Teruntuk, yang berada di atas langit dengan segenap kasihnya.
14 Februari. Apakah sekarang semua orang sedang berlomba-lomba merayakan hari Kasih Sayang? Saling berbahagia? Berbagi cinta dengan orang terkasih?
Hai, Ibu. Ibu mengajarkanku untuk tidak melarang hari itu. Benar 'kan, Bu? Aku tidak nakal, kok. Aku tidak merayakannya, jika Ibu berkata tidak maka selamanya akan tetap begitu.
Dulu, 14 Februari terkesan biasa saja menurutku. Aku hanya bisa mengulum senyum melihat beberapa temanku merayakannya, sedikit lucu. Sekarang melihat tanggal 14 Februari di kalender saja hatiku teriris sakit.
Bagai keceriaan yang kembali menghempaskanku ke dalam jurang gelap, kembali mengingat kenyataan pahit yang ada. Hariku di tanggal 14 Februari adalah hari mendung, kenangan gelap menunggu di sana.
Ibu, aku tahu Ibu akan sedih jika tahu aku kembali layu mengingat kejadian itu, bahkan di hari itu. Ketika kecelakaan maut melayangkan nyawa Ibu. Ibu tidak ingin ditangisi, Ibu ingin aku mengikhlaskan kepergian Ibu.
Aku sudah berusaha menerima, Ibu. Aku sudah berusaha, bahkan aku tersenyum kembali selang kepergian Ibu. Namun entah kenapa, ketika tahu sebentar lagi 14 Februari, harikuku kembali diselimuti kelabu. Dan setelah melewati hari itu, awan mendung di hatiku hilang secepat kilat. Seperti hilangnya beban ketika masalah sudah selesai.
Ibu, aku sungguh tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Pagi dan malamnya aku mendoakan Ibu. Kalau sempat, aku akan mengunjungimu Ibu. Dan akan terus terulang, sudah 5 tahun sejak itu.
Aku ingin melepas kesedihan itu, agar Ibu tenang dan tidak sedih melihatku. Apa boleh dikata, ketika aku melihat orang lain merayakan hari Kasih Sayang dan berbahagia, memori dalam kepalaku terisi oleh semua tentang Ibu. Aku tidak bisa melepasnya, bahkan melupakannya.
Namun Ibu, jangan bersedih. Ketika tanggal 15 mulai menyambut hariku, semua baik-baik saja. Aku kembali memikirkan bagaimana hariku esok, dan di hari Kasih Sayang yang akan datang ... kurasa Ibu sudah tahu bagaimana kelanjutannya.
Meski begitu, nikmati kebahagiaanmu di sana Ibu. Aku ingin menyusul Ibu, tapi aku sadar akan ada saatnya aku melihat wajah bahagia Ibu lagi. Tidak ada yang bisa kulakukan selain mendoakan Ibu.
Ibu, sekali ini saja. Aku menuliskan surat ini di hari Kasih Sayang, izinkan aku mengucapkannya pada Ibu. Boleh tidak Bu?
I love you, Mom, always.
A love letter by : Lynaynan
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top