Part 5 - Mencurigai
Selamat membaca Love Is Music Part 5 || Mencurigai.
Kenn Gabriel William
🍁🍁🍁
Jangan pura-pura lupa, jika pada akhirnya kamu sendiri yang mengulang hal yang sama.
🍁🍁🍁
Motor yang dikendarai Kenn itu berhenti di sebuah toko buku. Mau tidak mau Melody pun mengikuti cowok itu.
Melody ikut masuk ke dalam, menemani Kenn mencari buku sejarah. Cowok itu sangat menyukai pelajaran itu, meskipun sebenarnya itu adalah pelajaran kelas IPS, bukan IPA. Entahlah, Melody sendiri heran dengan Kenn. Mengapa cowok itu sangat menyukai pelajaran yang mengulas tentang masa lalu?
"Yang ini bagus, Kenn?" Melody mengambil buku sejarah kelas 11, dan menunjukkannya pada Kenn.
Kenn menoleh, lalu menggeleng. "Buku kaya gitu mah di perpus juga ada."
Melody mendengkus, lalu mengembalikan buku itu pada tempat semula. "Emang kayak gimana sih yang lo cari?"
"Itu lho, buku yang diterbitin sama Erlangga. Kan bagus-bagus bukunya." Kenn membalas tanpa menoleh pada Melody.
Melody melihat-lihat buku yang lain. Daripada ia menunggu Kenn memilih buku yang belum didapat, lebih baik ia melirik buku yang terdapat di toko itu. Siapa tahu ada yang menarik dan minat ia beli.
Cara cepat belajar kunci-kunci gitar.
Melody membaca judul buku itu dengan lirih, tangannya terarah untuk menyentuh buku itu. Buku itu sudah tidak ada kemasan plastiknya lagi. Diambilnyalah buku tersebut. Melody membaca lembaran yang pertama kali ia buka, yaitu cara mempelajari kunci-kunci gitar. Saking seriusnya, dia tidak menyadari jika ada seseorang yang berada di belakangnya.
"Eh." Melody tersentak, saat merasakan embusan angin di telinganya. Gadis itu refleks membalikkan badannya. "Kenn?"
"Sejak kapan lo suka sama buku-buku tentang musik?"
Pertanyaan Kenn baru saja, membuat Melody membisu. Tak berani memandang Kenn yang sedang menatapnya penuh selidik, Melody menunduk.
"Bukannya lo gak suka ya, sama dunia musik?" Sepertinya kali ini Kenn benar-benar mencurigai Melody.
Melody mendongak, menatap Kenn. Tinggi cewek itu hanya sebatas bahu Kenn. "Gak sengaja ke ambil. Soalnya heran aja gitu. Masa di toko segede ini ada buku yang udah terbuka tapi dijual?"
Elakkan Melody barusan membuat Kenn berpikir sejenak. "Iya juga, sih. Tapi banyak juga kok yang kayak gitu. Gak cuma buku ini aja yang udah gak ada kemasannya. Mungkin mereka sengaja membiarkan pengunjungnya melihat isi bukunya dulu. Kalau tertarik langsung di beli." Kenn diam sejenak, mengatur napasnya kembali. "Tapi kenapa buku yang lo ambil malah buku itu?"
"Kenn, udah. Lo jangan mengintrogasi gue terus. Gue jadi berasa maling, deh." Melody kesal sendiri dengan sikap Kenn, cewek itu mengembalikan buku tersebut pada tempatnya semula.
"Gak jadi dibeli?"
"Gak ah, buat apa. Gak penting juga, kok." Gadis itu membalas ucapan Kenn dengan kilat.
Seulas senyum tipis terpampang di wajah Kenn. "Gak usah pura-pura, Mel. Gue tau banget tentang lo. Lo sendiri pernah cerita ke gue"
"Apasih. Gak jelas deh lo." Melody mengelak.
"Gak usah sok lupa, kalo nantinya lo sendiri yang mengulang hal yang sama." Setelah mengatakan itu, Kenn pergi ketempat kasir. Hendak membayar buku yang sudah dipilihnya.
Mata Melody terasa perih, sembari melihat Kenn yang berjalan memunggunginya. "Lo paling tau tentang gue, Kenn," gumamnya lirih.
Melody menyusul langkah kaki Kenn.
Setelah keluar dari toko buku, kini dirinya berada di jok motor belakang Kenn. Motor itu melaju dengan kecepatan sedang. Hal itu tentu saja di manfaatkan Melody untung melihat-lihat sekeliling. Pandangannya tertuju pada alat musik gitar yang terpampang jelas di balik jendela kaca toko alat musik.
"Gue jadi keinget lo," gumamnya lirih.
Kenn melirik melody dari kaca spion motor. "Lo ngomong apa, Mel?"
Ternyata Kenn dapat mendengar gumaman Melody. Padahal gumaman gadis itu seperti bisikan yang sangat lirih. Ternyata telinga Kenn cukup jeli untuk mendengar perkataan seseorang.
"Hah?" Melody menggelengkan kepalanya. "Nggak ngomong apa-apa kok, Kenn."
🍁🍁🍁
Melody merebahkan badannya di kasur, setelah pulang dari toko tadi. Kini hari sudah gelap. Matahari sudah terganti oleh rembulan dan bintang-bintang. Gadis itu dengan baju tidurnya menatap langit-langit kamar.
Pikirannya dipenuhi perkataan Kenn tadi siang. Cowok itu tahu semua tentang Melody. Melody takut jika suatu saat nanti hal itu terjadi sama persis seperti beberapa tahun yang lalu. Dan itu terjadi karena dirinya sendiri.
Beberapa kali ia mencoba memejamkan mata. Berharap pikiran itu menghilang sejenak terbawa arus mimpi malam ini. Namun, nyatanya ia tidak bisa tidur. Sudah beberapa kali ia merubah posisi tidurnya. Dari telentang, miring kiri, miring kanan, tengkurap, bahkan menungging pun rasa kantuk tak kunjung datang.
Dengan sigap Melody duduk. Mengacak rambutnya frustasi. "Arghh! Susah banget sih buat merem."
"Kalau di sekolah susah melek, pinginnya tidur mulu. Waktu di rumah, suruh merem mata malah masih melek terus." Melody mengumpat pada dirinya sendiri.
Sudah berkali-kali dia membaca doa sebelum tidur, bahkan disertai beberapa suratan pendek. Namun tetep saja masih tidak bisa tidur.
Melody mengambil sesuatu dari dalam lacinya. Membuka buku diary kecil yang usang. Tangannya perlahan membuka buku itu. Buku yang berisi catatan kecil tentang bakat seseorang. Seseorang yang membuat Melody berusaha menyembunyikan kemampuan aslinya.
"Maaf. Gue gak bisa nepatin janji."
Kalimat pilu itu keluar dari bibir mungil Melody. Sungguh hatinya terasa perih dan sesak. Ia merasa dilema. Namun Melody sudah berkomitmen untuk menyembunyikan ini semua. Meskipun dia pernah menceritakan hal itu pada sahabat yang sekaligus menjadi kakak laki-laki yang selalu menjaganya, Kenn.
"Gue sayang lo. Tolong jangan kecewa."
Matanya sudah memerah, serasa air matanya akan tumpah. Namun ia menyekanya terlebih dahulu, sebelum air itu luruh membasahi pipinya.
Inilah alasan Melody tidak suka belajar sejarah. Karena dia tak ingin mengenang masa lalu, yang pada akhirnya berujung pilu. Padahal sebenarnya masa lalunya tidak seburuk itu.
Seusai bernostalgia, Melody mengembalikan buku itu pada tempatnya. Mengunci dengan rapat agar tak mudah dicuri seseorang. Walaupun orang tersebut kedua orang tuanya sendiri.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Namun rasa kantuk tak kunjung datang. Padahal gadis itu sudah melakukan aktivitas sebelum tidur.
Tiba-tiba ia teringat tentang ucapan salah satu gurunya. 'Jika susah tidur, maka bacalah buku pelajaran yang paling susah, matematika misalnya. Maka belum sampai lima menit sudah tidur dahulu karena tak kuat berpikir tentang rumus-rumus'.
Kini Melody mencoba saran dari gurunya itu. Dia mengambil buku paket matematika yang tebalnya 458 halaman. Lembar pertama ia buka, penuh dengan rumus matematika. Dengan tertatih ia membaca, berharap setelah ini ia tertidur pulas dengan sendirinya.
🍁🍁🍁
Melody terus saja menguap di dalam kelas. Ia sama sekali tidak mendengarkan penjelasan gurunya tentang materi hari ini.
Sesekali ia menoleh ke belakang. Terdapat beberapa anak laki-laki yang memejamkan mata dengan lepala yang ditenggelamkan diantara lengan.
Enak banget sih mereka.
Parahnya, dia duduk di deretan kursi paling depan. Jika ia melakukan hal yang sama dengan teman laki-laki di kelasnya. Maka otomatis dia mendapat hukuman dari guru. Apalagi ini pelajaran Matematika dari guru yang paling killer.
Guru menjelaskan rumus-rumus yang sudah beberapa menit lalu ditulis di papan tulis. Melody betopang dagu sembari mendengarkan perkataan guru itu. Sesekali matanya terpejam dengan sendirinya, lalu dia mencegahnya. Membuka matanya dengan lebar, berharap rasa kantuk itu hilang.
Kan bener, kalau malem gak bisa tidur. Kalau siang kepinginnya tidur terus.
Berulang kali gadis itu mengucek matanya. Bahkan memijit ujung pangkal hidungnya. Agar rasa kantuk itu menghilang. Namun tetep saja, matanya rasanya ingin terpejam.
"Melody!"
Melody tersentak kaget, saat namanya dipanggil guru itu dengan keras. Bahkan, beberapa teman sekelasnya pun menoleh ke arah gadis itu.
"Cepat jelaskan apa yang tadi saya terangkan!"
What the hell?!
Melody melongo. Bagaimana mungkin ia menjelaskan ulang apa yang telah dijelaskan guru itu barusan? Padahal sama sekali tidak ada penjelasan guru yang menyantel di otaknya.
"Saya, Bu?"
"Iya, memang siapa lagi murid sini yang tidur di kelas?!"
Kalimat yang dilontarkan guru itu merupakan ejekan. Skakmat, ternyata guru itu tahu jika tadi Melody tertidur.
"Gak cuma saya kok, Bu. Itu bukti ... nya." Melody memelankan suaranya diakhir kata. Dia berucap sembari menoleh kebelakang. Alangkah terkejutnya dia ternyata teman laki-laki sekelasnya sudah bangun dan tersenyum bugar padanya yang kini melongo.
Beberapa diantaranya seperti meledek Melody. Mereka aman dari hukuman, sedangkan Melody langsung terkena getah, padahal bari tidur sebentar.
"Mana Melody?! Cuma kamu yang tertidur di pelajaran saya hari ini! Lihat tuh." Guru itu menunjuk rombongan anak laki-laki di belakang yang sering membuat ulah. "Mereka yang bandel aja masih melek. Masa kamu enak-enakkan tidur di jam pelajaran saya!"
Kuping Melody memanas, mendengar sindiran pedas dari ibu guru itu. Jika dia tidak tahu batasannya sebagai seorang murid, pasti ia sudah pergi dari kelas ini dari tadi.
Melody merasakan tangan halus yang menyentuh kulitnya. Dia menoleh ke samping. Memandang Willona yang sedang menatapnya dengan senyum menguatkan. Jari-jemari Willona mengusap-usap lembut punggung tangan Melody. Memberi ketenangan untuk sahabatnya itu. Willona sendiri tahu apa yang dirasakan Melody saat ini.
"Maaf, Bu." Hanya itu kalimat yang bisa terlontar dari bibir Melody saat ini.
"Coba kamu jelaskan. Apa yang tadi saya terangkan!"
"Saya nggak tau, Bu," jelas Melody seadanya. Gadis itu menggigit kecil bibirnya sendiri, seraya menunduk. Untuk menghindari tatapan tajam guru killer itu.
Mendengar perkataan Melody barusan, membuat guru itu geleng-geleng kepala. "Kamu keluar!"
Melody tersentak, mendengar ucapan guru itu barusan. Untuk pertama kalinya dia diusir saat jam pelajaran sedang berjalan. ''Tapi bu? Saya pingin ikut pelajaran hari ini?"
"Ibu nyuruh kamu keluar buat cuci muka, Melody. Bukan buat di alpa."
Rasa senang dan kesal bercampur menjadi satu. Melody kesal karena hari ini dimarahi oleh guru itu. Namun dia tetap bersyukur, setidaknya dia masih bisa mengikuti pelajaran hari ini.
Melody melangkahkan kakinya keluar kelas. Gadis itu menuju toilet wanita. Sepanjang jalan di koridor terlihat sepi. Jelas saja, pasti semua murid sudah masuk dan mendapat pelajaran di kelas masing-masing.
Sesampai di toilet. Melody membasuh wajahnya di wastafel. Berharap rasa kantuknya itu menghilang. Sesekali ia mengucek-ngucek mata. Menghilangkan lem tak terlihat yang membuat matanya merapat.
Melody melihat pantulan wajahnya di cermin. Sekarang terlihat lebih bugar dari tadi. Meskipun masih ada sedikit kantuk.
"Aduh mata, lo kok pinginnya merem aja sih di jam pelajaran tadi?" omel Melody sembari melihat manik matanya di pantulan cermin toilet.
Melody mengambil tisu yang disediakan di toilet. Wajahnya yang basah ia keringkan.
Gadis itu mengendus-ngendus. Seperti mencium bau sesuatu. "Kok bau asap rokok, sih?" gumamnya sembari melanjutkan aktivitas mengendusnya.
Melody mengendus setiap bilik toilet. Aromanya makin pekat ketika ia berdiri di salah satu pintu toilet. "Masa iya ada yang merokok di toilet? Manalagi ini toilet cewek? Masa iya, ada cowok nyasar terus merokok di dalem?"
Melody terus melontarkan pertanyaan yang entah siapa yang akan menjawabnya. Tangannya terulur ingin menyentuh knop pintu toilet itu. Untuk memastikan siapa yang berada di dalam. Belum sempat ia buka, pintu itu sudah terbuka duluan dari dalam.
"Ngapain lo?!"
Suara cewek itu sungguh menggelegar di telinga Melody.
Mana mungkin cewek itu yang merokok?
Melody mencoba menepis pikiran negatifnya tentang cewek itu. Namun barang bukti makin kuat. Saat cewek itu bicara, Melody dapat mencium bau rokok dari napas cewek itu.
Ditambah lagi, cewek itu memegang korek api di tangan kanannya. Hal itu tentu saja menambah curiga Melody. Penampilan cewek itu juga tidak mencerminkan murid sekolah yang baik.
Baju yang dikeluarkan, rok sekolah yang tidak memenuhi standar, lengan seragam yang di lipat sampai sejengkal di atas siku, rambut yang diikat acak-acakan. Ck, sepertinya cewek itu bar-bar.
Cewek itu keluar dari bilik toilet. Menatap Melody tajam. "Lo tau apa tentang gue?!"
Nada ketus itu seketika membuat Melody merinding. "Gak tau apa-apa. Kenal aja kagak."
Berlagak sok polos.
Cewek itu menyunggingkan senyum sumirnya. "Lo tau, kan, gue di dalem ngapain?"
"Jadi bener, lo yang merokok di dalem?" Melody bertanya memastikan.
"Iya," jawabnya mantap. "Lo jangan coba-coba ngaduin ke guru Bk. Atau lo bakal nerima akibatnya!" ancamnya.
Itu cewek atau preman? Muka cantik tapi kelakuannya bar-bar. Atitude-nya kayaknya gak baik.
Dari segi penampilan dan ucapan cewek itu. Melody dapat menilai jika cewek itu tidak baik. Pergaulannya pun sepertinya terlalu bebas.
"Emang lo siapa, ngancem-ngancem gue?" Tak kenal takut, Melody menantang cewek itu.
"Gue ini kakak kelas lo."
"Cuma kakak kelas, kan? Bahkan, kakak ipar atau kakak sepupu pun, gue gak bakal takut sama ancaman lo," tantang Melody.
"Lo gak takut sama gue? Gue ini murid kejuaraan tekondo di sekolah ini."
Ya, Melody tahu betul tentang itu. Dia pun tahu jika nama cewek itu adalah Zela. Kekuatan cewek itu sudah tidak diragukan lagi. Beberapa kali dia mendapat juara pertama.
"Terus mentang-mentang lo jago bela diri gue takut sama lo gitu?"
TBC
Sorry typo.
Maaf ya ngegantung ceritanya. Aithor tau kok. Jika digantungin itu rasanya sakit.
Jangan lupa vote dan komen please. Share juga ya ke temen-temen kalian yang suka baca WP.
Jangan lupa follow akun ini ya.
@DellaRiana
Dan akun ig-ku
@della_riana24
Love you readers
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top