan duduk di sebelah Felix.

"Hai Felix!" ucapnya sembari mengangkat telapak tangan kanannya.

“Lu jahat, nggak bangunin gue sebelum Pak Lele datang,” ucap Felix kesal.

Pak Lele yang dimaksud adalah Pak Jaehwan. Pak Jaehwan punya julukan itu karena saat mengajar beliau sering bercerita tentang ternak lele kesayangannya.

“Gue dah bangunin lu tadi. Lu-nya aja nggak bangun-bangun.”

“Iyakah? Habis gue ngantuk banget. Hehe....” kekeh Felix.

Selagi berbincang, netra Felix tak sengaja beralih ke seregombolan cewek yang juga berbincang-bincang seperti dirinya. Dia sedikit kepo dengan perbincangan mereka, dan menajamkan telinganya agar suara mereka terdengar olehnya.

“Shua, gelang lo cekep banget. Beli di mana?” tanya Eunbin sambil memegang tangan Shuhua.

Sei ikut melihat gelang terpasang cantik di pergelangan tangan putih gadis cantik itu. “Iya bagus. Harganya berapa, Shua?” tanyanya penasaran.

“Gue nggak beli, tapi dikasih Hyunjin. Gimana, cocokan sama gue?” tanya Shuhua sembari mengulurkan tangan kirinya di hadapan ke tiga temannya.

“Lu mah cantik. Apa pun yang lu pake, apalagi yang cantik-cantik. Pasti bagus di lu,” puji Hyeyeon.

Senyum Shuhua mengembang. Dia puas dengan pujian teman-temannya. Felix yang mendengar dan melihat hal tersebut, bangkit dari kursinya, lalu pergi menghampiri cewek-cewek itu.

Tanpa izin, Felix memegang tangan Shuhua dan melihat gelang cantik tersebut.

“Apa-apaan sih lu!” Shuhua mengibas tangan Felix dan bangkit dari duduknya dengan wajah kesal menatap tajam cowok itu.

“Nggak kenapa-kenapa. Lagian gelang lu biasa aja. Nggak bagus sama sekali,” ucap Felix merusak susana.

Jisung penasaran perdebatan di depan sana. Dia menghampiri sahabatnya, kemudian berdiri di belakang Felix.

“Cowok modelan kayak lu mana tau barang bagus. Pergi sana! gangguin aja.” Shuhua mengusir Felix.

“Ini tu urusan cewek. Cowok tak usah ngikut-ngikut,” ucap Sei dengan wajah tidak suka menatap Felix.

“Alah ... palingan tu gelang di beli di abang-abang pasar malem. Sok banget,” ledek Felix.

Jisung yang hanya mendengar ingin menghentikan perdebatan mereka. Dia memegang tangan kanan Felix lalu menyeretnya untuk pergi dari empat cewek yang mood-nya rusak akibat ulah sahabatnya itu.

“Ke kantin yuk! Ntar gue traktir,” ajaknya berbisik ke telinga Felix.

Mendengar kata traktir, Felix membiarkan Jisung menyeretnya dan meninggalkan cewek-cewek yang dibuat kesal olehnya.

***

Felix pulang sekolah bersama Jeno di jemput supir pribadi keluarga.

Saat memasuki rumah tampak Taeyon, ibu tirinya Felix dengan pakaian rapi sepertinya hendak keluar. Wanita itu langsung menghampiri anaknya, Jeno.

Jeno menyalim tangan ibunya, sedangkan Felix masih terdiam melihat keduanya. Dia memutar bola matanya dan pergi meninggalkan mereka menuju kamarnya.

Felix sudah terbiasa dicuekin oleh ibu tirinya. Berbeda seratus delapan puluh derajat saat ada ayahnya. Wanita itu jadi perhatian dan membelanya ketika Felix dimarahi Yesung, ayahnya. Itu hanyalah drama agar wanita itu terlihat baik di mata suaminya. Felix hanya bisa memaklumi itu dan masa bodoh.

.
.
.

Ini Shuhua

Jangan lupa votemen-nya
Makasih dah mampir 😄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top