Untitled Part (2)
Hari ini, usai mengerjakan dengan sebaik-baiknya ujian akhir terakhirnya pada semester ini, Lila bertekad pada satu hal: Ia ingin segera menemui Ossy. Lila tidak kuat lagi menahan kerinduannya kepada perempuan itu.
Oleh karenanya, ketika Lila melihat Atik keluar dari kelas di lantai yang sama dengan kelasnya barusan, tanpa pikir panjang ia pun memberanikan diri meminjam sepeda motor temannya itu--terlepas dari persahabatan mereka yang sudah merenggang.
Tanpa menanyakan lebih lanjut, Atik menyerahkan saja kunci motornya pada Lila. Betapapun awkward-nya hubungan mereka kini, Lila tetaplah Lila, temannya yang paling setia. Usai mengucapkan terima kasih, Lila langsung menuruni tangga menuju tempat parkir, dan setelah sampai di sana ia pun segera berkendara ke kontrakan Ossy.
Setibanya di kontrakan, ia mengetuk pintu. Yang membukakan adalah Rere, teman satu kontrakan Ossy yang pernah berpapasan dengan Lila kala itu di gelanggang. Rere menanyakan pada Lila ada urusan apa ia ke sini. Pertanyaan bodoh.
Sebenarnya Rere tahu betul bahwa Lila adalah mantan pacar Ossy. Jadi, tentu saja ia ke sini untuk menemui Ossy. Hanya saja Rere tidak rela mantan pacar Ossy tersebut mengusik kehidupan Ossy yang notabene merupakan kekasihnya sekarang.
Ya, usai putus dari Lila, Ossy segera menemukan penggantinya tanpa menunggu waktu yang lama.
Sebenarnya cerita tentang hubungan Ossy dan Rere ini cukup rumit dan pelik, dan akan sangat panjang bila harus dijelaskan secara runut dan terperinci. Namun singkatnya, sebelum berpacaran dengan Lila, Ossy sudah terlebih dahulu menjalin kisah kasih dengan Rere.
Jadi iya, mereka sudah mengenal satu sama lain cukup lama. Tepatnya satu setengah tahun. Bukan jalinan hubungan asmara putus-nyambung yang konotasinya negatif dan kesannya terjadi berulang kali. Karena faktanya mereka baru putus sekali dan kembali berpacaran lagi semenjak Ossy mengakhiri hubungannya dengan Lila.
Namun ketika berhadapan dengan Rere saat ini, Lila belum paham betul. Ya, ia memang pernah menaruh rasa curiga dengan perempuan berambut pixie ini. Dari gaydar-nya, ia merasa perempuan itu memiliki karakteristik yang condong sama dengan dirinya; gay(?). Tapi entahlah, ia bahkan tak yakin jika gaydar-nya ini berfungsi dengan baik atau tidak. Lila belum pernah menebak-nebak orientasi seksual seseorang. Ia juga tidak terlalu peduli.
Selama pertemuan mereka itu, Lila dan Rere asyik beradu mulut. Lila kekeuh meminta Rere memberikan informasi di mana Ossy berada, sedangkan Rere kekeuh menuntut Lila untuk pulang. Tapi tidak sekalipun Lila maupun Rere menyinggung tentang hubungan mereka masing-masing dengan Ossy. Seolah-olah hal itu tidak begitu penting diutarakan dan diketahui satu sama lain.
Tak kunjung mendapatkan apa yang ia inginkan, Lila pun pergi dengan dongkol. Tapi ia tidak menyerah begitu saja, karena tanpa sepengetahuan Rere, Lila menunggu Ossy di salah satu café dekat situ.
Hari ini ia telah mengerahkan segala yang ia mampu. SMS, telepon, WhatsApp, dan medsos lainnya yang ia miliki jelas tak akan mampu menggapai subyek yang ia tuju--sebab semua nomor dan akunnya sudah diblokir entah sejak kapan. Makanya ia tidak rela kalau perempuan yang bernama Rere itu akan menggagalkan usahanya hari ini.
Dua cangkir kopi sudah ia habiskan dan sudah dua jam pula ia menunggu memantau kontrakan di seberang jendela kaca café ini.
Sampai akhirnya, Lila melihat Ossy pulang diantar oleh seorang pengendara ojek. Buru-buru membayar minumannya, ia pun langsung menghampiri perempuan itu. Sejenak Ossy terkesiap melihat kunjungan tak terduga ini. Tangan kanannya menyerahkan selembar uang sepuluh ribu kepada bapak ojek, namun matanya masih menatap Lila dengan tajam. Dan Ossy tidak mampu berkata apa-apa.
Usai bapak pengendara ojek cabut dari situ, Lila pun meluapkan yang ia tahan sejak lama. "I can't hold it any longer, Sy. Aku kangen banget sama kamu." Ujar Lila tanpa basabasi. Dirinya ingin sekali menyentuh Ossy detik itu juga. Apa saja; tangan, wajah, bahu, apa saja yang menjadi bagian tubuh perempuan itu.
Namun sikap Ossy yang diam terkesan menjaga jarak darinya.
Ini kali pertama Lila mengunjungi kontrakan Ossy. Dulu ia memang pernah ke sini, namun pada saat itu mereka masih menjalin hubungan romantik. Dan pada saat itu juga, Ossy belum menempati kontrakan ini seperti sekarang, karena mereka berdua lah yang awalnya berencana untuk mengontrak bersama. Meski pada saat itu Lila masih enggan mengontrak untuk beberapa alasan. Sekarang, ia tak kuasa menahan rasa sesak dan sesal di dadanya.. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
"Sy? Aku ga bisa putus dari kamu--"
"Ke mana aja lo selama ini?"
Lila menatap Ossy heran. Belum pernah ia mendengar Ossy menyebut dirinya sendiri dengan "Gue" padanya sebelum ini. Biasanya hanya "Aku". Namun keadaan sudah berubah, ia bukan siapa-siapa lagi.
"Aku ga kemana-mana, kamu yang minta aku untuk ga usah nyari kamu lagi, kan...?"
"Terus lo sekarang ngapain?"
"Aku sadar kalau selama ini aku udah bersikap egois. Aku ke sini karena aku pengin kita balikan lagi, Sy."
"Nggak bisa, Lil." Balas Ossy tanpa menatap Lila. Keduanya masih terpaku dengan posisi berdiri.
"Kenapa? Belum cukup kamu menghukum aku selama ini?" Ada kepahitan saat Lila menyuarakan ini. Kini ia merasa terlalu merendahkan diri, namun ia pun bingung harus berkata apa lagi.
"Menghukum? Maksud lo apa, Lil?" ujar Ossy mengarahkan telunjuknya ke wajah Lila. "Hubungan kita udah kelar dan gue mengakhiri itu bukan dengan harapan untuk membuat lo merasa dihukum atau semacamnya."
Lila menangkup tangan yang sibuk menunjuk-nunjuk ke arahnya itu dengan tangannya, lalu menurunkannya ke bawah. Mencoba meredakan kemarahan Ossy.
Namun yang terjadi berikutnya adalah sebaliknya, Ossy mendorong tangan Lila dan berkata, "Bisa ga sih lo terima kenyataan itu?" Semakin ke sini intonasi suaranya semakin tinggi.
Lila tersenyum dan menggeleng tidak terima. Denial dengan semua yang baru saja diucapkan Ossy.
"You said you loved me. Isn't it still there?" Lila menyentuh telapaknya ke dada perempuan itu. Tatapannya penuh pengharapan.
Lalu tiba-tiba pintu terbuka dari dalam. Rere melihat keduanya dengan tatapan tidak suka, apalagi pada Lila yang ternyata belum pulang sejak dia mengusirnya dua jam yang lalu.
"Yaelah si kunyuk, belom pulang juga lo?!" ujar Rere menunjuk ke arah Lila.
"Sy? Aku tahu kamu masih sayang sama aku, kamu masih cinta sama aku, begitu juga aku. Buat apa lagi kita menyakiti diri satu sama lain?" Lila sama sekali mengabaikan Rere di hadapannya.
"Kamu tahu, aku udah ga punya hubungan apa-apa lagi sama Talia," lanjut Lila tersenyum bodoh. "Maksudku, selama ini kami memang ga punya hubungan yang lebih dari sekedar teman. Selain tentu aja perasaanku yang ga pernah kesampaian. But you already knew it, Sy."
"Tapi bukan itu yang ingin kukatakan. Aku cuma ingin kamu tahu, kalau Talia udah tahu. Dia udah tahu aku pecinta sesama jenis dan dia juga udah tahu kalau aku pernah suka sama dia." Lila mengambil nafas panjang. "Pernah.."
Ossy dan Rere tampak kaget. Kemudian Rere menoleh ke arah Ossy memperhatikan reaksinya, lalu kembali ke Lila.
"But that's it. We're done. Dia benci aku dan aku ga bisa melakukan apapun terkait itu."
"Dan jangan kamu pikir aku datang ke sini karna aku ga punya pilihan lain selain ini. Karna dia ga membalas perasaan aku seperti yang aku pernah mau."
"Jangan pernah mikir kayak gitu, Sy.."
"Karna--sumpah demi orang-orang yang paling kusayangi di dunia ini--saat aku coming out sama dia, ga pernah terlintas sedetikpun di kepalaku supaya dia membalas perasaanku atau bahkan berharap dia menerima keadaanku apa adanya, atau apalah! Sumpah, Sy, bukan seperti itu."
"Bullshit--" respon Rere seketika.
"Aku jujur sama dia karna cuma itu satu-satunya cara supaya aku ga terbelenggu lagi sama keputusan yang kubuat nantinya--tepatnya sekarang ini. Supaya aku engga membohongi siapa-siapa lagi.."
"Khususnya kamu."
"Aku memilih kamu bukan karna sekarang hanya kamu satu-satunya opsi kumiliki. Aku milih kamu karna aku udah cukup yakin kalau aku benar-benar jatuh cinta dan sayang banget sama kamu."
"Dan sialnya, keyakinanku itu semakin kuat setelah kita putus--"
"Ayo masuk, Sy! Nggak usah percaya omongan orang sinting ini." Ujar Rere seraya menarik tangan Ossy ke dalam. Tapi Lila sontak menghalangnya.
"Diam lo, gue ga ada urusan sama lo, bangsat!" Umpat Lila. Belum pernah ia setidak suka ini sama seseorang.
Ossy masih terdiam dan Rere masih menggenggam erat pergelangan tangannya, terpancing dengan pernyataan Lila barusan. "Tentu gue ada urusan! Dia pacar gue, sedangkan elu siapa, hah? Mantan doang, anying!" Satu tangan Rere mendorong kencang bahu Lila, hingga ia hampir tersungkur.
Lila hendak membalas mendorong Rere saat didengarnya Ossy berteriak "Stoooop!!!!" agar mereka berhenti melanjutkan perkelahian konyol itu. Ossy juga melepaskan genggaman tangan Rere dari pergelangannya.
Masalahnya, mereka sedang berada di luar rumah. Tingkah mereka saat ini berpotensi memantik rasa penasaran orang-orang di lingkungan sini nantinya. Ossy tidak ingin hal itu terjadi.
Dan Lila, sejujurnya Ossy merasa kasihan dengan bocah itu. Dia tidak tega namun, dia harus tegas.
"Sy...? Jawab aku, sayang." Mata Lila berair. Ia menanti perempuan itu merespon semua yang ia lontarkan sejak tadi.
"Mulai halu ini kunyuk." Ujar Rere kesal dan pelan. Meski begitu dia juga menunggu reaksi dari Ossy.
Hening.
Ossy mulai terlihat bimbang. Dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras. Tatapan matanya tertuju pada apa saja selain mata Lila maupun Rere.
"Sy?" Kali ini Rere yang terdengar sedih.
Apakah perempuan pixie itu mulai insecure?
Sebaliknya, seakan memperoleh secercah harapan, mata Lila kini mulai berbinar. Dengan percaya diri, ia pun melemparkan sebuah pertanyaan penentu bagi Ossy,
"Kamu pilih dia atau aku, Ossy?" tunjuk Lila ke arah Rere lalu ke dirinya sendiri. Senyumnya mencoba meyakini Ossy untuk membuat keputusan yang tepat:
memilih dirinya.
Ketiganya masih tegak berdiri di luar pintu rumah kontrakan bercat dinding kuning palet ini. Café di seberang jalan yang didatangi Lila beberapa jam yang lalu telah tutup. Hampir pukul 6 dan langit mulai gelap. Entah sudah berapa orang berlalu lalang di depan pagar kontrakan ini, melirik sekilas ke arah tiga perempuan yang terlihat serius membicarakan entah apa. Tapi untung saja orang-orang tersebut tidak kepo dengan urusan orang lain. Kalau tidak, mungkin dari tadi mereka sudah bubar.
Sekali lagi Rere berucap, "Sy? Ingat sama yang kamu omongin dulu waktu kamu dateng ke aku pas dia nyakitin kamu?"
Ossy memejamkan mata dan meremas rambutnya sendiri.
"Ingat pas kamu nangis-nangis ke aku--"
"Okay, I have decided!" sela Ossy frustasi. Kedua tangannya dia tekankan di pucuk kepalanya dengan gemas. Mempertegas bahwa apa yang akan dia putuskan sebentar lagi adalah sebuah keputusan yang berat.
Ditatapnya Lila sejenak. Lalu matanya beralih kembali ke Rere. Lalu ke Lila. Kepalanya pusing.
Teringat kembali masa-masa pacaran yang pernah dia lalui bersama perempuan itu.
Indah,
namun...
melelahkan.
Tapi setidaknya dia tahu kalau Lila telah mengusahakan semampunya hingga detik ini. Maka dari itu,
"Lil, aku sayang sama kamu."
"Aku juga sayang kamu, Re..."
"Tapi aku tetap harus memilih, kan?" ujar Ossy tersenyum kecut kepada keduanya. Baik Lila maupun Rere makin kalut, sampai kemudian Ossy meneruskan,
"Sesayang-sayangnya aku sama kalian, aku jauh lebih sayang sama diri aku sendiri."
"Untuk itu, jelas aku akan memilih seseorang yang lebih jarang menyakiti aku dan lebih banyak mengerti aku."
"Dan maaf,
itu bukan kamu, Lil."
https://youtu.be/sLoveALAOE4
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top