Part 64 - Jawaban Darimu

Udah siap baca part ini?

Happy reading.

🍁🍁🍁
Terkadang, keadaan membiarkan jalan ceritanya mengalir sendiri. Bahkan dua orang asing yang saling bertemu pun, bisa saja bersatu.
🍁🍁🍁

Melody membuka lembar demi lembar buku yang ia pinjam di diperpustakaan. Buku  tentang musik. Ketenangannya terusik ketika mendengar suara gelak tawa di belakangnya. Rombongan kakak kelas  di belakangnya. Ingin menegur tapi nanti malah diomeli. Mereka biasanya membalas dengan sistem senioritas. Jika sudah gitu Melody bisa apa. Lagipula dia sendirian.

Gadis itu terpanjat, saat merasakan ada benda yang menyentuh telinganya. Seorang di sampingnya telah memasangkan earphone di telinganya.

"Eh." Melody tidak menyangka orang yang di sampingnya adalah Marvel.

"Jangan dengerin mereka fokus aja sama baca lo."

Melody melepas earphonenya. "Ngomong apa sih? Gak kedengeran."

"Baca aja bukunya. Jangan dengerin mereka. Mereka memang brisik." Ulang Marvel.

"He'em .... by the way, tumben gak nongkrong sama Axellez?" tanya Melody.

"Lah ini gue lagi nongkrong sama Axellez. Kan lo anggota Axellez juga."

"Iya juga ya."

"Gue juga gak suka nongkrong kalau gak ada gunanya. Kalau di sini kan bisa dapat ilmu sekalian," lanjut Marvel.

Melody tersenyum, jarang sekali dia mendapati cowok seperti Marvel. Kebanyakan cowok memilih nongkrong di kantin tanpa minat ke perpustakaan jika tak ada jam pelajaran. Tapi Marvel menyempatkan waktu di kesibukannya sebagai gitaris Axellez. Apalagi sebentar lagi anak kelas 12 akan melaksanakan ujian nasional.

Melody memasang earphone tersebut. Fokusnya kembali pada buku yang ada di tangannya. Begitupula Marvel yang membaca buku bacaannya.

Sementara di sisi lain, Gitar menyandarkan kepalanya pada pintu.  Melihat Melody dengan seksama. Gadis itu tampak terlihat akrab dengan Marvel.

Kenapa hatinya merasa tidak suka. Seperti ada bara di dalamnya.

Tadinya Gitar hanya diam, memandang keduanya. Namun saat Melihat mereka berpegangan akibat mengambil pulpen Melody yang jatuh, Gitar memutuskan untuk mendekat. Sudah, dia sudah tak tahan lagi dengan pemandangan di depannya.

"Kak Gitar." Melody melepas pelantang telinganya. Untuk dapat mendengar apa yang Gitar akan katakan.

"Kenapa? Kaget lihat gue?"

"Enggak, cuma terkejut." Melody membalas ucapannya.

''Sama aja." Tatapan Gitar beralih pada Marvel. "Lagi berduaan ya? Pantesan aja gak dateng ke basecampe." Gitar menyindir.

"Emang ada jadwal ngumpul hari ini?" Marvel bertanya-tanya.

"Lo punya grub chat buat apa? Pajangan doang?" ucap Gitar, mencela.

Marvel diam. Dia tahu Gitar sedang marah. Dia tak mau temannya itu susah mengendalikan emosionalnya.

Teralihkanlah pandangan Gitar ke Melody, gadis itu menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Gitar tersenyum tipis melihat tangan Melody masih memegang pelantang telinga milik Marvel.

"Lo juga, anggota baru malah asyik di sini sama dia. Dengerin musik segala lagi." Gitar tidak bisa menahan mulutnya untuk mengatakan hal itu.

"Gue cuma lagi baca buku doang kak. Ponselnya di tas, jadi gak sempat buka grub chat."

"Oh, bisa kebetulan gitu ya?"

Gitar melirik keduanya secara bergantian. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celana, lalu melengos pergi dari sana.

Melody masih diam dengan rasa keterbingungannya. Matanya menoleh ke Marvel yang juga menatapnya.

"Kak Gitar kenapa sih?" tanya Melody bingung.

"Gak tau. Jealous kali," balas Marvel, acuh.

"Jealous?" beo Melody.

"Iya. Mendingan sekarang lo susulin dia deh sebelum jauh. Kayaknya kalian perlu ngomong berdua." Marvel memberi jeda. "Udah, bukunya biar gue aja yang balikin."

Melody mengangguk singkat, lalu pergi dari sana.

Kakinya menyusuri koridor, mempercepat langkah agar tidak tertinggal jejak Gitar.

"Kak Gitar!" teriak Melody, membuat si empunya berhenti dan menoleh ke arahnya.

Melody berlari kecil menghampiri cowok itu. Memangkas jarak diantara mereka.

Gitar menaikan alisnya. "Kenapa susulin gue? Lo ninggalin dia? Bukannya kalian lagi berduaan?"

Melody semakin tidak mengerti dengan deretan pertanyaan yang dilontarkan Gitar. Kenapa dia bertanya seolah-olah sedang ... cemburu? Melody rasa tidak mungkin.

"Lo gak cemburu kan?" Oh astaga, Melody ingin sekali menampol mulutnya sendiri karena menanyakan hal bodoh itu. Tentu saja tidak? Dari awal dia sudah tahu gadis yang Gitar sukai adalah Viola.

"Seharusnya. Tapi benar, gue bukan siapa-siapa lo, jadi gak seharusnya gue cemburu, kan?"

Gitar kembali melangkah, meninggalkan Melody yang mematung.

Melody merasakan sentuhan tangan di bahunya. Marvel yang melakukan itu. Melody menoleh saat Marvel menurunkan tangannya dari bahunya.

"Sepertinya dia memang cemburu," ucap Marvel, memandang punggung Gitar yang semakin menjauh.

"Gak mungkin lah, Kak. Dia kan suka sama__"

"Viola?" Marvel memotong ucapan Melody. Kemudian dia melanjutkan ucapannya. "Harusnya sebelum lo tanya ke dia, lo tanya itu ke diri lo sendiri, Mel. Gimana perasaan lo ke dia."

Setelah mengatakan itu, Marvel langsung pergi.

Melody juga masih bingung dengan perasaannya sendiri. Sejauh ini dia belum pernah merasakan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang dia dapatnya dari keluarga dan sahabatnya dia pikir sudah cukup. Ternyata, di dunia ada cinta yang harus didapat lebih dari itu.

🍁🍁🍁

"Lo ngapain balik ke sini?" tanya Viola penuh curiga. "Lebih bagus pindah ke Amerika selamanya.

Baru saja keluar kelas, Viola terkejut dengan kehadiran Zela di depan mata. Gadis itu masih memakai seragam sekolah SMA Kencana Bakti. Berita terakhir kali yang didengar Zela akan pindah sekolah ke Amerika.

Zela melipat tangan di depan dada. "Emang apa masalahnya sama lo? Orang gue ke sini juga bukan nemuin lo kok."

"Jangan bilang mau nemuin Gitar?" Tebak Viola.

"Salah ya, kalau gue mau ketemu sepupu sendiri?"

"Bagus deh, kalau lo udah mengakui Gitar sebagai sepupu lo. Itu artinya. Lo gak perlu deketin dia lagi."

Zela tersenyum kecut. "Gue tahu kenapa lo ngomong gitu. Lo masih ngarep Gitar cinta sama lo, iya kan? Dulu kemana aja? Lo sia-siain Gitar yang tulus sama lo, demi Yasa yang ternyata cuma manfaatin lo doang. Ck."

Sebenarnya ingin sekali Viola menampar Zela, tapi ia tidak ingin melakukan kekerasan di sekolah. Lagipula ia kasian pada tangannya yang mulus jika harus menampar Zela.

"Gue dulu emang salah. Tapi sekarang gak keliru lagi." Viola masih bersikap tenang. "Lagian, Gitar juga udah menemukan yang lebih baik dari gue. Makanya itu, gue minta lo jangan ganggu dia lagi ya."

Zela tersentak atas penjelasan yang dikatakn Viola. "Siapa?"

"Perlu banget ya, gue kasih tahu? Lo nantinya juga tahu sendiri."

Viola langsung melengos pergi ketika mengucapkan kalimat itu. Mengabaikan rasa kesal Zela yang mulai memucak. Gadis berambut coklat itu mengepalkan kedua tangannya.

🍁🍁🍁


"Tanya ke diri lo sendiri."

Perkataan Marvel masih tergiang sampai sekarang. Melody bertopang dagu memikirkan hal itu. Bahkan saat Kaiden menanyainya ia masih diam.

"Mel?"

"Em ... iya, Kak?" Melody tersentak. Langsung menoleh Kaiden.

"Ada pertanyaan?"

Melody memijit kepalanya, ia bingung harus menjawab apa. Perkataan Kaiden sebelumnya sama sekali tidak dia dengarkan.

Kaiden mengumpulkan anggota eskul musik angkatan kelas sepuluh dan sebelas untuk membahas lomba musik yang akan di adakan pada pertengahan tahun ini. Pertemuan ini deselenggarakan pada jam pulang sekolah. Agar tidak menganggu proses KBM yang diajarkan oleh guru. Jelas saja anak kelas dua belas tidak ikut, sebentar lagi mereka akan melaksanakan ujian.

"E ... bisa enggak, diulangi?" Melody meringis, menahan malu.

"Lo gak denger ya dari tadi? tanya Kaiden.

"Maaf, Kak," cicit Melody.

"Lo mikirin apa sih? Lagi banyak pikiran ya?" Tidak biasanya Kaiden melihat Melody seperti itu. Biasanya Melody paling semangat jika ada pembahasan tentang musik dan sesuatu yang berhubungan dengannya.

"Enggak mikirin apa-apa, kok, Kak."

"Gue kenal sama lo, Mel. Jangan diem gitu." Kaiden menghela napas, sepertinya Melody memang tidak mau cerita. "Hari ini gue kasih dispen buat lo. Masalah ini bisa kita bicarain online nanti. Gue rasa, lo bisa pulang sekarang."

"Makasih, Kak."

Daripada hadir tapi pikirannya entah kemana, Melody memutuskan untuk pulang. Dia menggendong tasnya keluar dari ruang petemuan itu. Mengabaikan sorakan murid yang lain karena iri dengannya.

Sesampai di gerbang, Melody menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari kendaraan umun yang lewat.

Tiba-tiba ponsel yang berada di tangannya bergetar. Dahi Melody mengernyit, tumpen sekali Derby meneleponnya?

Gadis itu langsung mengangkatnya. "Iya, Kak?"

"Mel, lo di mana sekarang?" tanya Derby dengan napas memburu di seberang sana.

"Di gerbang, baru aja mau pulang. Kenapa emangnya?"

"Gi-Gitar, Mel. Gitar."

"Kak Gitar kenapa?"

Melody cemas bukan main. Takut terjadi yang tidak-tidak.

"Gitar, dia ... kecelakaan, Mel."

Bagai di sambar petir, seketika Melody mematung. Napasnya memburu mendengar kabar tersebut.

"Apa?" tanya Melody, terkejut.

"Sekarang dia sedang di rawat di rumah sakit, Mel. Yang jaraknya gak jauh dari sekolah."

"Gue segera ke sana, Kak."

Melody memutus panggilannya sepihak. Dia berlari kecil untuk mencari kendaraan yang lewat.

Melody berteriak, saat ada motor yang ingin menabraknya.

"Melody?"

Melody menurunkan tangan yang menutupi wajahnya, saat orang tersebut membuka helm-nya.

"Kak Milo."

"Lo gak papa? Ada yang luka gak?"

Melody menggeleng. "Enggak, Kak."

"Syukur deh. Lo mau kemana?" tanya Milo.

"Ke rumah sakit. Kata kak Derby, Kak Gitar kecelakaan."

"Kecelakaan?" beo Milo. Derby kenapa gak kasih tau gue ya?

"Yaudah lo bareng gue yuk. Gue juga mau tau gimana keadaannya Gitar.

Melody mengangguk. Dia mengambil tempat di jok belakang motor Milo.

🍁🍁🍁

Keduanya menyusuri lorong rumah sakit. Mencari ruang di mana Gitar di rawat. Kebetulan merka bertemu dengan Derby dan Tristan.

"Derby? Tristan? Kalian gak kasih tau gue kalau Gitar kecelakaan." Milo langsung menyerbu mereka dengan pertanyaan.

"Gak sempet, Mil. Lo kan juga ada latihan basket tadi." Tristan membalas ucapan itu.

"Gitar kenapa bisa kecelakaan?" Milo bertanya-tanya.

"Pulang sekolah tadi, kita taruhan buat balapan. Pas ditikungan, ternyata ada bus. Dia mencoba menghindar, tapi malah nabrak pembatas jalan dan jatuh dari motor."

"Lagian kalian aneh-aneh. Balapan jam sepulang sekolah, di jalanan lagi." Milo mengomel.

"Kita kan, gak tau kalau kejadiannya bakal gini, Mil." Tristan menyahut.

Air mata Melody mulai luruh kala mendengar perkataan Derby itu. Hatinya seperti diremas-remas, sakit sekali mengetahui Gitar mengalami hal seperti itu.

Seperti ada sesuatu yang terjadi pada dirinya. Rasa takut kehilangan. Apakah mungkin ini yang biasa orang sebut sebagai ... cinta?

Ini adalah jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan pada dirinya sendiri. Kenapa baru menyadari ini? Kenapa baru sadar saat orang yang di sayangi terluka di dalam sana?

"Keadaannya gimana sekarang?" Melody bertanya, dia sangat cemas akan hal ini.

"Lo, bisa jenguk dia di dalam kalau mau, Mel."

Mendengar ucapan Derby, seperti lampu hijau sendiri baginya. Dia langsung masuk ke ruang pasian.

Mata Melody  memandang ke segala ruangan. Tidak ada siapapun di sana. Atau kah mungkin Gitar sedang di kamar mandi?

"Gue senang, lo peduli sama gue."

Melody membalikkan badan, saat mendengar kalimat itu.

"Kak Gitar?"

Gitar yang sedang ditatapnya kini sangat berbanding terbalik dengan apa yang dijelaskan Derby. Cowok itu berdiri tegak dihadapannya. Keadaannya terlihat baik-baik saja. Bahkan tidak ada satu luka pun yang melekat ditubuhnya.

"Lo bohong ya?" Melody kecewa, ternyata cowok itu mengerjainya.

"Kata siapa?"

"Katanya lo jatuh dari motor. Tapi lo terlihat bugar. Gak ada luka apa-apa. Jadi berita kecelakaan cuma rekayasa? Lo tega, Kak. Lo tega sama gue." Melody memukuli Gitar bertubi-tubi. "Lo bikin gue cemas tau gak?"

Salah satu Gitar memegang tangan Melody. Menghentikan aktivitas gadis itu yang memukulnya. "Gue minta maaf, Mel. Tapi gue beneran jatuh." Gitar memberi jeda. "Gue jatuh cinta sama lo, Mel. Dan gue luka. Hati gue terluka saat lihat lo sama cowok lain. Entah sejak kapan, tapi gue baru sadar sekarang."

Mata Melody mengerjap beberapa kali. Gitar baru saja mengungkapkan perasaannya? Apakah dia tidak salah dengar?

"Gue merekayasa semua ini karena gue pingin tau perasaan lo buat gue, Mel. Sama atau enggak? Tapi saat lihat lo tadi, gue melihat itu di mata lo, melihat cinta."

Melody bingung harus membalas apa ucapan Gitar, dia kembali berkomunikasi pada hatinya sendiri. Meyakinkan itu benar cinta atau bukan.

Gitar memperlihatkan sebuah benda yang ia sembunyikan dibalik punggungnya. Sebuah kotak musik yang indah.

"Kalau lo mau jadi pacar gue, lo bisa ambil kotak musik ini, Mel. Kalau nolak, lo bisa nampar gue."

Melody mendongak, menatap manik mata Gitar. Kali ini dia bisa melihatnya, melihat cinta dari laki-laki yang tulus padanya selain Kenn.

"Gu-gue. Gue gak tau mau ngomong apa," ucap Melody.

"Jawaban lo cuma satu, Mel. Yes or no?"

Melody memejamkan mata, mencoba mengikuti kata hatinya. Dari lubuk hati yang paling dalam, jujur, dia sayang pada Gitar. Matanya terbuka perlahan, melihat Gitar dengan lembut.

"Yes. I want to be your girl friend."

Ucapan Melody mempuat Gitar mengembangkan senyumnya. Apalagi ketika gadis itu menerima dengan senang hati kotak musik yang ia beli.

"Thanks, Melody. I will always love and take care."

Gitar membawa Melody dalam dekapannya.

Terkadang, takdir sungguh aneh, menjalankan skenario tanpa kita sadari. Sebuah pertemuan, bisa beujung penyatuan jika memang sesuai dengan keadaan.

Tamat

Terima kasih buat kalian yang sudah baca cerita ini. Sejauh ini aku tak berarti apa-apa tanpa kalian, para readers tercinta.

.

.

.

.

.

Prank doang genks. 😂

Sorry baru update.

Bonus pict.

Jangan lupa vote and komen ya.

Love

Dedel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top