Rasuk
Berkenaan dengan ajakan Lila untuk pergi liburan bersama teman-temannya, mulanya Ossy menolak untuk ikut, namun pada akhirnya dia bersedia, karena Lila tidak mau menerima jawaban tidak darinya dan terus-terusan memaksanya untuk ikut. Hingga dia tidak punya alasan yang kuat untuk menolak ajakan itu.
Alasannya tidak ingin bergabung sebenarnya didasari oleh rasa insekuritasnya sendiri, yakni ketika Ossy mulai mendapati pengetahuan baru bahwa kekasihnya barangkali telah memendam perasaan yang dalam terhadap sahabatnya, Talia, yang juga merupakan teman satu kosan Ossy.
Meski begitu Ossy belum bisa menyimpulkan hal itu dengan pasti. Masih terdapat sedikit keraguan dalam dirinya, mengingat Lila dan Talia yang memang merupakan teman dekat. Oleh sebab itu, dia ingin mengobservasi lebih jauh dan memilih untuk menyimpan sendiri kekhawatiran dan kecurigaannya tersebut.
Namun tetap saja, sekeras apapun Ossy bersikap biasa, semakin hari dia justru memperlihatkan keengganannya terhadap Talia. Seperti menjaga jarak darinya dengan tidak terlibat perbincangan lebih jauh apabila mereka berpapasan di ruang bersama kosan. Paling sekadar melempar senyum atau menyapa seperlunya. Setelah itu masuk ke dalam kamar masing-masing.
Dia merasa perempuan itu telah merenggut Lila dari dirinya, meskipun bawah sadarnya merasakan bahwa Talia mungkin saja tidak tahu apa-apa.
Kalau begitu mengapa adegan yang dia saksikan di café itu masih saja terus berputar di benaknya--mengusik ketenangan batinnya? Mengapa di sana mereka tampak memiliki hubungan yang lebih rumit dari yang dia lihat selama ini?
Di satu sisi dia merasa bahwa Talia bukanlah seorang penyuka sesama jenis--gaydar-nya menyatakan itu. Tapi di sisi lain, bagaimana dengan Lila, kekasihnya? Terlalu banyak benang kusut yang sulit untuk dia uraikan saat ini.
Sehubungan dengan Talia, dia sendiri tidak begitu memikirkan keanehan dari sikap Ossy belakangan ini. Dia pikir, barangkali Ossy sedang memiliki masalah pribadi yang tidak ada sangkut paut dengan dirinya--meski berimbas pada perilaku Ossy terhadapnya. Tapi dia mencoba berpikir positif dan tidak mau terlalu sensitif.
Selain itu, hal lain yang bisa membuatnya bersikap masa bodoh adalah karena dia--walaupun berteman baik dengan Ossy--tidak dapat dipungkiri tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat dengannya. Remember, they become friends because Lila is their mutual friend in the first place? Makanya dia tidak ingin ambil pusing atas perubahan sikap Ossy kepada dirinya.
Terlepas dari itu semua, sejauh ini afeksi antara Lila dan Ossy hanya bisa mereka ungkapkan satu sama lain ketika mereka berada di kamar kosan Lila. Oleh karena kosan Ossy terlalu beresiko menimbulkan kecurigaan--mengingat ada Talia di sana. Ditambah dengan Lila yang masih kekeuh tidak mau mereka mengontrak untuk alasan yang sama pula. Ossy pun kemudian tidak pernah menuntut itu lagi.
Untung saja akhir-akhir ini Talia tidak pernah berkunjung ke kosan Lila tanpa memberikan kabar terlebih dahulu--kecuali dalam keadaan yang mendesak seperti dulu--jadi Lila bisa lebih rileks "menyembunyikan" Ossy di dalam kamarnya. Bukannya mereka melakukan hal-hal intim atau semacamnya di sana, karena paling mentok mereka hanya berciuman dan pelukan seperti biasa. Belum ada dari mereka yang berani bertindak lebih jauh dari yang pernah mereka lakukan selama ini. Bahkan Ossy yang biasanya selalu bertindak agresif duluan, tidak sama sekali menunjukkan gelagat untuk beranjak ke fase berikutnya.
Justru Lila yang jadi gemas dibuatnya. Ia mulai bosan dengan "aktivitas" mereka yang itu-itu saja.
Puncaknya pada saat Ossy berniat sekadar mampir di kosannya sekaligus membawa makanan, usai menutup pintu kamar Lila langsung meluapkan afeksinya yang meletup-letup itu terhadap Ossy.
Belum sempat meletakkan makanannya dengan layak di atas meja, Ossy tanpa aba-aba terkecoh oleh agresivitas Lila--membuat bungkus makanan yang dia pegang terjatuh di lantai.
Membaringkannya di atas ranjang, Lila memburu Ossy dengan kecupan-kecupan singkat di wajahnya. Beralih menjadi ciuman yang agak ganas--bagi seorang Lila--ia menekan telapak tangan Ossy dengan posisinya yang berada di atas perempuan itu. Ossy hanya terdiam menatap kekasihnya itu dengan ekspresi datar--tak terdefinisi.
Sikap pasif Ossy yang jarang terjadi itu, entah bagaimana menjadikan Lila tambah bersemangat. Ia cukup pandai memainkan lidahnya ke dalam mulut perempuan itu. Benar kata orang-orang kalau practice makes perfect. Dan Ossy secara sadar atau tidak, telah mengajarinya dengan baik. Tapi kini Ossy justru membiarkan Lila berlatih sendirian dengan dirinya yang tidak merespon dan bereaksi. Tapi entahlah, bagi Lila diamnya Ossy adalah kode untuknya maju ke level berikut. Semakin lama Ossy bertahan dengan sikap pasifnya, semakin Lila dibuat bergairah.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Lila melakukan sesuatu yang tidak pernah mereka berdua sangka.
Puas mencium Ossy dengan menggebu-gebu, Lila menarik pakaian perempuan itu ke atas. Mata Ossy terbelalak tiba-tiba. Seketika dia ragu untuk tetap diam atau mulai melawan. Akhirnya dia pun menunggu. Sebab Lila hanya terkesiap menyaksikan pemandangan di depan matanya.
Walau masih dibalut bra, bukit kembar milik Ossy terlihat sungguh indah dan menawan, dengan ukurannya yang pas dan penuh. Belum apa-apa Lila sudah dibuat menganga.
Ia tatap mata Ossy lalu matanya pun beralih ke dua undukan itu lagi. Lila menelan ludah, tenggorokannya terasa kering. Keringatnya mulai bercucuran membasahi keningnya dan ia mencoba menatap Ossy kembali. Perempuan itu hanya membalas tatapannya dengan tampang tak berdosa, heran sekaligus penasaran atas apa yang akan Lila perbuat. Walau demikian, raut Ossy sungguh sulit ia terjemahkan.
Dipicu oleh sikap diam Ossy yang malah menggerakkan keberaniannya, Lila pun akhirnya mencoba melepas bra perempuan itu dari posisinya semula. Bukankah not responding is also a respond? Dan ia anggap sikap diam Ossy sebagai bentuk persetujuan.
Sesudah aksinya berhasil membuat Ossy setengah bugil, Lila lekas mendaratkan wajahnya di antara dua gundukan menawan itu. Ossy sedikit mendesah, lantas rambut-rambut halus milik Lila membuat payudaranya terasa geli.
Tapi alangkah terkejutnya Lila, saat ia baru akan melancarkan aksinya yang lain, Ossy malah mendorong badannya dengan bertenaga. Hingga Lila tersentak ke samping dan punggungnya terbentur tembok. Ia pun meracau kesakitan.
Tanpa mengacuhkan Lila, Ossy lekas-lekas memasang kembali bra dan pakaiannya. Lalu dia akhirnya membalas ekspresi bingung Lila dengan tatapan dan gerak tangan yang seakan menyatakan 'Apa?'
"Kamu ga suka?" tanya Lila masih menahan perih di punggungnya.
"Aku ke sini bawain makanan supaya kita bisa makan bareng dan supaya kamu ngga nyari alasan buat nggak makan terus!" ucap Ossy keras. Belakangan dia sadar kalau Lila punya masalah pencernaan akibat jarang makan. "Bukan buat ngeladenin kamu yang lagi horny berat, sepertinya." lanjutnya menyindir.
Mendengar itu Lila sontak tambah bingung. Ia kira Ossy akan senang dengan apa yang hendak ia lakukan tadi terhadapnya.
"Kalau gitu kenapa dari tadi cuma diam?" Lila turun dari ranjang dan merapikan pakaiannya. Entah mengapa ia agak tersinggung dengan kesan penolakan Ossy barusan. Ia tak mengerti apa mau perempuan itu.
"Aku hanya nggak nyangka kamu bakal melakukan hal semacam itu." jawab Ossy bergetar. Dirinya kini duduk menunduk di atas ranjang tanpa menatap Lila. "Aku belum pernah...dan, belum siap, kayaknya.."
Mendengar itu Lila segera diliputi perasaan bersalah. Ia telah bersikap egois dan dikuasai oleh nafsu sedari tadi. Baru ia tersadar kalau apa yang ia lakukan itu tak ada bedanya dengan sebuah pemaksaan--bahkan pelecehan. Nyatanya Ossy terdiam bukan karena dia menikmati, melainkan membeku karena tak tahu harus berbuat apa. Ia berlutut dan meminta maaf kepada Ossy.
"Aku ga bermaksud dan a-aku memang tolol.."
"Aku kira dengan aku bersikap agresif, kamu akan senang dan, entahlah..."
"Nyatanya, aku cuma cari alasan pembenar."
"Aku udah salah nunjukin rasa sayangku ke kamu, kayak tadi..."
"Sekali lagi, aku minta maaf...sayang?"
Usai mendengar dengan sabar permohonan maaf tersebut, Ossy pun akhirnya menjawab,
"Iya, aku maafin. Aku juga minta maaf kalau tadi nggak sengaja dorong kamu sampai kebentur, ya?" Sorot matanya mengungkapkan penyesalan.
Lila tersenyum simpul. Ia lalu menggenggam tangan Ossy dan mengecup punggung tangannya, panjang dan lembut.
--
Dalam keheningan, mereka makan ayam bakar dengan nasi yang sudah dingin. Lila sesekali mencuri pandang pada Ossy yang fokusnya tak sekalipun lepas dari piring, menyuapkan lauk ke dalam mulutnya. Ia penasaran dengan apa yang sedang Ossy pikirkan. Dalam hati, ia tak henti-hentinya mengumpati dirinya sendiri.
Ia takut, sebagai konsekuensi dari perbuatannya tersebut Ossy tiba-tiba menolak lagi road trip mereka yang akan berlangsung dua hari nanti.
Terlebih, ia takut jika Ossy trauma dengannya dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka yang baru berjalan dua bulan.
Ketakutannya itu semakin membesar tatkala Ossy memilih untuk langsung pulang usai mereka makan malam. Padahal biasanya bila sudah terlanjur di sini, dia selalu menginap.
Dan di sinilah ia, ditinggalkan sendiri oleh sang kekasih.
Dalam kesendiriannya itu, kepala Lila pun sesak oleh pertanyaan,
Apakah dirinya mulai takut kehilangan Ossy?
** * **
Helloo, selamat tengah malam menjelang pagi. Nanti pagi saya kerja, tapi karena minum kopi, saya pun melek sampe sekarang--demi tulisan norak ini. Walau begitu, saya menulisnya sepenuh hati :')
Oh ya eniwe, baca dan vote cerita saya yang satu lagi ya. Judulnya: "LGBT dalam Film, Musik, Buku, DLL". Isinya sekadar referensi dan uneg-uneg pribadi terkait LGBT.
Story Description:
Ini untuk kamu yang merasa bagian dari LGBT
atau yang masih mempertanyakan diri sendiri
atau yang anggota keluarga/temannya termasuk dalam kelompok ini
atau yang sekadar ingin mengetahui
Mari sama-sama kita berbagi
mencoba saling memahami tanpa ada caci maki
apalagi membuli
** * **
Sekian, terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top