Letter by letsflyhigher_
Teruntuk kamu, yang meninggalkan dengan alasan berbeda prinsip.
Di tahun ini, aku berada di titik terlemahku. Merasa hidupku hancur berantakan. Melarikan diri dari kesalahan yang sudah kuperbuat. Merasa tidak berguna karena memang orang tuaku sendiri pun berkata seperti itu.
Sebelum aku melarikan diri, kamu yang menyadari bahwa aku sedang tidak dalam keadaan baik, meminta bahkan memaksaku untuk bercerita. Awalnya aku tak mau. Karena aku takut, cerita hidupku yang gelap, hanya akan menambahkan beban di pundakmu.
Setelah bujuk rayumu yang manis, aku bercerita. Kubilang, "ah, ini tahun terburukku!" Kukatakan pula padamu bahwa aku tidak sanggup lagi menjalani hidup dan ingin mengakhiri hidup dengan cara yang sia-sia. Kamu pun marah. Kamu bilang, "untuk apa hidup kalau hanya berakhir dengan sia-sia?"
Nasihat demi nasihat kamu tuturkan padaku. Diam-diam, aku mencoba untuk meresapi setiap ucapanmu. Hingga akhirnya, aku pun kembali bersemangat meskipun sedikit.
Namun, hari itu ... apa yang terjadi? Kamu mendadak hilang kabar dan tidak memedulikan pesan-pesan dariku. Lalu, setelah kutanya apa maksud dari sikapmu ini, kamu hanya menjawab, "maaf, aku tidak bisa lagi memberi nasihat baik. Cerita kamu terlalu mengerikan untukku. Kita berbeda prinsip. Aku ingin hidup tenang dan kamu ingin mati hanya karena memiliki beban hidup."
Saat aku membaca itu, entahlah, ada rasa sedih sekaligus lucu yang bergejolak dalam diriku. Sebelumnya, kamu yang memaksaku untuk bercerita, berjanji untuk selalu menemani meski dalam keadaan terburukku sekalipun, dan akan selalu setia mendengar cerita-cerita kelamku. Tapi, hei ... apa yang terjadi? Apakah janji hanya sebuah lelucon untukmu?
Awalnya, aku merasa ini terlalu aneh. Aku ditinggalkan hanya karena ceritaku terlalu menyeramkan. Seandainya saja aku tahu pada akhirnya kamu akan menjauh hanya karena itu, sejak awal, aku tak akan menceritakannya.
Dan seiring berjalannya waktu, aku kembali berpikir. Tak ada hubungan yang abadi kecuali kepada Tuhan. Semua yang kita kenal atau temui, akan pergi juga pada akhirnya. Entah itu dipisahkan karena sesuatu atau karena kematian. Aku pun mulai mencoba untuk mengikhlaskan keputusanmu.
Ikhlas memang jalan terbaik untuk melupakan. Saat ini, aku sudah tak lagi menyesalkan kepergianmu. Bahkan saat ini, aku berterima kasih, atas segala nasihat yang kau tuturkan untukku.
Meskipun sekarang, aku kembali merasakan lagi kegelapan yang menghampiri hidupku.
Tak apa, aku mempunyai bekal 'kan? Yaitu nasihat darimu, yang akan selalu kujaga dalam setiap langkah yang akan kuambil.
Salam rindu,
Yang terselamatkan karena nasihatmu.
A love letter by letsflyhigher_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top