Part 66 - Kamu Satu
Absen dulu yuk.
Putar Mulmed ya.
Jam berapa kalian baca ini?
Mulmed kamu.
Pika Iskandar||Milikku
Happy Reading.
🍁🍁🍁
Terkadang kita iri pada seseorang pada suatu keadaan. Sampai-sampai kita tidak bisa membedakan mana rang namanya kemarahan, mana yang cinta dengan ketulusan.
🍁🍁🍁
"Lihat deh. Video cover lagu lo sama Melody viral banget di youtube."
Derby memperlihatkan Video berdurasi 5 menit kepada Gitar. Video itu sengaja dibuat Gitar dan melody kemarin. Sebenarnya hanya iseng-issng saja, ternyata mpatkan respons baik dari orang-orang.
Tristan ikut mengecek video itu lewat ponselnya. "Oh iya. Baru beberapa jam yang lalu udah ribuan aja penontonnya."
"By the way, kapan rekamannya, Gi? Kok lo gak ngajak kita? Lagi pingin berduaan ya?" tanya Derby.
Gitar melirik video itu sekilas. "Itu cuma lagi nganggur doang. Makanya iseng bikin video bareng Melody."
"Oh .... " Derby men-scrool layar ponselnya ke bawah, melihat komentar-komentar yang terpampang di sana. "Gila nih komentarnya, masa mereka bilang lebih bagus suara Melody daripada lo."
"Iya. Tapi banyak juga yang bilang suara mereka cocok kok," timpal Tristan.
Gitar lantas mengecek sendiri akun youtube-nya. Dan yang dikatakan Derby benar. Komentar yang tertera di sana beragam-ragam. Mulai dari yang menjatuhkan, sampai membangkitkan.
Raut wajah Gitar memerah saat membaca komentar yang kebanyakan memuji suara Melody daripada dia. Bahkan ada yang bilang jika suaranya terdengar datar-datar saja.
"Sialan."
Keduanya menoleh mendengar umpatan Gitar.
"Harusnya lo gak usah ngajakin Melody cover kalau kayak gini," saran Tristan.
"Gue juga gak tau respon mereka bakal gini." Gitar sebenarnya tidak ada niat sama sekali meng-upload video itu ke akun youtube-nya. Tapi entah dorongan dari mana ia melakukan hal itu.
"Gua rasa, langkah lo pacaran sama Melody salah deh. Dia malah lebih berjaya daripada lo," ucap Derby. "Kalau gak suka, lo debak aja dia dari awal di Axellez."
Gitar melihat Derby. "Gue tau mana yang harus gue lakuin, mana yang gak perlu. Lo gak usah ikut komen."
Gitar melangkah pergi, keluar dari kelas. Ia ingin mencari udara segar untuk menenagkan pikirannya. Rooftoop menjadi tempat tujuannya sekarang.
Semilir angin menerpa wajahnya yang masih kesal dengan hari ini. Dirasakanya sentuhan lembut di bahu, membuat cowok yang tadinya memejamkan mata itu membukanya perlahan.
"Why?"
"Vi, kok lo bisa di sini?" Gitar balik bertanya.
"Gue tadi gak sengaja lihat lo jalan buru-buru. Terus gue ikutin. Lo ada masalah apa?" Memang Viola selalu peka dengan keadaan Gitar. Jika jalannya sudah terburu begitu pasti ada sesuatu yang disembunyikan.
"Enggak. Gue cuma pingin menenangkan diri doang di sini," balas Gitar, tanpa melihat Viola.
"Oh gitu." Viola mencoba percaya, meskipun hatinya sedikit ragu mendengarnya. "Gue boleh tanya sesuatu?"
"Apa?"
"Em ... lo beneran cinta kan sama Melody?" Sepertinya Viola salah bicara, dia menatap Gitar yang langsung menatapnya penuh arti saat bertanya kalimat itu. "Maksudnya, kalian sama-sama saling cinta kan? Gak cuma salah satu pihak aja."
Gitar mendekat. "Kenapa tanya gitu. Cemburu?"
"Dih enak aja. Gue cuma mau pastiin kalau Melody itu cewek yang tepat buat lo." Viola menyanggah.
"Gak usah cemas. Melody cewek yang tepat kok buat gue."
Tepat sasaran. Lanjut Gitar dalam hati.
"Bagus deh." Viola mengambil sesuatu dari dalam kartunya. "Ini undangan buat lo. Pesta ulang tahun gue entar malem. Sengaja gue kasih dua, satu buat Melody juga."
Gitar menerimanya, lalu menatap Viola. "Oh iya, sekarang lo kan ulang tahun. Kok gue lupa ya?"
"Semudah itu ya, melupakan?" Viola terkekeh kecil. Dia hanya bercanda. "Sekarang kan lo udah tau, mana yang harus diprioritasin. Jadi, wajar kalau lupa."
"Bukannya gitu, Vi. Gue lupa cari kado buat lo." Gitar mengelak.
"Gak usah kado-kadoan segala. Lo datang dan ucapin doa itu adalah hadiah berharga bagi hidup gue." Viola tersenyum simpul. "Mungkin ini juga hari ulang tahun yang bisa gue rayain bareng lo. Sebentar lagi kita kan lulus. Kita menempuh kuliah masing-masing. Dan jalannya juga masing-masing. Lo bareng Melody, dan gue gak tau sama siapa nanti."
Gitar diam, menatap Viola lekat. Matanya menangkap netra Viola yang sedikit berkaca. Walaupun perasaannya ke Viola sekarang biasa-biasa saja, bagaimanapun gadis itu adalah orang yang pernah singgah di hatinya meskipun tidak jadi bersama.
Tangan Gitar terulur, menyentuh bahu Viola, membuat gadis itu mendongak, menatapnya.
"Hey. Sampai kapanpun, gue akan ada buat lo, Vi. Lo sahabat gue. Walaupun nantinya kita masing-masing, tapi kita bukanlah orang asing."
Viola tersentuh dengan ucapan Gitar. Bibirnya membentuk senyum tipis, berbarengan dengan tangis.
"Boleh gak, gue peluk lo terakhir kalinya?"
"Kenapa terakhir? Lo gak mau gue peluk lagi selamanya?" tanya Gitar.
"Bukan gitu. Sekarang sandaran lo udah beda. Bukan gue lagi, melainkan Melody."
Gitar mendekap Viola. Menuruti keinginan sahabatnya itu. Sekalian untuk memastikan, perasaannya pada Viola sudah benar-benar hilang atau sewaktu-waktu bisa saja kembali datang.
🍁🍁🍁
Melody berjalan tergesa. Menyusuri anak tangga sekolah. Sampai tidak memedulikan keadaan sekitar. Gadis itu hampir saja terjatuh, jika tidak ada orang yang mencekal lengannya.
Tangan Marvel segera menarik Melody, menegakkan posisi berdiri gadis itu. Hal itu pula yang membuat jarak mereka jadi dekat.
"Lo gak papa?" tanya Marvel.
Melody sedikit menjauh. "Enggak kok. Makasih Kak."
"Lagian lo mau kemana sih, kok buru-buru?"
"Mau ke atas. Ada kumpulan di ruang audiotorium bareng anak-anak lain. Gue lupa. Pasti yang lain pada nunggu."
"Oh yang buat pembahasan lomba tahun ini ya?"
"Iya. Gue duluan ya, Kak."
Marvel mengangguk. Membiarkan Melody pergi.
Cowok itu turun ke bawah. Dan perpapasan dengan Kenn di sana.
"Lo kenapa mandangin Ody segitunya? Suka sama dia?"
Marvel menggeleng. "Melody mengingatkan gue pada seseorang."
"Pacar?" tanya Kenn.
"Bukan. Dia lebih berharga dari seorang pacar."
"Jangan-jangan istri ya. Wah lo pernah marrid sebelumnya? Gak nyangka gue." Kenn geleng-geleng.
Alis Marvel terangkat. Sepertinya pemikiran adik kelasnya itu kejauhan. "Enak aja. Dia itu adik gue."
"Adik?"
Marvel mengangguk. "Iya. Semua sifat yang ada di Melody itu mengingatkan gue ke almarhumah adik gue. Makanya itu gue pingin menjadi salah satu pelindung Melody. Tapi kayaknya gak perlu. Dia udah banyak orang yang sayang dan peduli. Apalagi sekarang udah punya pacar, Gitar."
"Gue pikir lo orang yang tepat buat Ody. Tapi nyatanya dia malah pilih Gitar."
"Kenapa feeling lo ke gue?"
"Mungkin lo agak beda dari anggota Axellez yang lain. Tapi gak perlu dibahas juga lah. Ody sekarang udah ada si alat musik yang bisa jagain dia. Gue ya sedikit lega sih. Gue lihat si alat musik bisa diandalkan." Gitar melirik Marvel. "Gue duluan ya. Bye."
Kenn pergi dari sana.
Marvel bergeming. Hatinya membuat gumaman kecil. Seandainya lo tahu niat Gitar yang sebenarnya, lo gak akan semudah itu percaya sama Gitar, Kenn.
🍁🍁🍁
Gitar sudah menunggu Melody di ruang tamu gadisnya itu. Sebelum pulang sekolah tadi ia sudah memberi tahu Melody bahwa malam ini dia akan mengajak gadis itu ke pesta ulang tahun Viola.
Mata yang tadinya mengarah pada lantai, perlahan mendongak, saat mendengar suara gesekan sepatu dan lantai. Ia menemukan gadisnya, yang sedang menuruni anak tangga. Dengan drees indah berwarna biru muda dengan rambut yang tergerai indah.
Gitar terperangah melihat kecantikan Melody malam ini. Bahkan lebih cantik daripada dandanan waktu acara pembukaan perusahaan baru ayahnya.
Dia bahkan lebih cantik dari Viola. Gumam Gitar, tanpa sadar.
"Wah, cantik banget anak Bunda." Hilda sendiri tidak tahu bahwa Melody bisa dandan seperti ini.
"Ayo, Mel," ajak Gitar.
"Jangan terlalu malem pulangnya. Kalu udah selesai langsung anterin Ody pulang." Perintah Heri pada Gitar.
Keluarga Melody sudah mengetahui hubungan Melody dengan Gitar. Begitupula sebaliknya. Heri percaya jika Gitar bisa menjaga anaknya dengan baik. Buktinya saja waktu Melody diculik, Gitar yang menolongnya.
"Iya, Yah." Gitar berdehem. " kalau gitu kita pamit, Yah, Bun."
🍁🍁🍁
Mobil itu ditepikan pada pekarangan sebuah rumah yang cukup besar. Gitar turun dahulu dari mobil lalu membukakan pintu untuk Melody.
Melody terperangah saat tangan Gitar terulur di depannya. Ini sama seperti adegan romantis yang pernah ia tonton sebelumnya di drama korea.
Tangan Melody menyambutnya. Mereka berdua berjalan ke halaman belakang rumah Viola, tempat di mana pesta itu digelar. Bergandengan selayaknya pasangan pada umumnya.
Pesta itu hanya digelar sederhana. Namun terlihat indah. Gemerlap lampu warna-warni menghiasi taman dekat kolam renang yang indah.
"Kak Vio cantik banget ya." Puji Melody, saat melihat Viola dengan gaun indah berwarna kuning gading.
"Kamu juga."
Melody menoleh, dan Gitar langsung tersenyum. Cowok itu meninggalkan Melody yang masih dengan rasa terpakunya. Melody menyusul Gitar ke meja di mana yang lainnya berada.
"Happy brithday, Vi." Gitar memberi kado di tangannya untuk Viola.
"Thank you."
Semua orang berkumpul di sana. Memberi ucapan dan hadiah pada yang berulang tahun.
Kue tar sudah tersedia di meja. Dihiasi dengan lilin angka 18.
Seusai bertanya, Viola memejamkan mata. Memohon wish-nya dengan hati.
"Potong kuenya potong kuenya potong kuenya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga."
Semua bersorak ria menyanyikan lagu yang sudah menjadi kebiasaan orang yang berulang tahun itu.
Viola memotong kue, dan menaruhnya ke piring. "Potongan kue ini, buat orang yang selalu ada buat gue. Gitar."
Viola memberi kue itu untuk Gitar, dengan senang Gitar menerimanya. Bahkan mereka sempat bersuap-suapan.
Melody yang melihat itu memanas, menahan kesal dan sakit hatinya.
Kenapa Gitar gitu? Atau dia belum move on dari Kak Viola?
Pertanyaan itu tertahan di mulutnya yang masih terbungkam. Melody memilih menjauh. Dia duduk di salah satu kursi yang sepi dari keramaian.
Gadis itu memandang kosong dengan memegang jus jeruk yang ada di tangannya.
"Kenapa di sini?"
Melody melirik sekilas orang yang mengajaknya bicara. Kemudian memandang kembali lurus ke depan.
"Duduk."
"Iya, tahu. Kenapa sendiri duduknya? Kamu gak ngajak aku? Apalagi main pergi gitu aja pas acara potong kue."
Melody memutar bola mata jengah. Gadis itu menaruh gelasnya di meja. "Pingin sendiri. Lagian, kamu ngapain sih ke sini? Sana samperin yang lain."
"Gimana bisa. Orang pacar aku aja di sini."
Dalam situasi sepsrti ini, hati Melody masih saja menghangat. Tapi ia tak mudah luluh begitu saja.
"Aku juga gak minta kamu susulin ke sini, kan? Bukannya aku suuzon atau gimana, tapi aku gak mau jadi omongan. Kalian temanan udah lama. Aku gak mau di cap sebagai pacar yang tukang ngelarang. Jadi kamu ke sana aja, Kak Viola nungguin tuh."
Seulas senyum tipis terbit di bibir Gitar. "You are jealous?"
"not. I'm not jealous!"
"Ngaku aja, Mel kalau cemburu. Jangan malah marah kayak gini."
"Dih. Siapa juga yang marah. Enggak tuh." Melody membuang muka.
"Hey. Denger ya. Viola itu sahabatku. Sekaligus seseorang yang pernah singgah di hati. Tapi sekarang, prioritasku cuma satu, kamu."
Tatapan Melody teralihkan, beradu dengan Gitar. Hatinya terasa senang kala Gitar mengatakan itu.
"Pacar, udahan dong ngambeknya." Gitar mengacungkan jari kelingkingnya, meminta damai.
"Aku gak ngambek."
"Oh ya? Terus ngapain menyendiri di sini."
"Pingin minum doang. Haus soalnya."
Gitar tersenyum tipis. Melody sama sekali tidak berbohong. "Gimana pun, kita tadi bertengkar kecil. Damai dong. Pegel nih tangannya."
Melody melihat jari kelingking Gitar yang menggantung di depannya. Gadis itu menautnya dengan jari kelingkingnya sendiri. Keduanya sama-sama mengulas senyum.
"Gabung sama yang lain yuk?"
Melody mengangguk.
"Selamat malam semuanya. Walaupun ini pesta ulang tahunnya Viola. Tapi gue mau minjam bematar tempat ini, Vi." Gitar melirik Viola.
Viola mengerutkan dahi. "Buat apa?"
"Buat menyanyikan lagu untuk pacar gue, Melody."
Semua tamu yang ada di sata tertuju pada Melody. Membuat Melody malu sendiri.
"Cie Melody," ujar Rebbeca.
"Adek gue udah gede nih ya." Kaiden ikut menambahi.
Gitar memang sudah merencanakan ini sebelumnya. Makanya ia meminta tolong pada sang tuan rumah untuk menyediakan piano di acara pesta. Tadinya Viola tidak mengerti untuk apa. Tapi ia iyakan saja.
Dan sekarang sudah tahu, Viola tersenyum. Melihat Gitar bahagia ia ikut bahagia. Kebahagaian sahabat terleyak pada sahabatnya bukan?
Gitar menarik tangan Melody. Dan meminta gadis itu duduk di sebelahnya.
Jari jemari Gitar mulai menekan tuts piano. Bibirnya bergerak, mengeluarkan suara yang syahdu. Sesekali pandangannya teralihkan pada gadis di sampingnya yang kini telah berstatus sebagai pacarnya.
Tak pernah terbayang
Bila tak bersamamu
Siang hari bagai malam
Bah langit jadi kelam
Hati tak menentu
Hanya denganmu
Buatku mencinta
Hanya satu kamu di hati
Tak peduli kata orang
Bila banyak yang menentang
Ku tetap denganmu
Mulai hari ini
Hanya satu kamu di hati
Tak akan bisa terganti
Walau datang banyak hati
Kamulah milikku
Hanya denganmu
Buatku mencinta
Tak peduli kata orang
Bila banyak yang menentang
Ku tetap denganmu
Bahagia dan haru campur menjadi satu. Itulah yang Melody rasakan saat ini. Hatinya sangat tersentuh dengan lirik yang dinyanyikan Gitar.
Gitar menyanyikannya sepenuh hati, sangat dalam. Perasaannya dapat. Dan makna lagunya membuat Melody merasa beruntung. Bahkan, gadis itu sampai menitihkan air matanya. Melody belum pernah merasakan hal yang seperti ini sebelumnya.
"Kok nangis sih?" tanya Gitar, setelah selesai bernyanyi.
"A-aku. Aku gak tau harus ngomong apa." Melody merasa dirinya cengeng, dinyanyikan seperti ini aka baper. Sampe berlinang air mata juga pula. Apalagi dirinya dan Gitar menjadi pusat perhatian. Dan ini acaranya Viola.
"Gak usah ngomong. Cukup dengerin dan rasakan aja, kalau aku sayang sama kamu."
"Jomlo mah bisa apa atuh," ucap Milo yang melihat adegan itu.
Tangan Gitar terlurur, menghapus air mata gadis itu. "Jangan nangis, okey?"
Melody baru menyadari bahwa di sini mereka tidak hanya berdua. Ada yang lainnya juga. Matanya mengarah sekeliling yang mengabadikan momennya dan Gitar itu. Ada juga yang menjadikan story di Ig mereka.
Melody mendongak, menatap Gitar. "Kok aku baru nyadar ya?"
"Baru nyadar aku ganteng?" tanya Gitar pelan.
"Bukan."
"Terus?"
''Kenapa aku baru nyadar, ini kan acaranya Kak Viola. Aku nangis di depan banyak orang lagi. Ih malu." Melody segera menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
Gitar terkekeh. "Mau dipeluk?" tawar Gitar.
"Gak mau. Banyak orang yang lihat."
TBC
Sorry typo.
Gaes yang lagi libur mari merapat. Butuh hiburan baca ceritaku aja. Jangan lupa rekomendasikan ke temen-temen kalian ya!
Gimana part ini, dapet gak feelnya?
Sorry ya kalo akhir-akhir ini telat update maupun sebagainya.
Jangan lupa vote dan komen. Karena itu sangat berharga buat aku. Kita simbiosis mutualisme, sama-sama menguntungkan. Kalian nulis komen yang banyak, aku nulis chapter selanjutnya.
Follow
Wp = @DellaRiana
Ig = @della_riana24
Love.
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top