Part 55 - Melody Cinta

Welcome to part 55 Love Is Music.

Jangan bosen-bosen ya baca cerita ini.

Happy Reading.

🍁🍁🍁
Semesta mempertemukan kita dengan cara yang berbeda. Musik menjadi media perantaranya.

🍁🍁🍁

(❤"_"❤)


Gitar mengajarkan Melody bermain musik di ruang auditorium. Ruangan itu sepi karena tidak ada acara penting di sekolah.

Menurut Gitar. Melody harus belajar di tempat yang hening untuk berkonsentrasi. Jika di ruang musik tentu saja belajar gitarnya akan bertabrakan dengan anak yang mengikuti eskul musik.

"Serius, latihannya di sini?" tanya Melody.

"Iya. Kalau di sana lo pasti kebrisikan sama yang lain. Nanti kalau udah bisa baru, lo gabung sama mereka."

Melody mengambil tempat di samping Gitar. Gadis itu memangku gitarnya, gitar yang ia pinjam dari ruang musik sekolah.

"Lo gak bawa gitar juga? Kan katanya mau ngajarin gue?" tanya Melody.

"Gitar kan nama gue, jadi secara langsung udah gue bawa ke mana-mana." Gitar melihat raut bungung dari Melody. Sepertinya gadis itu tidak terhibur dengan bercandaannya. "Selera humor lo rendah banget sih," ucapnya sedikit mengejek.

"Gue ngajarin lo pakek satu gitar cukup. Lo yang main, gue yang ngajarin," lanjut Gitar.

"Latihannya dari nada dasar dulu ya? Do=C."

Melody mengangguk. Dia mulai menempatkan jari-jarinya. Ketika dipetik senar gitar itu, nada yang keluar jauh sekali dengan apa yang Melody harapkan.

Melody menghentikan. Menatap Gitar sedu. "Gue gak bisa. Susah."

"Belum belajar aja udah nyerah." Nada bicara Gitar seperti mengejek dan menyemangati dalam waktu bersamaan.

"Dulu udah pernah belajar." Bayangan lima tahun terlintas dipikiran Melody. Saat Cinta dengan sabar melatihnya. "Sekarang udah enggak. Enakan belajar piano ternyata."

Sebenarnya dulu Melody pernah belajar gitar. Namun sekarang dia sudah lupa. Semenjak kematian Cinta, dia sudah tidak pernah menyentuh alat musik itu lagi.

"Itu karena lo bisanya cuma piano. Kalau lo bisa gitar, ucapannya pasti sama." Tentu saja Gitar mengatakan itu, karena hampir alat musik modern bisa ia mainkan.

Melody menghela napas perlahan. Ternyata latihan ini lebih susah dari apa yang dia bayangkan.

"Dasarnya dulu yang harus dilatih. Kalau udah bisa baru coba nada lagu," ucap Gitar.

Cowok itu berdiri di belakang Melody. Tubuhnya semakin merepat, membuat Melody semakin bingung.

"Gue gak bakal macem-macem sama lo, kok. Gak usah tegang." Gitar seakan tahu apa yang berada di benak Melody.

Tangan Gitar menempatkan jari-jari Melody pada gitar. "Coba mulai lagi." Gitar lalu memberi jarak bagi mereka.

Melody mulai memetik kembali gitarnya. Tak selang lama ia lembali berhenti. "Susah kalau pindah dari not satu ke yang lain."

"Memang susah. Sama kayak pindah dari hati satu ke hati yang lain." Gitar menimpali. Dia kembali duduk.

"Curhat masnya?" ledek Melody.

"Enggak. Sini gitarnya. Gue mau lo liat gue dulu. Baru setelah itu coba sendiri."

Melody menyerahkan gitar itu pada Gitar. Dia melihat cowok yang berada di sebelahnya. Melody melihat seksama bagaimana cowok itu memetik senar-senar alat musik itu sehingga menghasilkan nada yang indah.

Cara permainan musik Gitar mengingatkan Melody tentang Cinta. Dulu, kakaknya lah orang pertama yang mengajarkannya tentang musik. Mengajari dengan sabar.

Kak Gitar jago banget mainnya. Sama persis kayak kak Cinta, benar-benar dari hati.

Melody akui, Gitar memang mahir bermain gitar. Pantasan saja nama mereka sama. Saat memainkan alat musik seperti ini, wajah Gitar jauh lebih tampan. Itulah yang ada dipikiran Melody saat ini.

Gitar menghentikan aktivitasnya. Melihat Melody yang juga menatapnya. "Gitu caranya."

"Mudah. Liatin permainan lo maksudnya. Coba sendiri agak susah." Melody menerima kembali gitar yang diserahkan Gitar. "Gue coba lagi deh."

Lalu, terdengar petikan gitar. Melodi yang dimainkan Melody terdengar lembut. Jari-jari Melody terus bergerak, menciptakan nada-nada yang indah.

Mata Gitar tidak pernah lepas memandangi wajah Melody. Wajah kegigihan gadis itu memainkan alat musik.

Dari deket, sebenernya lo itu cantik sih, Mel.

Sadar atau tidak, baru saja Gitar telah memuji Melody. Menurut Gitar, Melody terlihat lebih manis daripada Viola.

Melody tersenyum bahagia ketika usahanya berhasil. Dia melirik Gitar. "Berhasil."

"Jangan seneng dulu, itu baru nada dasarnya aja." Gitar berdehem, lalu melanjutkan perkataannya. "Coba deh, lo mainin lirik lagu yang waktu itu lo nyanyiin di festival musik."

"Hah? Mana bisa?"

"Coba dulu. Lo lebiasaan deh. Gak percaya dirì sebelum mencobanya sendiri."

Melody mendengus. "Oke. Tapi jangan diketawain kalau jelek ya?"

"Enggak. Palingan cuma gue kekehin."

"Ish." Melody kembali mendengus mendengar jawaban Gitar.

Kemudian jemarinya kembali bergerak. Membentuk irama dari lirik yang dinyanyikannya pada acara festival musik itu. Bahkan Melody ikut menyuarakan vokalnya ketika petikan itu berhasil menghasilkan nada.

Gitar tak segan-segan ikut berlagu. Ikut terbawa suasana ketika Melody menyanyikan lagu tersebut. Di ruang itupula menjadi saksi bisu dua remaja bernyanyi bersama, saling pandang, dan tersenyum.

🍁🍁🍁

Melody berjalan menuju halte. Menunggu kendaraan umum yang lewat.

Bel sekolah sudah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Dan di sekolah tinggal anak yang mengikuti eskul saja. Jadi untuk mencari tebengan itu susah. Melody tidak ingin merepotkan Kenn ataupun orang rumah jika mengabari mereka untuk menjemputnya.

Sebuah motor menghalang jalan Melody secara tiba-tiba. Membuat langkahnya terhenti.

Cowok itu membuka helm, dan turun dari motor.

"Kak Gitar." Kegugupan tiba-tiba melanda Melody.

Gitar berada dihadapannya. "Pulang bareng gue yuk."

"Gak usah, Kak."

Melody menyerong, mencari jalan lain. Tapi kaki Gitar menghadangnya.

"Kemaren gue nawarin lo pulang lo milih bareng Kaiden. Sekarang ditawarin lagi malah nolak." Gitar sepertinya kecewa. "Jangan nolak rezeki loh, Mel."

Melody menatap Gitar dengan bingung. Penolakkannya tadi seperti membuat cowok itu tidak dihargai.

"Di sini udah sepi. Anak-anak udah pada balik dari tadi. Cari angkutan umum juga susah," ucap Gitar sambil menelik keadaan sekitar. "Mending lo ikut gue lah."

Akhirnya Melody mengangguk.

"Maksudnya apa nih?" tanya Gitar.

"Iya. Gue mau pulang bareng lo."

Senyum Gitar melebar kala mendengar itu. Segera ia berikan satu helm ke Melody.

"Naik," ucap Gitar setelah menduduki motornya.

Melody tampak ragu, membuat Gitar menoleh ke arahnya. "Apa lagi sih?" tanya Gitar.

"Gue...e...."

Gitar paham ketika Melody melihat roknya. Dia tau, tidak mungkin Melody naik motornya dengan memakai rok sekolah yang di atas lutut itu. Nanti pahanya terumbar. Apalagi motor Gitar itu ninja.

Gitar menstandarkan motornya. Dilepaslah jaket yang meliliti tubuhnya. Kedua lengan jaket itu ia talikan pada pinggang Melody.

"Dah. Beres. Sekarang gak ada alasan lagi kan?"

Melody tersenyum kecil. Melihat perhatian Gitar padanya. Kemudian dia naik di jok motor belakang motor Gitar.

"Tuan putri, pegangannya. Pangeran akan mengantarkanmu pulang ke Istana," ucap Gitar.

"Apaan sih. Gak jelas deh." Melody merasa terhibur dengan ucapan Gitar itu.

Setelah memberi pukulan kecil pada punggung cowok itu, Melody terang-terangan melingkarkan tangannya pada perut Gitar yang membuat cowok itu tersenyum.

🍁🍁🍁

"Makasih ya, Kak. Tebengannya," ucap Melody setelah turun dari motor Gitar.

Mereka sudah sampai di halaman rumah Melody beberapa detik yang lalu.

"Kenapa harus terima kasih? Kan gue yang ngajakin lo."

"Ya... tetep aja. Kan bensin lo berkurang gara-gara nganterin gue. Apalagi sebenernya rumah kita beda arah."

"Bensin doang mah, gak bakal bikin gue bangkrut."

"Iya deh iya." Melody berdehem. "Lo gak mau mampir?"  tawar Melody basa-basi.

Gitar melihat arloji yang berada di pergelangan tangannya. "Udah sore nih. Gue harus pulang. Next time ya."

Melody mengangguk pelan. "Eh, ini jaket lo gue cuci ya?" Melody melepas jaket Gitar yang melingkar di pinggangnya.

"Repot-repot amat. Gak dicuci ya gak papa. Lagian, lo makenya cuma sebentar."

"Tetep aja kepakai sama gue. Besok gue balikin kalau udah kering."

"Terserah lo." Gitar akhirnya mengalah dengan sikap keras kepala Melody. Gadis itu ingin bertanggung jawab membersihkan jaket yang ia pinjami. Padahal sebelum Melody pakai, jaket itu sudah dahulu melekat di tubuhnya. "Gue balik ya."

Melody tersenyum, lalu mengangguk. "Hati-hati!"

Gitar mengacungkan jempol sebagai jawaban. Setelah menghidupkan mesin motornya, kendaraan itu melaju meninggalkan halaman rumah Melody.

"Dia kadang baik, kadang menyebalkan. Aneh."

Melody berdecak, dia masuk ke dalam rumah.

Hari semakin petang, sinar matahari telah tergantikan sinar rembulan.

Melody melangkahkan kakinya ke gudang. Ruangan itu sudah ia bersihkan beberapa hari lalu bersama ayah dan bundanya. Jadi tidak terlalu berantakan.

Beberapa alat musik yang berada di sana sudah tersusun rapih. Matanya menelik pada dua buah gitar dengan warna yang berbeda yang berada di atas meja. Tangan Melody terulur mengambil gitar kakaknya. Gitar coklat tua yang pertama dipegangnya.

"Warna ini favorit gue. Tapi sayang, salah satu senarnya putus." Melody tersenyum kecut.

Tangannya mengambil gitar yang satunya, warna coklat muda. Dia ingat sekali jika itu gitar yang dibawa kakaknya ketika ingin mengikuti lomba musik Internasional di Inggris. Gitar terakhir sebelum kakaknya pergi meninggalkan keluarganya.

Melody mengelap debu gitar itu dengan tisu. Walaupun sudah ia bersihlan kemarin, tapi masih aja ada beberapa debu yang menempel.

"Semoga yang ini masih bisa berfungsi. Gue juga harus latihan di rumah. Gak melulu di sekolah, pinjem gitar di ruang musik."

Melody duduk di kursi kayu yang terletak di sana. Melody memangku gitar itu. Senyum tipis menghiasi wajahnya kala ingin mempraktekkan kembali yang telah diajarkan oleh Gitar tadi.

Jreng....

Petikan gitar itu terdengar aneh di pendengaran Melody. Ada beberapa senar yang bila dipetik menghasilkan nada yang berubah.

Nada pertama bagus, ketika pindah ke senar yang lain nadanya berbeda.

"Eror kali ya? Maklum sih, udah lima tahun dibiarin. Padahal kan masih bagus." Bibir Melody mengerucut. Sepertinya untuk belajar gitar di rumah gagal.

Mendesah kecewa, Melody kembali ke kamarnya. Duduk bertopang dagu, memikirkan bagaimana caranya dia bisa berlatih.

"Apa gue beli aja ya? Siapa tau ada yang murah."

Melody mengambil laptop. Gadis itu mengetikkan pencarian gitar murah di google. Namun harganya sangat fantastis.

Dia mencoba membuka toko belanja online yang cukup terkenal di Indonesia. Ada gitar yang menjadi incarannya. Saat dilihat, harganya memang di bawah pencarian yang awal. Tapi tetap saja, kantongnya tidak memenuhi.

"Tabungan gue gak cukup lagi."

Kekecewaan Melody semakin bertambah jadinya. "Gue gak mungkin minta uang sama Ayah. Apa gue beli gitar bekas aja ya? Eh, kebanyakan gitar bekas gampang rusak juga."

"Melody, makan dulu, Nak. Dari pulang sekolah belum makan loh...!"

Teriakan bundanya membuat Melody segera menutup laptopnya. "Iya, Bun."

Hilda mengambilkan nasi dan lauk kepada Melody yang baru saja bergabung. "Makan yang banyak, entar magh-mu kambuh loh."

Melody tersenyum tipis, menerima piring yang disodorkan padanya.

"Dy, gimana, kamu betah ikut eskul band itu?" tanya Heri, di sela-sela aktivitas makannya.

"Betah, Yah. Respon mereka baik semua ke Ody." Melody kembali menikmati makanannya.

"Syukurlah kalau gitu. Berarti Ayah gak salah ambil keputisan buat kamu."

Melody melirik Heri sekilas. Tangannya masih mengaduk-aduk makanannya.

"Kenapa? Masakan Bunda gak enak ya?" tanya Hilda. Memperhatikan anaknya yang sedari tadi mengaduk-aduk makanannya setelah makan suapan pertama.

"Enggak, Bun. Masakan Bunda enak kok."

"Terus mukanya kenapa cemberut gitu? Ada masalah? Cerita sama Bunda."

Heri pun segera mengalihkan pandangannya ke Melody setelah Hilda mengatakan itu, seolah dia memberikan pertanyaan yang sama.

"Enggak. Cuma lagi banyak tugas sekolah aja," kilah Melody.

"Ikut eskul band nggak ganggu waktu belajarmu kan? Kalau ganggu lebih baik kamu keluar." Heri bukannya tidak mendukung anaknya. Dia hanya khawatir Melody sakit karena memikirkan hal yang double. Belajar pelajaran dan belajar musik.

"Sama sekali gak ganggu, Yah. Ody malahan seneng gabung di sana. Dapat pengalaman baru juga."

Seusai makan malam, Melody kembali ke kamar. Melody merebahkan badannya ke ranjang, matanya menatap langit-langit kamar.

"Gimana ya, caranya biar gue bisa punya gitar?"

"Eh, alat musik gitu, kan bisa dibenerin. Mending diperbaiki aja kali ya biar gak keluar biaya banyak? Kan lumayan duitnya bisa gue tabung buat beli earphone."

Melody mengubah posisinya menjadi duduk. "Kayaknya gue tau, siapa orang yang bisa bantu gue."

Melody mengambil ponselnya dan mencari kontak yang akan dikurimkan pesan olehnya.

Kak kaiden

P

P

P

P

Kak, lo tau tempat yang bisa benerin alat musik gak?

Plis bales, gue butuh nih. 🙏🙏

Melody mengunggunya lima menit, sepuluh menit, dan bahkan sampai lima belas menit pun tidak ada tanda-randa balasan dari sang penerima. Jangankan balasan, pesannya dibaca saja tidak.

"Kak Iden of terus sih." Melody mendengus.

Gadis itu kembali merebahkan badannya. Menarik selimut untuk membungkus tubuhnya.


TBC

Gimana part ini, dapet gak feelnya?

Sorry ya kalo akhir-akhir ini telat update maupun sebagainya.

Aku lagi sibuk-sibuknya. Tugas numpuk, karena libur dua minggu untuk menghindari Covid-19. Semoga kalian sehat-sehat aja ya.

Jangan lupa vote dan komen. Karena itu sangat berharga buat aku.

Follow

Wp = @DellaRiana
Ig = @della_riana24

Love.

Dedel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top