Jalan

Sepanjang jalan Parangtritis Talia dan Lila lebih sering diam daripada berbicara, memandangi hamparan rumput hijau di sisi kiri - kanan jalan, dan laju jalanan yang tidak terlalu ramai. Jelas saja, karena mereka datang saat bukan akhir pekan. Tiupan angin di siang yang cerah dan cenderung panas ini mampu meneduhkan keduanya yang tidak memakai jaket. Tapi untungnya mereka mengenakan pakaian berlengan panjang.

Jalanan yang lurus, mulus, dan panjang tak ayal membuat pikiran mereka melayang. Dalam diam keduanya menyadari satu hal: betapa perjalanan di atas sepeda motor ini mereka rindukan. Sudah cukup lama. Dan kini Talia dan Lila sama-sama menikmatinya.

Sesekali Talia berbicara--bukan sekadar memecah keheningan, untuk menanyakan hal yang dikiranya penting.

"Aman, Lil? Repot nggak megang tongkat?" ujarnya, sedikit menoleh sembari mengusap paha Lila.

Lila yang melamun sontak terkejut. Bukan karena pertanyaan Talia yang muncul tiba-tiba, namun lebih ke sentuhan tangan perempuan itu. "A-aman, kok." ujarnya tergagap.

"Kalau lo ngebut kayak tadi baru nggak aman." tambahnya beberapa detik kemudian.

"Hah!" Talia tertawa renyah. Menepuk paha Lila dengan pelan, kepalanya menoleh kembali ke belakang.

Kaget, lekas-lekas tangan kanan Lila yang bebas--sebab tangan kirinya sibuk menahan tongkat--meluruskan helm perempuan itu yang sibuk menoleh, dan berkata keras, "Lihat ke depan dong, Tal! Aduh." Lila betul-betul ketakutan.

Barusan motor mereka nyaris saja menyerempet mobil Kijang yang melaju dari arah berlawanan, sebab Talia asyik menoleh ke arahnya.

"Maaf." Sekali lagi Talia meminta maaf, membuat Lila menghela nafas lalu bungkam.

Maaf. Sudah cukup sering kata itu terlontar dari bibir Talia hari ini.

Keheningan lagi-lagi menyergap. Hanya deru mesin kendaraan yang terdengar.

Lewat spion motor, Lila dapat melihat wajah Talia yang fokus, tenang, dan cantik. Ia terperanjat untuk sesaat.

Lalu tanpa ia kehendaki, perempuan itu menangkap basah dirinya yang melamun menatapnya. Talia pun menyunggingkan senyum kecil ke arah spion--ke cerminan wajah Lila.

Tanpa berusaha defensif atau mengalihkan pandangan, Lila hanya berkata pelan--lebih kepada diri sendiri.

"I wish I never met you, 'cos you don't know how hard it is for someone like me to not fall in love with you, everytime you put that smile on your face;

to not forgive you, everytime you say sorry."

"Ha, apaan Lil???" tanya Talia berteriak ke arah spion, tak mendengar jelas ucapan Lila barusan.

Namun hanya disambut dengan gelengan pelan dan jawaban ringkas, "Enggak. Gue lagi nyanyi."

*

"Tal!"

"Duh, diem dulu, Lil. Gue lagi fokus ini." balas Talia waswas menahan kuat setang sepeda motor agar tegak seimbang. Kali ini mereka sudah berada di jalan yang tidak mulus dan rada sempit, petanda tak sampai 10 menit lagi mereka akan tiba di lokasi tujuan. Sial, Talia kesulitan.

Lila yang cemas di belakang, hanya bisa menahan nafas. Ia benar-benar takut sepeda motor yang mereka naiki akan terjungkal, atau Talia bakal menjerumuskan mereka ke tempat yang tidak semestinya--jurang.

"T-TAL. Lo berhenti, biar gue yang bawa!" Lila ketakutan setengah mati. Tadi selama di atas motor, tidak terpikirkan olehnya akan melewati jalan ini. Sekarang setelah di sini, baru ia tersadar dan keringat dingin.

Dulu saja setiap mereka menempuh jalan ini Lila selalu merasa kesulitan. Meski lama-kelamaan pengalaman telah menjadikannya khatam. Tapi Talia? Perempuan itu baru pertama kali membawa motor sendiri ke sini!

"Percaya sama gue, Lil." ucap Talia tidak begitu tenang sembari menancap gas. "Pegang kencang perut gue!"

Akhirnya Lila pun hanya bisa menuruti perintah Talia. Berdoa dalam hati semoga hari ini tidak menjadi hari mengenaskannya lagi.

*

"Hahahaha..." Talia tertawa lepas ketika mereka sudah memarkirkan kendaraan dan menyerahkan selembar uang sebagai ganti karcis parkir.

Ada rasa bangga, haru, sekaligus kekesalan dalam diri Lila terhadap keberanian perempuan itu--kalau tidak bisa disebut nekat. Walau begitu Lila tidak ingin menunjukkan rasa bangganya tersebut secara gamblang. Jadi ia hanya geleng-geleng dan mendengus kesal menyaksikan tingkah Talia saat ini: ceria dan keras kepala.

"Pokoknya pulang nanti gue yang bawa motor. Titik." ujar Lila masih tak percaya mereka berhasil naik ke atas dengan selamat. Telapak tangannya ia tekankan ke dada hanya untuk merasakan jantungnya yang berdetak begitu hebat.

"Nggak lagi-lagi, sumpah."

"Lil?" Talia berhenti sejenak lalu menatap kaki Lila, seakan-akan matanya itu mengimplisitkan, Look at your feet, honey.

"What? Gue pincang bukan berarti gue nggak bisa bawa motor." balas Lila masih kesal.

"Pun gue, Lila sayang. Gue kagok sekali nggak berarti gue bakal kagok lagi untuk seterusnya, selamanya."

"Manusia belajar, dan manusia berubah." Talia tersenyum, manis sekali. Sampai-sampai Lila bingung dengan perkataannya--ketakutannya--tadi.

Talia melanjutkan, "Udah hampir 3 bulan gue belajar bawa motor, dan ini pengalaman pertama gue nanjak dan lewatin jalan yang berlika-liku."

"Kenapa lo nggak bisa bangga dengan gue? Atau setidaknya, percaya dengan gue?" tanya Talia memainkan alisnya.

Tanpa menunggu jawaban Lila, dia pun menggandeng salah satu lengan perempuan itu. Dan tanpa diminta, Lila langsung menyerahkan tongkatnya kepada Talia, seakan-akan gerakannya itu sudah menjadi respon otomotis.

Sekali lagi, Talia tersenyum teramat manis atas 'kesukarelaan' Lila sekarang. Dia pun menerima tongkat Lila dan memapahnya menaiki tangga menuju lokasi utama mereka.

Untuk sejenak mereka akur dan diam.

Dan Lila, bukannya ia sudah berhenti memberontak--hanya saja sikap dan senyum manis Talia sedari tadi membuat bibirnya kelu sementara. Kakinya kini patuh mengikuti arahan dan papahan perempuan itu dengan setia. Seperti robot yang otomatis selalu mengikuti setiap gerak yang sudah diatur pemiliknya.

Dan perempuan itu telah memilikinya sejak lama.

Bahkan setelah satu tahun kealpaannya, Lila masih saja sulit berpikir rasional ketika sudah berada di sisinya.

Mengapa daya pikatmu begitu buas, Talia?

Lila tidak yakin, bisakah ia sungguh-sungguh menolak permintaan perempuan itu untuk menjadi kekasihnya, nanti.

https://youtu.be/ENteMb91jF0

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top