Part 47 - Seseorang
Holla.
Selamat datang di lapak ini kembali.
Maaf ya baru bisa update.
Pasti kalian ngerti deh kenapa aku baru update sekarang.
Happy reading.
🍁🍁🍁
Meskipun nantinya aku bukan seseorang yang mampu membuatmu tersenyum, tapi aku akan menjadi alasan mempertemukanmu dengan orang yang selalu membuatmu tersenyum dan kagum.
🍁🍁🍁
Gitar melihat Melody duduk di bangku taman yang jaraknya tak jauh dari lapangan. Tepatnya di bawah pohon rindang nan teduh yang menaunginya. Semilir angin yang sejuk membuat rambutnya terombang-ambing ke ke sana kemari.
Lantas, Gitar menghapiri gadis yang tengah memperhatikan kawannya bermain futsal di lapangan aut door.
"Hei."
Melody melirik seseorang yang berada di sampingnya. "Eh, Hai juga."
"Gak ikut olahraga?" Gitar tahu jam pelajaran Melody sekarang adalah olahraga. Namun gadis itu memisahkan diri dengan temannya.
"Lagi gak enak badan."
"Gara-gara kemaren ya?"
Melody menggeleng pelan. "Bukan kok. Gue emang sering gini, sakit dadakan terus sembuh lagi. Kayaknya efek perubahan cuaca deh.''
"Kenapa gak ke UKS aja?" tanya Gitar. "Kan enak, bisa tiduran."
"Males ah. Di sana sendirian."
"Lo takut?"
Melody menggeleng.
"Yaudah ke sana aja. Gue temenin?"
Seketika mata Melody membulat. Dia melayangkan pukulan pelan pada cowok di sampingnya. "Enak aja. Ogah gue mah."
"Btw, lo kok jarang di UKS sih. Lo kan anak UKS?"
"Emang. Tapi sekarang yang lagi sering belajar itu anak kelas sepuluh. Jadi anak kelas sebelas cuma tugas upacara biasa. Tapi gue sama Willo udah jarang."
"Jadi ceritanya lo udah gak mood jadi anak UKS lagi, nih?"
Melody mengangkat bahu.
"Kalo gitu mendingan lo ikut eskul musik lah. Kaiden pingin banget lo gabung loh."
Melody melirik Gitar. "Gue belum mikirin soal itu."
"Ya udah. Lo pikir-pikir lagi aja ya."
"Gak bisa. Kepala gue masih pusing. Entar nambah pusing lagi."
"Get will son, ya."
Melody mengangguk. "Kok lo bisa di luar sih, ini kan masih jam pelajaran?"
"Gue habis dari koperasi, terus gak sengaja liat lo. Jadi nyamperin deh."
"Yaudah sana. Lo balik ke kelas. Entar ketinggalan pelajaran loh."
"Enggak, ah. Gue mau di sini aja nemenin lo."
"Gak usah. Nanti guru olahraga gue ngliatin terus nyangka gue pacaran, sama lo lagi." Melody memberi Gitar plototan tajam. "Padahal gue gak ikut olahraga memang karena lagi gak enak badan."
"Ya udah. Mendingan kita pacaran aja. Biar lo kena omelan guru olahraga." Gitar terkekeh.
"Bercandaan lo gak lucu," kesal Melody. "Pengin banget ya, lihat gue menderita, kena hukuman dari guru olahraga?"
"Gue gak sejahat itu kali, Mel. Karena itu sama sekali gak ada sangkut pautnya sama kepribadian gue. Kalo ada, baru gue ikut andil dalam hal itu."
Melody mengerutkan dahi. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang Gitar bicarakan. "Maksud lo?"
"Nggak maksud apa-apa kok." Gitar berdiri. "Gue balik ke kelas ya. Duluan."
Iris Melody masih mengamati kepergian Gitar. Sedangkan pikirannya masih mencoba mencerna kalimat yang keluar dari mulut cowok itu.
"Gak bisa! Malah makin pusing!" Tangan Melody memegangi kepalanya.
Sadar dengan ucapannya yang keras. Melody menutup mulutnya. Teman-teman serta guru olahraga kerap memperhatikannya.
Melody hanya tersenyum malu dan menggelengkan kepala ketika menjawab 'tidak apa-apa' dari pertanyaan yang dilontarkan Pak guru.
Terlihat, Willona sedang menghampiri Melody.
"Kenapa, Mel? Mau ke UKS?" tanya Willona.
"Enggak. Aman kok." Tanggapan itu berarti Melody masih baik-baik saja.
"Ngapain tadi ngomong kenceng banget? Sampe lapangan kedengeran tau. Mana lo ngomong sendiri lagi."
Melody hanya menjawabnya dengan cengiran kuda.
Willona yang melihat itu hanya mampu menaikkan alisnya. Kemudian gadis itu meminum air mineral miliknya yang terletak di bangku dekat Melody.
🍁🍁🍁
"Bodoh, bodoh, bodoh."
Tristan dan Derby saling pandang ketika melihat Gitar tengah mengacak-acak rambutnya frustasi.
Tristan mengangkat bahu tanda tidak tahu, ketika Derby bertanya melalui gerakan mata. Mereka berkomunikasi macam orang yang tunawicara saja.
"Lo kenapa?" tanya Derby, mendekat. "Kayaknya lagi ada masalah gitu. Pantesan tadi guru nerangin lo gak konsen gitu."
"Kalo ada masalah cerita. Jangan malah kayak orang gila," sahut Tristan.
Mata Gitar memberi tatapan tajam pada sahabatnya itu. "Gue masih waras. Apalagi kalo ninju atau matahin tangan lo."
"Udah. Jangan diterusin,"sela Derby. Dia khawatir hal ini malah memicu terjadinya perselisihan diantara mereka. Derby tau jika Gitar orangnya tempramen. Tristan pun juga tau. Jadi sebelum bicara, mereka harus memahami situasi terlebih dahulu.
"Sorry. Gi. Gue cuma khawatir sama lo," ucap Tristan kemudian.
"It's okey. Gue juga seharusnya bisa ngontrol emosi," balas Gitar, mulai tenang.
"Lo nggak mau cerita?" Derby bertanya.
"Gue keceplosan."
Tritan dan Derby sama-sama menaikkan alis ketika mendengar ucapan Gitar.
"Maksud lo?"
Gitar melirik Tristan sebentar, kemudian Derby. "Kalian bisa di percaya, kan?"
Sepertinya Derby tahu dimana arah pembicaraan ini. "Kalo gue mah bisa, gak tau dia."
Derby melirik Tristan sekilas.
"Lo tau kan, Gi. Gimana gue?" tanya Tristan.
Gitar mengangguk. Dia mulai melanjutkan ucapannya. "Gue tadi keceplosan bilang ke Melody. Walaupun masih dalam kalimat tanya sih."
"Emang lo bilang apa ke dia?" tanya Derby dengan rasa penasarannya.
"Gue bilang, apapun yang dia lakukan, selama itu gak ada sangkut pautnya sama kehidupan gue, gue gak ikut andil dalam hal itu, tapi jika sebaliknya, maka gue yang harus bertindak."
"Tunggu-tunggu, lo ngomong apa sih, Gi, gak ngerti deh gue?" tanya Derby.
Tristan memukul kepala sahabatnya itu dengan pelan. "Lo sering nonton drama cuma kalimat sekecil itu aja gak ngerti maksudnya?"
Derby menggeleng pelan.
"Kan tadi Gitar ngomong, kalo dia ngomong itu ke Melody masih dalam kalimat tanya." Tristan meneruskan ucapannya.
"Ya terus masalahnya apa coba? Masih dalam kalimat tanya juga, kan? Gue aja gak ngerti, apalagi si Melody," balas Derby.
"Tapi masalahnya si Melody gak sebodoh lo, Der." Gitar menyahuti. "Seseorang yang tau arti lirik lagu dengan dalam, dia pasti ngerti dengan kalimat sekecil itu."
"Sekarang gak usah pakek bahasa majas-majas atau apalah segala macem itu." Tristan memulai pembicaraan. "Intinya, Gitar gak mau Melody tau kalo sebenernya kedatangan gadis itu di Axellez menganggu Gitar. Ya walaupun Melody belum gabung Axellez tapi Lovelez dan warga sekolah udah tau dong, kemampuan yang dimiliki dia?"
"Iya sih. Dan Gitar gak suka dengan itu," sanggah Derby.
"Terus menurut kalian gue harus gimana? Gak bisakan gue bilang ke Kaiden kalo sebenernya gue gak setuju jika Melody bergabung di band kita?" tanya Gitar. "Secara Melody itukan adik dari almarhum pacarnya."
Derby menghela napas sebelum berbicara. "Lo ikutin aja saran gue. Buat Melody gabung ke Axellez, terus cari kelemahan dia, lo hancurin dia secara perlahan, bila perlu lo pacarin dia."
"Lagian ya, Gi. Beberapa hari lalu lo kan tanya tentang Melody ke temennya yang namanya Willona itu. Kata dia supaya lo tau tentang Melody, lo harus deketin dia. Mendingan lo ikutin aja saran sahabatnya itu." Tristan menimpali.
"Gue pikir-pikir lagi deh. Gue gak mau gegabah. Bokap udah ngancem gue soalnya." Gitar tak ingin ayahnya ikut campur dalam hal ini.
"Eh, tapi kalian bisa jaga rahasia, kan? Jangan sampe pembicaraan kita nyebar ke siapapun," lanjut Gitar.
"Lo kayak gak tau siapa gue aja." Derby diam sejenak. "Gue jamin cuma kita bertiga yang tau, si duo M itu jangan dikasih tau, entar gagalin lagi rencana kita."
"Duo M?" Gitar menyernyit. Bingung dengan siapa yang Derby maksud.
"Marvel dan Milo," jawab Derby.
Tristan menatap Derby bingung. "Kenapa? Mereka kan temen kita juga."
"Lo bodoh atau gimana?" Derby menatap Tristan sebal, rupanya dia belum juga paham. "Lo semua tau kan gimana Milo? Dia itu orangnya ceplas-ceplos. Dan suka gak nyambung kalo di ajak ngomong. Stupid."
"Gitu-gitu temen lo, Der." Tristan menyikapi.
"Temen kita," ralat Derby.
"Lanjut."
Derby menatap Gitar lalu mengangguk. "M yang kedua, alias Marvel. Kalian tau sendiri kan sikap Marvel ke Melody gimana? Dia kalo ketemu sama Melody ngingetin dia sama alharhum adiknya, Milly. Dan kalo dia tau hal ini, pasti bakal digagalin."
"Lo bener." Gitar yang telahendengarkan dengan seksama memberi persetujuan. "Tapi gue rasa, Marvel gak cuma nganggep Melody kayak adeknya. Dia kayaknya suka sama Melody, soalnya gue pernah beberapa kali liat mereka barengan."
"Kenapa, Gi. Lo cemburu?" tanya Tristan.
"Apaan sih, ya enggak lah. Ya kali!" sanggah Gitar.
"Gak salah lagi maksudnya?" sindir Tristan.
"Bisa diem gak lo!" ancam Gitar, semakin emosi karena bercandaan Tristan yang menurutnya gak lucu sama sekali.
"Udah, tenang. Yang penting sekarang, lo jalani misi lo, Gi. Gue sebagai sahabat lo, dukung lo kok," ucap Derby.
Gitar melirik Derby. "Thanks, bro. Gue tinggal nunggu dia gabung Axellez, dan kalian tinggal tunggu hasilnya aja."
Gitar tersenyum sumir, dan kedua sahabatnyabtahu apa makna atau arti dari senyuman itu.
🍁🍁🍁
"Willo, Melody mana?"
Kenn menghampiri Wilona yang sedang berada di depan kelasnya. Sedari tadi dia tidak melihat batang hidung sahabat kecilnya itu.
"Lagi rebahan di UKS, gak enak badan gitu."
"Serius? Kok lo gak ngomong?"
"Gue pikir lo udah tau."
"Tapi dia beneran pusing doang kan?"
"Iya. Kalo gak percaya samperin aja sendiri." Willona diam sejenak. "Lo tuh aneh ya, Kenn, lo perhatian sama dia, lo cemas kalo dia kenapa-napa, kenapa gak lo pacarin aja coba?"
"Kan gue udah pernah bilang alesannya ke lo, Willo." Kenn menghela napas. "Menurut gue, cinta itu gak harus memiliki, tapi harus saling memahami. Gue udah paham seluk-beluk Melody begitu pula sebaliknya. Ya karna, kita udah sahabatan dari kecil."
"Tapi misal nih, ya. Kalo lo atau Melody udah punya pasangan masing-masing, apa sikap lo masih kayak gini ke dia?"
Kenn tahu apa maksud perkataan Willona. "Tetep sama. Sampai kapanpun, hubungan persahabatan itu gak akan pernah renggang, walau udah punya pasangan."
"Terus kalo cewek lo cemburu karena lo lebih mentingin Melody daripada dia gimana?"
Kenn tersenyum sekilas. "Gak bakal. Karena calon pacar gue nanti, adalah orang yang sayang tulus ke gue maupun Melody."
"Udah ah, gue mau ke UKS, jenguk Melody." Kenn memberi tepukan pelan di bahu Willona. Lalu pergi dari sana.
"Apa gue masuk dalam kriteria lo, Kenn?" Willona bertanya entah pada siapa. Dia segera masuk ke dalam kelas.
🍁🍁🍁
Kenn membuka pintu UKS, mendapati gadis kesayangannya sedang berbaring di ranjang UKS dengan mata terpejam.
Kenn tersenyum tipis, lalu duduk di kursi sebelah ranjang Melody. Tangannya mengelus rambut gadis itu.
"Cepet sembuh ya, Mel." Kenn memberi kecupan singkat di kening gadis itu. Untung saja UKS sepi, jika ramai dia berani melakukan hal itu.
"Meskipun nantinya gue bukan orang yang bisa membuatmu tersenyum, tapi gua akan membuat lo bertemu dengan orang yang buat lo kagum." Kenn tersenyum kecil memandangi wajah Melody.
"Kagum karena dia bisa buat lo senyum, dan kagum karena dia punya rasa sayang dan cinta yang tulus buat lo," lanjutnya.
"Gue balik ke kelas dulu ya, lo istirahat."
Kenn melangkah ke arah pintu, sebelum benar-benar pergi, dia sempat melirik sekilas ke arah Melody yang masih dengan posisi semula.
Merasa mendengar suara pintu tertutup, Melody membuka mata.
"Maksud Kenn barusan apa ya?,
Sebenarnya Melody sudah kebangun sejak tadi, lebih tepatnya saat Kenn mengecup keningnya. Namun dia bingung saat membuka mata, respon apa yang akan dia berikan pada Kenn.
Selama tumbuh bersama, baru kali ini Kenn mencium keningnya.
Bukan hanya itu, kini pikiran Melody dipenuhi akan semua omongan Kenn.
"Omongan dia seakan-akan mau jodohin gue ke seseorang?"
"Emang gue begitu ngrepotin ya, sampe-sampe Kenn gak mau jagain gue lagi?"
"Atau jangan-jangan dia udah punya pacar dan pacarnya gak suka liat gue sama Kenn?"
"Padahal gue sama Kenn kan sahabatan udah dari lama."
Begitu lah kira-kira pertanyaan yang memenuhi kepala Melody.
TBC
A/N : Nulis itu gak mudah, harus butuh imajinasi dan konsentarasi. Itu aja dalam waktu lama. Baca itu juga gak mudah, karena harus mencermati kata demi kata yang tergoreskan. Tapi baca itu cuma satu perenambelas dari waktu menulis.
Kita harusnya sama-sama saling menghargai. Aku sebagai penulis menghargai kalian sebagai pembacaku dengan update cerita ini. Sedangkan kalian menghargai aku dengan vote dan komentar di cerita ini.
Mau tanya. Menurut kalian dapet gak sih feel-nya? Aku agak ragu soalnya mau update part ini.
Apalagi baru selesai PTS dan kepala masih mumet mikirin itu, dan juga mikirin hasilnya nanti. Jadi ragu nih cerita masih feel atau nggak.
Sekarang juga mata lagi bengkak. Agak mager sih buat ngetik. Tapi aku tau, aku yang mulai dan aku juga yang mengakhiri. Dan cerita ini masih belum berakhir.
Kalian tenang aja, aku bakal penuhi kewajiban aku buat update, tinggal kalian yang penuhi kewajiban untuk votmen.
Love
Dedel
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top