Part 69 - Musiknya Tak lagi Sempurna
Wah wah, sepertinya sebentar lagi menjelang ending nih ya.
Jangan lupa siapin tisu, sama guling buat di remes-remes.
Play list kamu|| Tanya Hati ~ Pasto.
Happy Reading
🍁🍁🍁
Musik kita tak lagi sempurna. Seperti gitar yang kehilangan satu senarnya, maka hilang sudah melodinya. Sama seperti cinta yang sudah hilang rasa percayanya karena terlanjur dipatahkan hatinya.
🍁🍁🍁
Gitar tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Melody mengakhiri hubungan diantara keduanya. Bahkan Gitar belum sempat mengatakan apapun.
Keempat temannya beranjak menghampiri Gitar. Mereka tadi hanya menonton, membiarkan Gitar menyelesaikan masalahnya sendiri. Mereka tak ingin ikut campur dan malah memperumit masalah.
Derby menyentuh bahu Gitar. "Sabar ya, Gi."
"Kalau aja gue gak mancing-mancing tanya ke lo. Hal ini pasti gak terjadi." Tristan membuka suara.
Gitar diam, belum bisa menanggapi perkataan sahabatnya. Ia memegangi pipinya yang nyeri karena ditampar Melody. Namun hatinya lebih nyeri dari itu.
"Gue kecewa sama lo, Gitar!"
Semua mata menoleh pada Marvel yang tiba-tiba mengatakan kalimat itu.
"Maksud lo apa?" Tristan-lah yang menaggapi. Dia heran dengan Marvel yang tiba-tiba mengatakan itu.
Marvel tak mau menanggapi Tristan. Matanya menatap nyalang pada Gitar. "Gue pikir lo berubah. Sejalan beriringan waktu, lo beneran cinta sama Melody. Nyatanya enggak. Lo nyakitin dia. Gue nyesel ngebiarin lo pernah memiliki dia."
Marvel pergi dari sana, setelah mengatakan apa yang hatinya ingin katakan.
"Gue rasa, Marvel suka sama Melody." Milo bergumam.
"Jangan mancing-mancing." Peringat Derby, tegas.
Pikiran Gitar campur aduk rasanya. Ucapan Melody dan sahabatnya tergiang di kepalanya.
"Aarghhh!" Gitar membanting gitar yang ada di sana. Sampai patah, sama seperti hatinya.
Gitar duduk di lantai, mengacak rambutnya kasar. Air mukanya tak karuan.
Tristan, Derby, dan Milo kaget melihat Gitar yang tiba-tiba begitu. Meskipun marah, tidak sampai seperti ini sebelumnya. Bahkan, gitar yang ia banting merupakan gitar mahal kesayangan dan kebanggaannya.
"Gitar." Panggil Derby, lirih.
"Gue benci sama diri gue sendiri!" teriak Gitar. "Gue terlalu naif untuk mengakui perasaan gue yang sebenarnya."
Tristan merendahkan tubuhnya di samping Gitar. "Lo beneran suka sama Melody, ya?"
"Bukan cuma suka, tapi cinta. Gue cinta banget sama Melody. Dan bodohnya gue gak mau ngakuin itu di depan kalian." Hidung Gitar kembang kempis. "Gue nyakitin dia. Ody pasti terluka dengan ucapan gue tadi."
Derby ikut berjongkok. Tangannya terulur menyentuh bahu Gitar. "Maaf ya, Bro. Gara-gara gue, lo sama Melody jadi gini. Gak seharusnya gue bahas taruhan kita waktu itu. Dan gak seharusnya gue mancing emosi lo. Harusnya lo jujur aja tadi, jangan pikirin masalah taruhan kita. Sayangnya lo berkata jujur disaat yang sudah lewat ya."
"Lo bener. Ini udah lewat, udah selesai. Gue egois yang pingin menang sendiri, gak mengindahkan apa yang sebenernya hati gue inginkan." Gitar mengangguki ucapan Derby. "Melody marah banget. Dia aja gak mau dengar penjelasan gue. Memang awalnya rencana gue cuma buat nyingkirin dia, tapi semakin ke sini, gue semakin sadar kalau orang yang paling bertahta di hati gue itu dia."
"Ody gadis yang baik. Sebelumnya, gue belum pernah merasakan debaran aneh pada gadis lain selain dia," lanjut Gitar.
Terkadang, seseorang baru menyadari arti cinta yang sebenarnya saat orang yang tulus dicintainya pergi begitu saja. Dan Gitar merasakan hal ini sekarang. Cintanya ke Viola telah lenyap sejak dulu, bahkan sebelum dia resmi jadian dengan Melody.
"Semua belum terlambat buat memperbaiki semua, Gitar." Manik mata Gitar melirik pada Milo yang sedang berbicara. "Lo bisa kejar dia dan bicara baik-baik. Jelasin semuanya sejak awal, jelasin rasa lo yang sebenarnya ke dia. Jelasin bahwa lo benar-benar cinta ke dia."
Derby dan Tristan saling melempar senyum. Dalam situasi seperti ini, sahabatnya itu menjadi bijak.
"Yang dibilang Milo ada benernya, Gi. Jelasin sama Melody. Mungkin tadi dia gak mau dengar karena masih syok. Tapi sekarang, bisa aja hatinya udah baikan, dan mau dengerin lo." Tristan memberi dukungan penuh untuk Gitar.
"Sekarang, daripada lo marah-marah, bantingin benda-benda di sini, mending susulin Melody," ucap Derby, menambahi.
"Kalian yakin, Ody mau dengerin gue?" Gitar bertanya kepada ketiga sahabatnya.
"Coba dulu aja." Tristan menjawab.
"Kalau dia masih marah?"
"Belum dicoba masa udah nyerah?" sindir Deby. "Udah sana susulin dia, sebelum hatinya berpijak pada orang lain nantinya."
Yang dikatakan mereka ada benarnya juga. Sekarang Gitar harus mencari keberadaan Melody dan menjelaskan perasaannya.
"Masa Pangeran membiarkan sang Tuan Putri-nya nangis?" Milo mengimbuhi. Membuat Gitar terkekeh kecil.
"Makasih ya, kalian semangatin gue. Padahal, terkadang gue merasa gak adil sama kalian, suka marah-marah, ngatur ini itu ...."
"Ini yang namanya persahabatan, Gitar. Kita akan selalu ada buat lo. Iya gak, Bro?" tanya Tristan kepada yang lainnya.
"Yoi." Derby dan Milo menjawabnya serempak.
Tuan Putri. Aku akan menghapus tangismu menjadi kebahagiaan kembali.
🍁🍁🍁
Tangis Melody pecah saat dia berada di rooftoop sekolah. Hatinya begitu sakit saat mengetahui fakta yang didengarnya tadi.
Niat utamanya ingin ke ruang musik untuk memberi kejutan pada Gitar bahwa dia sudah sembuh dan bisa kembali ke sekolah. Ternyata, malah dia yang dikejutkan dengan perkataan Gitar yang menyakitkan bagaikan ribuan jarum yang menusuk hati.
"Jadi lo gak beneran cinta sama Melody?"
"Ya enggak lah. Gue pacarin Melody itu, biar gampang aja singkirin dia dari Axellez. Tinggal tunggu waktu yang tepat. Dia itu musuh dalam selimut gue di bidang permusikan. Jadi, gak mungkin lah, gue cinta beneran sama Melody. Dia itu gadis polos, mudah ditipu. Mudah jatuh dalam pesona kegantengan gue."
Perkataan itu masih tergiang dipikiran Melody sampai sekarang. Gadis itu meremas rambutnya sendiri, seakan tak percaya dengan semua ini. Hal ini merupakan mimpi buruk yang belum pernah ia duga sebelumnya.
"Kenapa sih, aku cinta sama orang, yang ternyata ingin nusuk aku dari belakang?"
Kepingan kenangan indah bersama Gitar terlintas di pikirannya. Banyak kenagan indah yang mereka alami berdua. Yang terakhir diingat adalah, perhatian Gitar saat ia sedang sakit.
"Semuanya palsu. Dia bilang, dia selalu ada buat aku, ternyata ... aku memang gak pernah ada dihatinya." Melody mengeluarkan semua unek-unek di hatinya. Agar lega. "Aku pikir, musik alasan kita bersatu. Ternyata, musik memang tak akan pernah menyatukan dua hati yang beda arah tujuan."
"Aku benci kamu, Gitar. Lebih benci dari sikap angkuhmu sebelumnya. Aku suka musik. Dan aku, gak akan membiarkan kamu merebut musik dari aku!"
Ternyata, cinta yang selama ini ia mimpikan hanya berbuah fana. Melody merupakan gadis yang sulit jatuh cinta. Sekali jatuh, dia langsung merasakan apa itu luka.
"Jika mencintaimu sesakit ini. Aku akan nolak hati ini biat jatuh cinta sama kamu. Jika hiks ...."
Melody merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Namun ia tidak menengok. Fokusnya ke satu arah, memandang lurus ke depan. Pikirannya campur aduk, sedih, kecewa, dan terluka.
"Gadis cantik dilarang nangis."
Melody memandang tisu yang disodorkan seseorang padanya. Dia melirik ke orang itu. "Ngapain ke sini?"
"Nemenin orang cantik yang lagi sedih."
"Gue gak minta ditemenin lo, Kak." Tegas Melody.
"Gue yang mau nemenin lo," balas Marvel. "Kalau nangis, nangis aja biar lo lega. Gue gak ngejek kok."
Melody menangis pijar. Tak peduli bila ada Marvel di sampingnya. Merasa lebih tenang, ia mengambil tisu yang ada di tangan Marvel. Menghapus jejak air matanya.
"Em ... Mel. Gue minta maaf sama lo," ucap Marvel.
"Buat apa? Kakak gak salah apa-apa sama gue kok."
"Sebenernya, ada sesuatu yang mau gue omongin sama lo, Mel."
Melody yang masih segukan menoleh pada Marvel.
"Sebenernya gue tau dari awal, kalau niat Gitar deketin lo cuma mau nyakitin lo. Biar lo gak ngusik kehidupan dia. Menurut Gitar, semenjak lo gantiin dia di festival musik tahun lalu, banyak orang yang fans sama lo. Dia itu gak suka ngelihat orang yang lebih baik dari dia." Marvel melirik Melody. "Maafin gue ya."
"Kenapa? Kenapa Kak Marvel gak cerita?" Mendengarpengakuan Marvel, hati Melody kembali terluka.
"Karena gue pikir, Gitar bisa berubah, tulus cinta sama lo. Ternyata enggak." Tak hanya Melody, Marvel-pun lecewa dengan Gitar. "Gue tau, gue terlambat bilang ini semua. Makanya itu gue minta maaf sama lo. Meskipun maaf, gak akan memperbaiki keadaan."
"Selain Kak Marvel, siapa aja yang tau?" tanya Melody.
"Semua anak Axellez tau."
"Kalian kompak ya, mau nyakitin gue?"
Marvel menggeleng. "Enggak, Mel. Gue gak ada niat kayak gitu."
Melody menatap lekat Marvel. Sama sekali tidak ada kebohongan di sana.
"Kenapa ya, dia tega banget ngelakuin itu ke gue? Hiks."
"Dia terlalu egois." Marvel menjeda. "Lo tenang ya, jangan terlalu dipikirin, nanti malah sakit. Kalau hati lo lega, udahan dong nangisnya, nanti matanya sembab."
"Belum bisa Kak. Masih banyak luka di hati yang perlu dihapus pakai air mata."
"Butuh sandaran? Bahu gue ada kok, buat lo," tawar Marvel.
Mungkin benar. Saat ini Melody butuh sandaran. Dia menyandarkan kepalanya pada bahu Marvel, kembali menangis. Tangan Marvel terulur, memberi ketenangan pada gadis itu.
Gitar yang berada di ambang pintu tidak jadi masuk. Hatinya sesak melihat Melody bersama Marvel. Belum sempat ia menghapus kesedihan Melody, sudah ada orang lain yang mendahului.
"Mungkin memang Marvel yang pantas buat kamu, Mel. Kini bukan aku, pangeran yang akan melukis kebahagiaan dihidupmu."
🍁🍁🍁
Pulang sekolah, Melody menceritakan kejadian sebenarnya pada Kenn dan Willona. Untung saja orang tuanya pergi ke rumah neneknya. Jadi ia lebih leluasa bercerita.
"Kurang ajar. Berani-beraninya ya, dia nyakitin adek gue." Amarah Kenn sudah sampai ubun-ubun. Sebelumnya dia belum pernah melihat Melody menangis selama ini.
"Gue gak nyangka. Kak Gitar tega ngelakuin itu." Willona geleng-geleng, dia jadi merasa bersalah, karena sejak dulu lah ia selalu berada di garda terdepan untuk menjodohkan keduanya.
"Lihat. Idola yang lo bangga-banggakan, dia nyakitin sahabat lo," ucap Kenn.
"Iya, maaf." Willona melirik Melody. "Yang sabar ya, Mel."
"Gue pikir, dia orang yang tepat buat lo. Ternyata salah. Ketulusan dia selama ini palsu." Kenn jadi menyesal karena pernah bilang jika Gitar mampu menjaga Melody.
"Gue terlalu bego ya, mampu tertipu gitu aja?" Melody tersenyum miris.
"Enggak, Mel. Dia yang bego karena udah nyakitin dan sia-siain lo." Kenn menyambar jaketnya. "Gue harus kasih pelajaran sama dia."
"Pelajaran apa? Lo mau gebukin anak orang? Kasian, Kenn."
"Ini nih yang paling gue benci dari lo, Mel. Lo masih kasihan sama orang yang nyakitin lo." Kenn tak mengindahkan ucapan Melody, dia pergi begitu saja.
"Yang gue khawatirin malah lo, Kenn," ucap Melody lirih.
"Gue yakin Kenn baik-baik aja. Lo tenang ya."
Willona memeluk Melody. Membiarkannya tenang dalam dekapannya.
🍁🍁🍁
"Gitar putus sama Melody, Pa."
Baru kali ini Gitar membagi keluhnya pada Zein. Selama ini dia bisa mengatasinya sendiri. Tapi jika masalah hati, perlu bantuan orang lain untuk mengklarifikasi.
"Dia sudah tahu?"
"Iya. Dia denger semuanya. Apa yang Gitar bicarakan pada teman-teman Gitar."
Zein menghela napas. "Kalau sudah begini mau bagaimana lagi. Salah kamu sendiri, kan? Papa sudah menjelaskan berulang kali, tapi kamu masih kekeh dengan misi jahatmu itu. Dia gadis baik, gak seharusnya kamu melakukan itu."
"Maaf." Gitar menunduk.
"Kalimat itu sebaiknya kamu lontarkan pada Melody. Dia yang sangat terluka, bukan Papa."
"Melody gak mau bicara sama Gitar. Bahkan sepertinya, dia dekat sama Marvel. Mungkin suatu saat posisi Gitar di hatinya terganti."
"Papa kecewa sama kamu, Gitar. Anak laki-laki yang Papa banggakan tak lebih dari seorang pengecut. Untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya kamu gengsi. Sekarang malah mau menyerah."
"Gitar maunya memperbaiki semuanya sama Melody. Tapi jika Melody mendapatkan yang lebih baik dari Gitar, aku bisa apa?"
Pandangan Zein lurus ke depan. "Dulu waktu di acara pembukaan perusahaan baru Papa, Papa pernah mengobrol sama Melody. Dari situ Papa tahu, dia itu baik. Dan Papa berharap dia bisa merubah kamu. Dia memang berhasil merubah perasaanmu. Tapi tidak dengan egomu."
"Sekarang aku harus gimana, Pa?"
"Perjuangkan apa yang perlu diperjuangkan."
Gitar tersenyum saat mendapatkan motivasi dari ayahnya. Dia beranjak keluar rumah dengan mengendarai motor ninjanya. Siap menuju rumah Melody. Dia ingin memperjuangkan kembali gadisnya itu.
Namun di tengah perjalanan. Ada motor yang menghadangnya. Kenn turun dari motornya, dan menarik paksa Gitar untuk turun.
''Woy, turun lo!"
Gitar bingung dengan Kenn yang tiba-tiba menghadangnya. Dia turun dan menghadap cowik itu. "Apa-apaan nih?"
"Gak usah banyak tanya lo!"
Kenn langsung melayangkan pukulan pada Gitar.
"Kenapa lo pukul gue?!" tanya Gitar.
Kenn menyunggingkan senyum sumir. "Kenapa? Lo masih tanya kenapa? Ini pembalasan yang setimpal karena lo udah nyakitin Melody."
Bugh.
Kenn kembali melayangkan pukulan bertubi-tubi pada Gitar. Gitar yang tadinya diam karena tak ingin mencari keributan pun akhirnya terpengaruh. Dia balas pukulan Kenn untuk melindungi dirinya.
"Bangsat lo!" umpat Kenn.
"Gue hak mau nyari ribut sama lo, Kenn. Untuk masalah Melody, gue minta maaf."
"Lo pikir dengan maaf, Melody bakal seneng, huh? Enggak!"
"Ini itu salah paham. Gue justru mau ke rumah Melody. Menjelaskan yang sebenarnya. Bahwa gue beneran cinta sama dia."
"Alah blushit. Gue nyesel karena ngasih lo kepercayaan buat bahagiain Melody. Nyatanya lo yang bawa kesedihan ke dia."
Bugh.
Kenn memberi pukulan terakhir ke Gitar. Sampai cowok itu tak berdaya membalas pukulannya.
"Sebelumnya gue pernah mukul lo. Itu buat peringatan. Kali ini buat membalas dendam atas kesedihan."
Kenn segera pergi dari sana. Sebenarnya dia bisa saja menghajar Gitar lebih dari itu. Namun, dia tidak ingin Melody sedih akan hal itu.
"Argh! Sial."
Gitar berdiri hati-hati. Memegangi wajahnya yang perih karena pukulan Kenn. Dengan tertaih dia jakan mebuju motornya. Namun sebelum pergi, ada suara berat yang membuat langkahnaya terhenti.
"Gue tadinya mau ngelakuin itu ke lo. Tapi udah keduluan sama orang lain."
"Kai?" Gitar terkejut dengan keberadaan Kaiden.
"Gue kecewa karena lo udah menyakiti Melody. Orang yang udah gue anggap adik gue sendiri. Seharusnya gue nyadar dari awal. Bodohnya, gue tepis segala pemikiran buruk tentang lo. Ternyata dari dulu lo gak pernah berubah ya."
Sindirin Kaiden begitu menohok. Tapi memang itu kenyataannya. Gitar merasa bersalah, karena menyakiti beberapa pihak akibat ulahnya itu.
"Diem lo sekarang? Gak bisa ngomong ya sesudah dipukuli?" sindir Kaiden.
"Maaf. Gue ngaku salah."
"Gue gak butuh maaf lo. Lo udah sering minta maaf, lalu mengulanginya lagi. Buat apa? Gak guna." Ucapan Kaiden itu biasa, tapi begitu menusuk. "Sana pulang. Obati luka lo."
Kaiden berbalik arah. Meninggalkan Gitar.
"Satu hal yang harus lo tau, Kai. Gue ini tulus cinta sama Melody!" teriak Gitar, membuat langkah Kaiden terhenti. Cowok itu berbalik melihatnya.
"Seharusnya lo gak usah mencintai, kalu ujung-ujungnya hanya menyakiti."
Setelah kepergian Kaiden, Gitar merogoh ponselnya yang bergetar. Sebuah panggilan dari Viola.
"Halo?"
"Gue kecewa sama lo, Gitar."
TBC
😢😢😭😭😭
Kasian banget sih Ody. Gak tega aku jadinya.
Gimana part ini.
Dapet gak feel-nya.
Maaf ya kalau jarang update. Detik-detik menuju ending harus mikir feel yang dapet biar gak mengecewakan.
Ada yang mau di sampaikan pada tokoh-tokoh di bawah.
Melody
Gitar
Marvel
Kenn
Willona
Kaiden
Viola
Aku?
Sehat selalu ya buat kalian. Love you readers ❤
Jangan lupa votment.
Love
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top