Part 60 - Melody Gitar

Gak nyangka udah nyampe kepala enam.

Ini adalah cerita yang aku  buat lebih panjang dari sebelumnya. 😂

Maaf ya kalau kalian pikir sengaja manjang-manjangin cerita. Tapi memang sampai saat ini konflik yang sebenarnya belum kelihatan.

Sabar ya guys. And maaf kalau belum dapat feel-nya.

Play lis kamu - Eclat ~ Bentuk Cinta

Gak tahu, pokoknya lagi suka aja sama lagu itu. Mendeskripsikan aku banget.

Bacanya online ya. Soalnya banyak gambar di sini.

Happy reading.

Melody Gitar

🍁🍁🍁
Kita adalah dua sudut pandang yang berbeda, yang satukan untuk membuat eufoni musik sempurna.
🍁🍁🍁

Untuk mempersiapkan penampilan pada acara pembukaan perusahaan Zein Jullian besok. Axellez mengadakan latihan di ruang musik sekolah.

Diantara mereka berenam, Melody lah yang harus banyak berlatih. Karena gadis itu baru latihan satu hari ini saja, dan besok sudah harus menyumbangkan suaranya.

Melody memangku gitar sambil menyanyikan lagu yang akan dibawakan besok. Sesekali matanya melirik lirik lagu yang ada di buku panduan.

Lagu klasik yang sama sekali belum pernah ia nyanyikan. Melody takut tidak hafal dan malah membiat acara menjadi kacau. Axellez akan menampilkan dua lagu sekaligus, satu lagu klasik, satunya lagi modern. Karena kalangan pebisnis yang hadir banyak yang lahir di tahun 90-an.

Gitar yang sudah berlatih sejak kemarin, hanya memerhatikan Melody dari kejauhan. Bibirnya terangkat, membuat senyuman yang sulit diartikan. Tangannya terulur mengambil minuman dingin yang ada di sampingnya.

"Serius, lo undang Melody, buat tampil di acara bokap lo?" tanya Derby, sedikit berbisik, takut jika Melody dengar, karena jarak mereka tidak terlalu jauh.

"Emang kenapa?" Gitar meletakkan gelas ke meja.

"Kenapa?" beo Derby. "Ini acara bokap lo, man. Lo bilang bokap sering bandingin lo sama Melody. Kenapa lo undang dia? Dan sekarang Melody mulai terkenal oleh masyarakat luar sana. Emang lo mau, posisi lo tergeser oleh gadis itu?"

"Gue ngundang dia karena bokap yang nyuruh. Bokap mau liat langsung bakat Melody." Gitar mengalihkan pandangannya ke Derby. "Tenang aja, gue bakal buat dunia tahu, bahwa gak ada yang lebih baik dari Gitar."

"Lo mau mulai semuanya dari sana? Mau menyingkirkan dia langsung? Gak mau lo pacari dulu baru mematahkan hatinya?" tanya Derby, berturut-turun.

"Di cerita ini, gue yang akan membuat skenario sekaligus menjadi pemeran utamanya. Gue pastikan, gue yang menjadi pemenangnya. Jadi, lo tinggal duduk dan nikmati saja."

Niat Gitar untuk menyingkirkan Melody semakin kuat, saat ada orang misterius yang mengirimkannya chat yang begitu mengganggu pikirannya.

Gue pastikan, lo bakal kalah dari Melody, Gitar.

Begitu kira-kira isi pesan yang Gitar terima. Bahkan Gitar tak segan-segan membanting iphone keluaran terbaru yang baru dibelinya beberapa hari lalu.

Selama ini dia tidak pernah menganggap Melody musuh. Hanya saja egonya sulit runtuh, dan hatinya takut jika suatu hari gadis itu menggeser posisinya di dunia permusikan.

Sejak mengetahui ada orang ketiga diantara mereka, lebih tepatnya orang yang ikut campur dalam masalah mereka. Gitar bertekat untuk menyisihkan Melody, tujuannya untuk membuktikan bahwa tidak ada yang bisa mengalahkannya. Persetan dengan semua kebaikan Melody yang diberikan padanya.

Sorry, Melody. Tapi kali ini, ego gue lebih kuat.

Lamunan Gitar terhenyak saat Marvel memanggilnya untuk memulai latihan bersama.

Gitar melangkah dan duduk di sebelah Melody. Sementara itu, Derby sudah siap menmbunyikan alat musiknya.

"Lo sudah siap, Melody?" Siap yang dimaksud Gitar adalah ambigu, bermakna ganda. Satu sisi ditujukan untuk siap latihan, sisi lainnya siap disingkirkan dalam acara besok, acara yang sebenarnya bukan perlombaan sama sekali.

"Siap kok. Gue udah latihan dua-duanya. Meskipun, ada beberapa lirik yang suka kebalik-balik sih...."

"Berarti lo perlu belajar lagi," ucap Gitar. "Oke, kalau gitu kita mulai latihan lagu yang pertama. Gue rasa lo udah hafal."

Melody tersenyum. "Oke."

Gitar memberi intruksi kepada Axellez agar membunyikan alat musik dengan waktu yang bersamaan.

Gitar mulai menyanyian lagu bait pertama. Kemudian Melody bait berikutnya. Peraduan suara keduanya membuat kombonasi musik yang sempurna.

Gitar tersenyum saat Melody menatapnya. Ternyata gadis itu bisa bisa mengimbangi suaranya. Tapi itu bukan masalah bagi Gitar, dia yakin bisa lebih unggul dari Melody.

Saat bagian reff, mereka menyanyikan lagu itu secara bersamaan.

Lima menit sudah berlalu, lagu itu sudah usai mereka nyanyikan.

Prok ... prok ... prok.

Suara tepukan tangan itu berasal dari Marvel. Cowok itu yang memberi apresiasi pertama bagi keduanya.

"Bener-bener kombinasi musik yang sempurna," ucap Marvel.

"Suara lo emang bagus, Mel. Coba aja dari dulu lo gabung di sini. Pasti fans Axellez makin banyak di luar sana." Milo menimpali.

"Gue belum pernah denger yang kayak gini sebelumnya perpaduan suara kalian sama alat musik yang kita mainkan pas." Tritan ikut berpendapat.

Melody dan Gitar saling pandang, memberi senyum satu sama lain.

"Gue gak salah minta lo gabung ke sini Mel," ucap Gitar.

"Kita mau lanjut latihan lagu ke dua atau kalian mau tatap-tatapan gitu."

Sontak ucapan Derby membuat keduanya memutuskan kontak. Gitar menatap Derby yang tengah tersenyum sedikit mengejeknya.

Gitar berdehem. "Lanjut lagu kedua."

Melody mengangkat satu tangannya, membuat yang berasa si sana menoleh ke arahnya. "Gue belum terlalu hafal. Lihat lirik boleh, kan?"

"Gak papa, Mel. Yang penting pas acara besok jangan bawa contekan lirik."

Belum sempat Gitar menjawab, Derby sudah lebih dahulu membalas ucapan Melody. Nada Derby sedikit menyidir, Gitar menjadi tidak enak pada Melody.

Gitar menoleh pada Melody. "Nanti gue ajarin kalau lo lupa."

"Lagian, Mel. Waktu dulu lo aja bisa ngapalin lagu semalam. Menurut gue, lagu yang waktu itu lebih susah dari sekarang.'' Marvel memberi penyemangat. Dia tidak ingin Melody menjadi tidak percaya diri. Apalagi mendengar ucapan Derby yang seperti sindiran.

Detik berikutnya, suara musik kembali terdengar keduanya kembali bernyanyi. Melody sesekali melihat lirik lagu yang berada di tangannya karena tak hafal, tapi Gitar menutupinya dengan suara cowok itu.

Pikiran Melody tidak fokus, sampai akhirnya ia salah lirik. Gitar mengangkat tangan, menghentikan semua alat musik yang berbunyi.

Melody yang tahu ini kesalahannya menunduk lesu. "Maaf."

"Gak papa. Kayaknya kita break dulu deh." Gitar menatap Melody. "Lo cape karena udah latihan dari tadi. Rehat dulu aja."

Melody mengangguk. Dia perlu istirahat untuk memulihkan suaranya.

"Minum, Mel?" tawar Marvel.

Melody duduk dan menerima air meneral yang di beri Marvel.

"Guys, laper nih. Gue mau beli roti ke kantin. Ada yang mau nitip gak?" tawar Derby.

"Beli aja buat semuanya, Der. Entar duit lo gue ganti," ucap Gitar. Cowok itu duduk di sofa yang semula ia duduki sebelum latihan.

"Paling demen nih." Derby semringah. Jika Gitar bicara seperti itu dia mendapatkan untung.

Roti harganya gak seberapa, Gitar memberinya uang lebih. Tapi ada satu hal yang kadang membuatnya sakit hati. Gitar selalu bilang 'sisanya buat lo aja, hitung-hitung buat amal sama fakir miskin' jika Derby protes uang yang diberikanya berlebihan. Tapi karena sindiran itu, sekarang dia paling senang jika disuruh Gitar membelikan makanan, pasti dapat upah yang membuatnya dapat uang jajan tambahan.

"Gue ikut, Der, mau beli juga soalnya." Tristan berdiri dari tempatnya.

"Ayo."

Kedua orang itu pergi meninggalkan ruang musik.

Gitar hanya diam, memandang Marvel dan Melody yang tampak akrab, mereka saling mengobrol. Dia bisa melihat senyum Melody kala gadis itu berbicara pada Marvel. Entah apa yang meraka bicarakan, Gitar tidak tahu. Yang jelas bukan urusannya juga sih.

Lalu pandangannya teralihkan pada Milo yang sedang memainkan harmonika.

Gitar merasa sedikit jenuh, dia pikir bisa bermain game online sebentar di ponsel android-nya.

Namun belum sempat membuka aplikasi game online, ada notifikasi yang muncul di ponselnya. Nomor tidak dikenal itu mengiriminya pesan, lagi.

Orang yang merasa egois, dia pasti melakukan berbagai cara. Orang yang tidak bersalah pun sering dianggap musuh.

Tinggal menghitung jam lagi, Gitar. Hingga semua akan tahu, siapa yang hebat sebelumnya. Lo atau Melody.

Tangan Gitar mengepal kala membaca chat itu dalam hatinya. Sebenarnya dia masih bingung siapa orang itu sebenarnya. Sampai sekarang ia belum mendapatkan titik terang.

Tapi Gitar yakin orang itu akan datang dia acara ayahnya besok. Tak masalah, Gitar bisa menunjukkan kepada orang itu bila dia mampu.

Pandangan Gitar kembali tertuju pada Melody. Gadis itu sedang tertawa bersama Marvel.

Awalnya Gitar sempat mengira jika orang itu Melody, tapi tidak mungkin. Atau saja orang terdekat Melody, setahu Gitar orang terdekat Melody itu Kenn. Dia saja jarang bertegur sapa atau bertemu dengan cowok blasteran itu.

Satu hal yang Gitar tahu. Orang itu kenal dirinya dan juga Melody.

🍁🍁🍁

Pulang sekolah, Gitar menghampiri Viola, mengajak gadis itu pulang bersama.

"Lo besok dateng ke acara bokap gue, kan, Vi?" tanya Gitar, fokusnya masih mengendarai mobilnya.

"Iyalah. Kan Om Zein udah anggap gue kayak anaknya sendiri. Masa gak hadir, kan Gak enak."

Viola melihat sesuatu yang menatik perhatiannya. Tangannya terulur menyentuh tangan Gitar. "Lo pakai gelang? Sejak kapan?"

"Sejak dua hari yang lalu. Kenapa, gak cocok ya sama gue?"

"Cocok kok," ucap Viola apa adanya. "Lo beli gelang kok gue gak dibeliin."

"Ini dikasih Melody, Vi." Sesekali Gitar melirik Viola. "Lo suka gelangnya?"

"Suka. Tapi gue tahu lo gak mungkin ngasih pemberian orang ke orang lain. Lo itu sangat menghargai barang  pemberian orang, lo akan menjaga barang tersebut. Kecuali ... dari Zela." Viola ingat betul tentang hal itu.

Gitar tersenyum simpul, dari sulu Viola paling tahu tentangnya. "Kalau suka gue bisa beliin."

"Gak perlu, Gitar." Viola menolak secara halus. "Gak seharusnya lo lakuin itu biar buat gue bahagia. Lo selama ini baik ke gue. Gue selalu jahat sama lo, ngasih harapan-harapan yang gak pernah bisa gue wujudkan. Bahkan, walau tersakiti pun, lo selalu ada di sisi gue saat gue sedih."

"Gue sayang sama lo, Vi. Apapun yang terjadi, gue akan ada buat lo."

Viola tahu Gitar belum sepenuhnya bisa melupakannya. Apalagi saat ia menyinggung tentang masalalu. "Gue harap, nantinya lo dapat orang yang tepat, yang bisa balas perasaan lo."

"Lo juga." Rasa sayang Gitar ke Viola tak akan pernah lenyap. Tapi Gitar memang harus mencari orang yang cocok dengannya. Baik dan nyaman belum tentu cocok untuk dijadikan pasangan. Bisa saja hanya sebatas teman dalam kebahagian maupun kesedihan.

"Besok, lo bisa jemput gue nggak?" Untuk pertama kalinya, Viola meminta sesuatu. Biasanya Gitar sendiri yang inisiatif menawarkan hal itu.

''Sorry, Vi. Besok gue harus jemput Melody soalnya."

"Oh, yaudah, gak papa." Memang dari awal Viola tak usah membebani Gitar. Dia harus bisa sedikit menjauh agar Gitar bisa menganggapnya teman pada umumnya, bukan dengan perasaan, tapi kekeluargaan. "Gue bisa pesen taksi online."

"Nyokap bokap lo?"

"Mereka udah seminggu ini gak di rumah. Ngurus bisnis yang ada di Singapura."

Gitar mengangguk. "Gue minta tolong Marvel aja biat jemput lo."

"Gak usah, Gi. Gue gak mau ngerepotin dia."

"Gak papa. Marvel baik kok orangnya."

"Tau. Tapi kan__"

"Bawel."

Viola diam. Dia mengalihkan pandangannya ke kaca. Sementara Gitar menyetir dengan geleng-geleng kepala. Cewek itu jika sudah dilontarkan dengan perkataan itu pasti langsung diam. Meskipun tahu hatinya kesal.

🍁🍁🍁

Malam ini Melody masih terus berlatih lagu yang akan di nyanyikannya besok. Gitar yang dipetiknya sebagai pengiring nyanyian sang disuarakannya.

Melody meletakkan gitarnya ke ranjang. Merasa sudah cukup latihan.

"Gue pastikan, kalau gue bisa. Biar gue tunjukin ke si peneror itu kalau gue mampu." Yakin Melody pada dirinya sendiri.

"Heran. Masih ada aja orang yang syirik sama orang lain. Salah gue ke mereka apa sih sampai-sampai ngirim pesan misterius itu?"

Melody terlonjak kaget, saat Mendengar suara dari balkonnya.

"Jangan-jangan itu ...."

Segara Melody turun dari ranjang. Membawa sapu dan bersembunyi di balik jendela. Melody takut jika orang itu adalah si peneror, mungkin dia marah karena Melody mengganti nomornya sehingga dia tidak bisa menghubunginya lagi.

Bruk ... bruk ... bruk.

Melody menjauhkan tubuhnya saat orang yang dipukulinya meringis dan meminta ampun padanya. Terkejut saat tahu jika dia adalah....

"Kenn?"

"Ngapain sih, Mel, mukulin gue? Sakit tahu." Kenn menggosok-gosok kepalanya yang terasa nyeri.

"Habisnya lo masuk lewat jendela sih. Kan gue takut."

"Duh .... Gue ke sini bawa ini nih." Kenn menunjukkan paper bag yang dibawanya. "Kata Willona lo pinjam high heals sama peralatan make up buat besok. Jadi dia nitipin ini ke gue."

"Kok gak lewat pintu sih, Kenn? Kayak maling aja lewat jendela."

"Biarin. Suka-suka gue dong. Lagian mana ada maling di tetangga kompleks sendiri."

"Ada kok. Di tivi." Melody menyengir.

"Kebanyakan nonton sinetron lo." Kenn lalu duduk di sofa.

"Lo besok mau datenģ?" tanya Melody. Biasanya Kenn tidak suka acara begitu. Diundang ke acara pembukaan perusahaan baru ayahnya yang di LA saja tidak mau.

"Iya. Sekalian mewakili bokap."

"Willona mau lo ajak?"

"Iyalah. Kalau enggak dia ngambek. Gak bisa lihat perfom si alat musik."

Kenn melihat raut wajah Melody yang tiba-tiba berubah. "Why?"

"Gue jadi rindu Kak Cinta. Dulu kan, gue sering banget lihatin dia perfom."

"Kalau lo rindu, lo bisa peluk gue, kan sekarang gue kakak lo."

Ucapan Kenn itu membuat Melody tersenyum. Dia beruntung kenal orang sebaik Kenn.

Kenn menghampiri Melody yang berada di ranjang. Cowok itu mengelus lembut rambut Melody.

Sampai kapan pun gue selalu cinta sama lo, Mel. Sebagai Kakak, sahabat, dan tetangga. Gue bakal dukung setiap langkah lo. Karena lo juga, sekarang gue sudah menemukan orang yang benar cinta sama gue.

TBC

Sorry typo.

2k panjang lah ya.

Bonus pict

Hayo... kira-kira siapa yang mengirimkan chat misterius ke Melody dan Gitar? Apakah yang mengirimkan itu ke mereka orang sama atau berbeda?

Ayo tebak.

Vote dan komennya jangan lupa. Biar aku cepet update part selanjutnya. Kalau ada waktu luang tapi ya.

Love

Dedel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top