Part 6 - Melindungi
Selamat membaca Love Is Musik part 6 || Melindungi
Willona Estelle
🍁🍁🍁
Cewek itu lemah, karena dia butuh cowok yang kuat untuk menjaga dan melindunginya.
🍁🍁
"Terus kalau lo jago bela diri gue harus takut sama lo, gitu?"
Melody makin menantang, hal itu semakin membuat Zela kesal. "Dasar adek kelas gak tau diri."
Pintu toilet terbuka, menampakkan seorang gadis yang baru saja masuk. Zela yang tadinya hendak mendorong Melody, namun ia mengurungkan niatnya. Takut jika yang masuk adalah petugas kebersihan ataupun guru BK.
"Ada apa ini?!" Viola terkejut saat pemandangan yang pertama ia lihat di dalam toilet adalah Zela dan Melody. Gadis itu menjadi takut, jika tadinya Zela ingin memperlakukan hal yang buruk pada Melody.
Viola mendekat, gadis itu menoleh pada Melody. "Mel, lo diapain sama Zela?" tanya Viola cemas.
Walaupun sebenarnya Viola masih sedikit kesal dengan sikap Melody kemarin, tapi gadis itu tidak tega jika Melody berurusan dengan Zela. Dia tau persis jika Zela bisa berbuat nekat kepada orang yang mengetahui suatu rahasianya.
"Gue gak sengaja mergokin dia merokok di salah satu bilik toilet," jelas Melody tanpa memedulikan tatapan tajam Zela padanya. "Terus dia ngancem gue kalau gue berani laporin dia ke guru BK." Melody melanjutkan perkataannya. Hal itu sungguh membuat Zela semakin geram.
Meskipun sebenarnya Zela tahu jika Viola pasti akan mencurigainya, tapi dia tak ingin Viola tahu apa yang ia lakukan hari ini. Zela tidak mau jika akhirnya Viola mengadukan ulahnya pada Gitar dan papanya. Dia takut jika Gitar makin menjauh dari jangkauannya. Dan takut jika namanya akan tercoret dari kartu keluarga.
"Lo gila, Zel!" Viola tak habis pikir dengan tingkah wanita ular itu. "Gue bakal laporin ini ke Gitar," ancamnya.
"Oh, mentang-mentang lo cewek yang disukai Gitar, terus Gitar percaya dengan semua ucapan lo?!"
"Jelas Gitar percaya, karena dia tau persis sifat lo sebagai sepupunya."
"Oh, jadi lo sepupunya Kak Gitar?" sahut Melody. Membuat keduanya kompak menatapnya.
"Iya. Kenapa? Lo gak percaya kalo gue sepupunya Gitar?" sewot Zela.
"Mana mungkin dia percaya, Zel. Gak ada yang namanya sepupu suka sama sepupunya sendiri."
"Lo ngomong kaya gitu karena lo takut Gitar berpaling dari lo, kan?"
Viola menggeleng, apa yang dituduhkan Zela padanya itu tidak benar. "Bukan gitu, Zel."
Kali ini Melody mengetahui kebenaran, jika ternyata gadis yang merokok itu merupakan sepupu vokalis band Axellez yang mencintai sang vokalis. Dan sebenarnya benar jika sang vokalis menyukai Viola. Sungguh percintaan yang rumit. Melody tidak bisa membayangkan hal itu. Jujur, selama 16 tahun lebih ia hidup di dunia, tak pernah sama sekali ia berpacaran.
"Alah gak usah ngeles deh lo. Gue tau lo itu cewek licik. Gue heran aja kenapa hampir semua cowok suka sama lo. Lo pakek pelet apa, heh?!" Zela mendorong Viola. Hampir membuat Viola jatuh jika gadis itu tidak bisa menjaga keseimbangan.
''Jangan fitnah lo, Zel. Apa yang lo tuduhkan ke gue sama sekali gak bener!"
"Alah blushit." umpat Zela. "Gue gak percaya sama lo mantan sahabat."
Dengan sigap Viola menahan tangan Zela yang melayang ingin menamparnya. Gadis itu menghempaskan lengan Zela dengan dengan kasar. "Gak usah main tangan bisa gak, sih?!"
"Gak! kalo buat lo!"
Tangan Zela terulur menjambak rambut panjang Viola. Membuat gadis itu meringis kesakitan. Gadis itu terus meronta meminta lepas, namun Zela mengabaikan ucapannya. Satu-satunya cara adalah dengan membalas jambakan Zela. Terjadi jambak-jambakan hebat antara keduanya.
Melody yang ikut andil melihat itu merasa geram sendiri. Dia bingung harus berbuat apa. Ia berusaha menghentikan keduanya.
"Udah stop!"
Melody mencoba melepaskan tangan Zela yang menjambak rambut Viola. Tapi naasnya dia terdorong dan jatuh tersungkur ke lantai. Parahnya lagi, keningnya terbentur tembok pembatas.
"Melody!" teriak Viola keras. Gadis itu menghampiri Melody setelah berhasil Melepaskan diri dari Zela.
"Mel," panggilnya. Ia membantu Melody. Alangkah terkejutnya saat mengetahui kening Melody berdarah akibat benturan yang lumayan keras. Viola menyandarkan kepala Melody pada pahanya. Tangannya menepuk-nepuk ringan pipi gadis itu. "Lo gak papa Mel?" tanyanya cemas.
Melody memegang keningnya sendiri. Dia terkejut saat mengetahui keningnya berdarah. Melody memegang kepalanya yang terasa perih dan pening.
"Pusing." Melody berucap lirih. Tiba-tiba pandangannya mengabur. Semuanya menjadi gelap.
"Mel, bangun, Mel." Viola sungguh cemas. Tak henti-hentinya ia memanggil-manggil nama Melody seraya menepuk-nepuk pipi gadis itu. Namun gadis itu tak kunjung membuka matanya.
Seketika Viola mendongak pada Zela yang diam mematung menatapnya. "Ini semua gara-gara lo!"
"What? Gara-gara gue? Kalau lo gak ikut campur urusan gue sama dia, semua ini gak bakal terjadi!" Zela tidak mengakui kesalahannya. Zela menampangkan watados-nya.
Viola geleng-geleng pelan. Penuturan Zela barusan membuatnya tambah heran. Apakah sama sekali gadis itu tidak mempunyai peri kemanusiaan? Sampai-sampai ia sama sekali tak berniat membantu Viola menolong Melody. Padahal Melody jatuh pingsan akibat dorongan Zela yang cukup keras. "Gue benci lo, Zela!"
"Gue tambah benci sama lo, Vi!"
Pintu toilet terbuka. Seseorang baru saja masuk. Orang itu sudah mendengar keributan dari luar. Saat masuk kedalam pun ia cukup terkejut. "Kenapa ini?"
Gitar menoleh pada Viola yang mengunakan pahanya sebagai sandaran Melody. Tentu saja Gitar masih mengingat jelas tentang gadis itu, gadis yang sempat membuat mood-nya tak baik.
"Vi, lo gak papa?" Gitar melihat rambut Viola yang acak-acakkan. "Lo diapain sama Zela?"
Viola menggeleng. "Gue gak papa, Gi. Tapi Melody, gadis ini keningnya berdarah. Dan ini semua karena ulah Zela!"
Gitar pun baru menyadari jika kening Melody berdarah. Ck, sungguh gadis yang malang. Kenapa dia harus berurusan dengan sepupunya yang gila itu?
"Gak usah fitnah lo. Gue gak sengaja dorong dia." Zela mengelak. "Lagian dia ngapain ikut-ikutan coba?"
"Dia kayak gitu karena mau menengahi perkelahian kita. Kalau aja lo gak main tangan, aksi jambak-jambakkan tadi gak bakal terjadi!"
"Apa! Lo jambak Viola tadi, Zel?!" tanya Gitar murka. "Gila lo ya!"
Zela tersenyum kecut. "Kenapa sih, lo selalu belain Viola terus?"
''Karena emang lo yang salah, Zel. Gue heran deh sama pikiran lo. Kenapa yang ada di otak lo cuma obsesi memiliki gue?!"
"Karena gue memang cinta sama lo, Gi."
"Itu bukan cinta, Zel. Tapi obsesi!" tegas Gitar sekali lagi.
"Gitar, mendingan lo sekarang bantuin gue deh. Gak usah ngeladenin Zela yang hanya buang-buang waktu aja." ujar Viola. Dia tak ingin membiarkan Melody pingsan terlalu lama. Gadis itu harus segera mendapatkan pertolongan pertama. Karena darah di keningnya sudah ada yang mengering sebab dibiarkan terlalu lama.
Gitar langsung menghampiri Viola.
"Turus mau diapain nih cewek?" tanya Gitar sembari mengamati tubuh Melody yang tak sadarkan diri.
"Ya di bawa ke UKS lah, Gi. Lo gendong dia ya," pinta Viola.
Ucapan Viola barusan membuat Gitar Melongo. Bagaimana bisa cowok itu harus menggendong gadis yang membuatnya kesal itu?
"Kasian dia, Gi. Ini semua juga karena gue. Lo lupain masalah lo sama dia. Pikirin keselamatannya, Gi. Sesama manusia harus saling membantu."
Untuk pertama kalinya Gitar mendengar Viola memohon kepadanya. Cowok itu membungkuk, mengambil alih badan Melody yang berada di pangkuan Viola, lalu menggendongnya.
Ternyata nih cewek berat juga ya.
"Ayo, Gi. Kita bawa dia ke UKS."
Mereka melangkah meninggalkan toilet. Sebelum benar-benar pergi, Gitar dan Viola melirik Zela dengan tatapan tajam. Lalu melanjutkan langkah masing-masing.
Sepanjang perjalanan di koridor, beberapa orang yang melihat kejadian itu dibuat terkejut. Untuk pertama kalinya mereka melihat Gitar menggendong perempuan selain Viola.
Tak peduli dengan bisikan mereka, Gitar tetap berjalan tergesa diikuti Viola di belakangnya.
Sesampai di UKS, Gitar merebahkan tubuh Melody di ranjang. Beberapa petugas UKS mengobati gadis itu. Berharap gadis itu membuka matanya.
Gitar menenangkan Viola yang tampak cemas. Bahkan ia menenangkan Viola dengan mengatakan bahwa gadis itu akan baik-baik saja. Semoga saja luka di keningnya tidak terlalu parah.
"Heran deh. Anak UKS kok bisa pingsan?"
"Namanya juga musibah, Gi. Dan gue ikut andil dalam hal ini." Viola menimpali.
"Padahal gadis itu gak deket sama gue. Kok dia bisa-bisanya kena amukan Zela?"
Biasanya orang-orang yang berada di sekitar Gitar merupakan korban kata-kata kasar serta fitnah dari Zela. Namun Gitar hanya mengetahui gadis itu. Bukan benar-benar kenal, lalu kenapa dia bisa kena masalah yang dibuat oleh Zela?
Viola menjelaskan semuanya. Dari awal dia masuk ke toilet, lalu disaat Melody menceritakan bahwa Zela merokok di toilet. Sampai akhirnya Melody terbentur yembok akibat dorongan Zela.
''Emang gila tuh anak." Gitar geleng-geleng sembari memikirkan perkataan Viola barusan.
Pintu UKS terbuka, menampakkan Kenn dan Willona yang baru saja masuk. Wajah mereka berdua terlihat cemas. Melihat Melody yang tak sadarkan diri dengan kening yang di perban.
Viola sudah memberi tahu mereka jika Melody masuk UKS. Bahkan dia juga memberi tahu guru pada jam pelajaran di kelas 11 IPA 4 jika salah satu murid didiknya pingsan.
"Melody kok bisa pingsan, sih?"
Padahal sebelumnya Viola sudah menjelaskan kepada Kenn dan Willona tentang kejadian sebenarnya di toilet. Namun Kenn mengulang pertanyaan yang sama. Cowok itu benar-benar cemas terhadap Melody. Sebagai abang angkat dia gagal Melindungi adiknya itu.
"Yaitu karena cewek lo lemah." Gitar menimpali.
"Dia bukan cewek gue."
"Entah lo ada hubungan apa sama cewek itu. Seharusnya lo jagain cewek lemah itu. Masak anak UKS pingsan. Lemah banget sih," sindir Gitar, membuat Kenn makin geram.
"Enak aja lo ngatain Melody lemah. Dia itu cewek kuat."
"Oh ya? Bukannya semua cewek itu lemah?"
Perkataan Gitar barusan membuat Willona sedikit kesal. Dia paling tidak suka jika ada cowok yang bilang cewek itu lemah. Walaupun sebenarnya dia sangat kagum pada Gitar. Tapi untuk kali ini tidak.
"Cewek itu lemah, karena dia butuh cowok yang kuat untuk menjaga dan melindunginya." Willona menimpali.
Kenn menatap Willona."Lo ngode gue ya, Will?"
"Idih, amit-amit. Siapa yang suka sama lo?" ujar Willona dengan kilat.
"Perasaan gue gak ngomong kalau lo suka sama gue deh. Atau jangan-jangan, lo bener suka gue ya, Will?" selidik Kenn.
Willona menampakkan raut wajah kesal. ''Gak sudi gue suka sama lo, Kenn! Kaya gak ada cowok yang lain aja."
"Tapi memang gak ada cowok yang mau sama lo, kan?"
Tangan Willona mengepal, jika saja dia tidak tahi situasi, pasti dia sudah memukul otak Kenn yang gesrek dari tadi.
TBC
Sorry typo. Males baca ulang soalnya.
Maaf jika di part ini kurang dapet feelnya. Author maksain banget nulisnya. Soalnya gak ada waktu. Waktunya sudah terbagi buat di sekolah sama ngerjain tugas rumah. Jangan bosan-bosan baca cerita ini.
Love You Readers.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top