Delivery Love
Hari ini terasa kelabu, sama seperti biasanya. Cuaca yang dingin, mendung berawan gelap itu sama seperti suasana hatiku.
Aku tidak bisa bercanda ria seperti biasanya, tidak ada lagi perayaan yang berkerumun dengan canda tawa itu---karena ya, itu tidak boleh dilakukan sekarang. Semenjak pandemi, semuanya menjadi berubah. Perhatikan protokol kesehatan, social distancing juga yang membuatku sulit bertemu sahabatku. Kami hanya bisa melakukan pertemuan online saja, bermodal video call.
"Aku kangen kamu, Rina. Kuharap wabah ini segera selesai." Kata-kata ini selalu ku ucapkan acap kali kami berkomunikasi.
Rina satu-satunya sahabatku, dia sangat baik mau berteman dengan orang suram nan pendiam sepertiku. Aku seringkali bertanya-tanya padanya, bagaimana dia mau berteman dengan aku ini? Aku ini tidak ada bagus-bagusnya. Anak broken home sepertiku ini, bisa saja membawa pengaruh buruk untuknya.
Seringnya, aku menjauh darinya. Tapi Rina selalu mendekat, tidak peduli seberapa keras perjuanganku untuk mundur. Aku terpaksa menerimanya, kutegaskan dalam hatiku begitu, waktu itu.
Kami berteman baik, sangat baik malah. Orang-orang bilang kami seperti lem, lem power glue yang kalau mengering di tangan susah sekali dicabutnya. Aku tersenyum kecil mendengarnya, Rina tersenyum bahagia.
*
Hello, apa kamu mau mengangkat teleponmu? Ada penelepon, yang mungkin saja membutuhkanmu~
Suara dering panggilan dari telepon rumah berbunyi dengan keras, membuyarkan konsentrasiku pada game yang tengah aku mainkan. Awalnya, aku kesal saat tahu aku kalah. Tetapi ya sudahlah, toh, ini hanya permainan. Nanti bisa diulang lagi.
"Halo, Permisi saya dari kurir. Ingin mengantarkan pesanan atas nama Galih Nugraha. Benar ini Mas Galihnya sendiri?"
Paket? Aku mengerutkan dahiku, bingung. Aku tidak memesan apapun di toko e-commerce. "Ah iya, saya Galih. Paket apa ya Pak? Perasaan, saya gak pernah beli apapun di toko online."
"Saya juga tidak tahu Pak, sepertinya yang mengirimkan orang terdekat Bapak. Saya sudah di depan rumah anda, di Jalan Cempaka no. 50. Rumah besar dengan cat warna putih, benar kan Pak?"
"Benar ..."
***
Kuterima paketnya dengan perasaan tidak menentu. Aku melihatnya dengan teliti, benar alamat tujuannya adalah rumahku. Namanya pun memang namaku.
Tapi, siapa pengirimnya ini? Barang apa yang dikirim?
Ini ..., bukan semacam prank-prank aneh itu kan? Apa ada kamera di sekelilingku? Aku menoleh ke arah kanan, kiri, belakang, atas, terus aku ulangi sampai kepalaku pegal.
"Ah, aku kebanyakan nonton channel aneh-aneh."
Memasuki rumah sambil membawa paket hitam asing, aku membukanya sesampainya di ruang tengah. Ku gunakan gunting untuk memotong bagian bubble wrap hitamnya juga yang putih. Paketnya juga dilapisi kardus, lalu plastik hitam yang banyak. "Ini ngerjain aku?"
Tapi tetap aku buka sampai akhir. Ada kotak lagi, kali ini mirip kotak kado. Warnanya biru, ada pitanya di sampingnya. Aku membukanya, ada foto-foto Rina dan aku. Ada kotak musik, ada cokelat .... Setumpukan cokelat bermerek dan buatan tangan.
Di bawah tumpukan cokelat itu ada catatan, yang isinya ;
"Halo Galih. Ini paket dariku. Terima ya? Jangan gak kamu terima. Aku nanti marah, loh. Oh iya, kamu sering sekali nanya ke aku, kenapa si aku mau berteman dengan kamu? Kamu mau tahu jawabannya?
Karena aku suka kamu. Yah, ini agak aneh. Ini pertama kalinya aku ngerasain dadaku dag, dig, dug, lihat cowok. Mamaku bilang katanya pertanda jatuh cinta. Ehe :3
Eh, di hari valentine ini aku kasih deh itu buat kamu. Aku gak tahu kamu sukanya apa ;-;
Semoga suka! Kamu tahu kan, apa artinya cokelat di hadi valentine? Jawab aku ya hehe, aku aneh banget ya. Nembak pake paket dari kurir, haha.
Dari sahabat baikmu, Rina.
P.s sebenarnya barang ini udah aku simpan di tempat pengiriman paket, dari jauh-jauh hari. Aku mintanya di kirim hari Valentine.
Aku tidak menyangkanya. Ini dari Rina, aku pikir hanya aku yang menyukainya. Ternyata dia suka padaku? Ah, aku lebih pengecut membiarkan perempuan nembak aku dulu. Aku tertawa, lalu memakan cokelat milik Rina. Aku bahagia sekali, Rina adalah cahaya di hidupku yang hancur.
Aku mengirimkan pesan padanya,
Iya, aku juga suka kamu. Berarti kita nanti pacaran online ya?
Aku menunggu balasannya yang tidak kunjung datang. Lalu, ada telepon yang masuk di handphoneku. Nada dering lagu what is love, yang dipasang Rina terdengar. Ini pasti Rina kan? Dia malu membalas jawabanku.
"Rina, kamu malu ya balas pesanku? Tenang ..., aku juga suka kam---"
"N-nak Galih! Rina! Anakku benar-benar pergi. " Ada suara isak tangis di telepon itu.
"Ibu, ada apa bu?" Ibu Rina sudah seperti ibuku sendiri, ada apa dengan dia saat ini?
"Nak. Transplantasi jantung Rina gagal. Tidak cocok. Jadi Rina pergi. Terima kasih ya, sudah membuat anak kami bahagia." Kali ini, suara berat Ayah Rina yang ada di telepon. Nadanya penuh kesedihan.
*
Hari ini juga kelabu, semakin kelabu saat menyadari bahwa Rina pergi. Aku pikir ini bohong. Tetapi, aku saat ini menghadiri pemakamannya. Rina memang selalu sakit-sakitan, aku pikir itu penyakit biasa.
Ternyata penyakit jantung?
Dadaku sesak saat memikirkan Rina, ditambah masker double yang aku gunakan menambah sesak. Aku menangis di pemakamannya, hanya ada sedikit orang yang datang memang, karena tidak boleh ada kerumunan.
'Apa ..., sekarang aku juga boleh mengikutimu Rina?'
***
"Rina, boleh aku main ke rumahmu?"
"Iih, gak boleh! Di kompleksku, udah banyak yang kena! Nanti kamu kenapa-napa! Aku gak mau! Corona itu berbahaya, gak boleh kamu sepelekan. Aku saja mau keluar rumah sulit sekali. Oh iya, aku saat ini lagi di rumah sakit---
"Boleh aku jenguk kamu Rina?"
"Kamu gak bisa jenguk tahu. Aku aja cuma boleh ditungguin satu orang, sudah aku bilang ada virus dimana-mana. Tunggu aja aku sehat, terus pandemi selesai. Nah kita bisa main bareng lagi deh."
"Oke."
"Ngomong-ngomong, kita bareng-bareng terus ya, jangan-jangan nanti kita meninggal juga bareng?"
• End •
Username: Kanayakez
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top