Part 43 - Fakta baru
Di sini juga ada alur flashback ya. Tapi gak banyak kok.
Buat kalian yang baca jangan ada yang flashback sama mantan loh.
Warning!!!
Tolong ramaikan kolom komentar biar aku lebih semangat menulis part-part selanjutnya.
Happy reading.
🍁🍁🍁
Terkadang, orang yang baru saja kita kenali, bisa jadi adalah orang yang telah lama ingin ditemui.
🍁🍁🍁
Kaiden meminta tolong pada Axellez agar mereka latihan sendiri. Di ruang musik sudah terdapat buku panduan cara cepat belajar instrumen piano.
Kaiden harus mengantarkan Melody kepada seseorang yang selama ini ingin sekali bertemu dengan gadis itu.
Kini dia dan Melody sedang berjalan di koridor, sambil bercakap-cakap sebentar sebelum sampai di tempat tujuan.
"Pantesan ya, waktu pertama gue liat lo itu familiar banget. Ternyata lo itu Ody, gadis kecil cerewet yang sering nanyain gue dulu." Kaiden mengingat kilasan masalalu.
"Hehehe. Sekarang Ody gak secerewet dulu, Kak. Kan udah gede."
"Iya percaya. Dulu lo sukanya rambut sebahu, sekarang sepunggung. Makanya gue sulit ngenalin kalo lo Melody. Padahal kan, kita gak ketemu lima tahun doang."
"Ody juga gak ngenalin kalo Kak Kaiden itu Kak Rama. Mau tau kenapa?"
"Kenapa memangnya?" Kaiden bertanya.
"Kakak tambah tinggi dan ganteng. Hehe." Melody terkekeh.
"Lo juga makin cantik."
"Tapi masih cantikan Kak Cinta, kan?"
Kaiden menghentikan langkahnya.
"Ram, menurut kamu aku harus pakai baju apa buat tampil besok?" Besok Cinta akan memerankan peranan penting dalam acara drama musikal di sekolahnya. Dia berperan sebagai pemeran utama.
"Kan kostumenya udah dari sana," sahut Rama dari sebrang sana. Kini dia sedang Video call dengan Cinta.
Cinta menghela napas. "Iya sih. Tapi aku gak pede, Ram. Apalagi selama ini aku gak bisa dandan. Aku takut, acara drama kamu jadi kacau karena yang meranin pemeran utamanya aku."
"Kenapa gak pede? Toh kamu juga punya bakat dalam acting. Hei, jangan pesimis gitu dong. Kamu itu istimewa, selain bisa nyanyi, jago acting juga. Apa coba yang ditakutin dari diri kamu." Rama menguatkan Cinta.
"Tapi, Ram, aku kan_"
"Cinta, kamu itu cantik. So beautiful. Cantiknya kamu itu natural, di dandanin kayak apa cocok. Selain itu, hati kamu juga cantik. Kamu mampu memahami orang dengan sudut pandang yang berbeda, gak hanya sudut pandang kamu doang."
"Ram, kamu berlebihan deh."
"Emang itu kok kenyataannya. Pacar aku cantik dan baik hati."
"Makasih ya, kamu selalu ada untuk mengerti aku."
''Sama-sama, pacar."
Kenangan manis itu kembali tergiang oleh Kaiden. Sampai sekarang dia masih belum bisa melupakan Cinta. Meskipun begitu, Kaiden telah mencoba membuka hati untuk orang lain.
"Sorry, Kak. Kalo gue ngingetin lo ke masalalu." Melody sadar jika pertanyaannya membuat Kaiden kembali flashback.
Apalagi dia sudah mengganti namanya. Itu artinya, Kaiden ingin melupakan masalalunya dengan Cinta.
"Gak papa. Gue gak mengingat bukan berarti melupakan. Lagian sampe sekarang gue masih cinta sama Kakak lo. Mungkin, cinta ini tak akan memudar, walaupun nantinya gue dapat orang yang tepat untuk kembali mengisi hati gue."
Melody tersenyum tipis. Kaiden begitu mencintai kakaknya.
Kaiden kembali melangkah, dan Melody kembali menyamai langkahnya dengan cowok itu.
"Kok berhenti di sini sih?" Pandangan Melody mengadarkan pada ruangan di hadapannya, ruang fotografi. Yang menjadi pertanyaannya sekarang, kenapa Kaiden membawanya kemari?
"Karena orang yang pingin ketemu sama lo ada di dalem." Kaiden membuka pintu ruangan itu. "Yuk."
Melody ikut masuk ke dalam. Ruang itu penuh dengan foto-foto palaroid pemandangan alam nan alami dan juga pemandangan kota yang penuh gedung-gedung tinggi.
Iris matanya menangkap sosok wanita bersurai panjang sepunggung, berwarna coklat. Gadis itu duduk dan memainkan kameranya.
"Re."
Panggilan dari Kaiden membuat si pemilik nama membalikkan badan. "Kalian."
Rebbeca terkejut. Tumben sekali Kaiden kemari? Dengan Melody lagi.
"Ada waktu?"
"Iya. Kenapa memangnya?" Rebbeca melirik Melody sekilas, lalu kembali menatap Kaiden.
"Lo masih inget kan lima tahun yang lalu?" tanya Kaiden. "Dulu, lo pingin banget ketemu gadis kecil yang satu tahun lebih muda dari lo."
"Maksudnya adiknya Kak Cinta?" Rebbeca bertanya memastikan.
Kaiden mengangguk. "Dia ada dihadapan lo sekarang."
Manik Rebbeca langsung menoleh pada gadis berambut sepunggung di samping Kaiden. "Dia_?"
"Iya, Re. Melody itu adiknya Cinta," potong Kaiden, saat Rebbeca menggantungkan ucapannya.
"Seriously?"
"Gue gak akan bohong tentang hal ini, Re." Kaiden melirik Melody dan Rebbeca secara bergantian. "Kalian sepertinya perlu ngomong banyak. Gue tinggal sebentar ya."
Kaiden tersenyum pada Melody, sebelum dia pergi dari sana, meninggalkan Melody dan Rebbeca.
"Duduk, Mel."
Melody duduk di samping Rebbeca. "Kakak mu ngomong apa?"
"Jadi bener, lo adiknya Kak Cinta?" tanya Rebbeca. Walaupun dia tahu jawabannya, dia harus tetap bertanya. Banyak fakta yang harus dia ketahui dari gadis itu.
"Iya. Nama terakhir kita aja sama-sama 'Jackson'."
Rebbeca tersenyum tipis. "Lo tahu nggak, dari dulu gue pingin banget ketemu sama lo? Kak Cinta bilang, dia punya adek perempuan yang umurnya lebih muda setahun dari gue."
"Kak Beca kenal Kak Cinta udah dari lama?" Melody membulatkan matanya.
"Iya, bukan hanyak Kak Cinta, tapi Rama juga. Eh, maksud gue Kaiden."
Sejak kecelakaan yang dialami Cinta. Kaiden tidak ingin lagi dipanggil dengan nama 'Rama'. Dan Rebbeca dapat memaklumi hal itu.
"Jangan bilang, Kak Beca gadis kecil yang dulu ngejar-ngejar kak Kaiden ya? Gadis yang selalu nanyain tentang kak Kaiden ke Kak Cinta?"
"Iya. Dulu gue suka sama Kaiden. Makanya gue sering nanya tentang dia ke Kak Cinta. Gue dulu pingin rebut Kaiden dari Kak Cinta, tapi gue sadar, Kaiden sangat mencintai kak Cinta. Dan dia gak mudah berpaling demi gadis kelas satu SMP kayak gue."
"Gue pikir sukanya gue ke Kaiden cuma suka-suka biasa. Karena gue kagum banget sama actingnya dia. Lo tahu kan kalo Kaiden dulunya itu anak teater, bukan anak musik?" tanya Rebbeca.
Melody mengangguk.
"Tapi nyatanya, suka gue ke dia itu lebih. Bahkan sampai sekarang." Rebbeca tersenyum kecil. "Gue tahu, Kaiden gak akan semudah itu lupain kak Cinta. Tapi gue masih bertahan."
Melody mendaratkan tangannya ke bahu Rebbeca. "Gue yakin. Kak Kaiden pasti punya rasa yang sama sama lo."
Rebbeca terkejut. "Lo gak marah? Maksud gue, Kaiden kan pacar Kakak lo. Dan dulu gue pernah mencoba misahin mereka."
"Kenapa harus marah? Itu cuma masalalu. Lagian kalian cocok kok. Kak Cinta pasti senang karena Irama-nya dia punya orang yang sayang dan tulus ke dia."
"Sekarang gue makin yakin kalo lo adiknya Cinta." Rebbeca mengembangkan senyumnya.
"Kenapa?"
"Karena lo mewarisi sifatnya dia. Baik hati dan memaafkan kesalahan orang."
Mendengar itu Melody terkekeh. "Kakak bisa aja."
"Oh iya. Dulu kak Cinta pernah cerita, lo juga mau ya, jadi kayak dia. Maksud gue punya impian yang sama, sama-sama pengen jadi musisi."
Melody hanya mengalihkan pandangannya ke arah lain saat Rebbeca mengatakan hal itu.
"Lo kenapa?"
Tepukan tangan Rebbeca di lengannya membuat Melody kembali melihatnya.
"Gue_?"
"Cerita aja. Jangan ragu-ragu. Gue dapat dipercaya kok."
Melody tahu jika Rebbeca dapat dipercaya. Tapi untuk menceritakan semuanya dari awal sangat perih. Lima tahun dia memendam itu sendiri. Meskipun selama itu juga Kenn ada menemaninya, namun Kenn hanya sekedar peduli, bukan memahami.
"Sebenarnya selama lima tahun ini gue berhenti main musik, Kak. Terakhir kali, saat gantiin Kak Gitar manggung di festival tahun kemaren."
"Emangnya kenapa lo berhenti?"
"Panjang ceritanya, Kak, kalo gue ceritain dari awal. Intinya setelah kepergian Kak Cinta, Ayah gue makin benci sama musik. Dia pikir kepergiannya Kak Cinta karena musik. Padahal itu sudah takdir dari Tuhan."
"Setelah itu, gue putusin buat gak nerusin lagi impian gue untuk menjadi musisi." Melody menghela napas. "Gue rasa, ini keputusan yang terbaik."
"Apa orangtua lo tau tentang cita-cita lo?" tanya Rebbeca hati-hati. Takut menyakiti perasaan Melody.
Melody hanya menjawabnya dengan gelengan pelan.
"Terus kenapa lo rahasiain ini dari semuanya? Lo itu punya bakat, Mel. Lo berhak lanjutin impian lo."
"Gue cuma cerita ini sama Kenn. Jika gue lanjutin impian itu, sama aja gue hancurin hati Ayah untuk kesekian kali. Dan membuat Ayah makin benci sama musik."
"Gue boleh nanya? Apa di hati lo masih ada musik?"
Melody tersenyum tipis. "Udah gue coba lupain, tapi sepertinya musik masih melekat di hati gue."
Rebbeca menatap lurus ke depan. "Masalah lo itu sama kayak Viola. Sama-sama menghindar dari hal yang kalian suka, sama-sama melakukan itu demi orang yang kalian sayang. Bedanya, Viola baru setahun ini lakuin itu, kalo lo udah lima tahun."
"Boleh nggak lo ceritain masalah kak Vio ke gue?" izin Melody. "Gue akan jaga rahasia kok."
"Walaupun Vio minta tolong gue rahasiain ini dari siapapun, tapi gue rasa lo bisa dipercaya. Lo sama Viola itu punya masalah yang sama dalam khasus yang berbeda. Siapa tahu, setelah lo denger ceritanya Viola, pikiran lo tentang musik kembali terbuka. Karena melupakan hal yang disukai itu... gak enak. Serius deh."
Setelah itu Rebbeca menceritakan masalah yang dialami Viola.
Melody yang mendengar itu bisa memahami masalah yang dialami Viola. Jika dari sudut pandangnya, lebih baik Viola kembali lagi ke bakatnya yang hobi bermain biola.
Namun itu sama saja Melody menyetujui ucapan Rebbeca agar dia kembali meraih mimpinya. Namun apakah dia sanggup? Mungkin harusnya Melody perlu berpikir berulang kali untuk melakukan hal itu.
🍁🍁🍁
"Gimana?"
Sehabis mengantar Melody ke Rebbeca, Kaiden kembali ke ruang musik. Dia harus mengajar anak didiknya.
Untuk apa dia digaji jika tidak mengerjakan tugasnya dengan baik? Kaiden itu bukan tipekal pelatih yang suka makan gaji buta.
"Apanya?" sahut Gitar.
"Latihan kalian lah. Udah bisa belum?" Kaiden kembali bertanya.
"Yang bisa ya cuma Gitar, Tristan sama Marvel. Passion gue kan ke drum." Derby menyahuti.
"Apalagi gue. Gue mah cuma suka main alat musik gitar," sahut Milo. "Jadi kalo belajar piano, ya lumayan susah lah."
"Gak papa, yang penting kalian ada usaha. Yang udah bisa nanti ajarin anak-anak yang lain ya?"
"Iya, Kai. Tenang aja, kita akan latih mereka kok." Marvel menjawab ucapan Kaiden.
Meskipun band yang dibentuk hanya Axellez, namun anak eskul musik bukan hanya Axellez. Ada juga anak kelas sepuluh, sebelas, maupun anak kelas dua belas lainnya.
Jika mereka latihan, Axellez yang akan melatih. Kaiden telah mempercayakan hal ini pada anak didiknya. Hal itu bukan dilakukan karena dia malas melatih atau hal sebagainya, tapi semata-mata untuk semakin melatih kemampuan Axellez di bidang musik.
"Sip. Kalo gitu sepulang sekolah kalian latih mereka. Jangan lupa diabsen. Kita itu butuh murid yang serius latihan musik. Bukan cuma mainan doang." Kaiden sebagai pelatih harus bersikap profesional. Jika ada anak eskul yang absennya bolong-bolong dengan alasan malas lah, capek lah, harus segera di chick dari eskul.
"Kai, kalo gue boleh tau, lo tadi bawa Melody kemana?" tanya Gitar, penasaran.
"Cie nanya-nanya mulu nih dari tadi. Demen lo sama dia?" goda Milo, disertai kekehannya.
Gitar memberi plototan tajam pada Milo. Orang itu mulutnya seperti mercon, berisik. Dia tanya ke siapa, selalu saja menyahuti. Menyebalkan.
"Cuma pingin tahu aja," ucap Gitar, membenahi.
"Gue bawa dia ke Rebbeca. Ada hal yang mau mereka bicarakan."
"Tentang apa?" Tristan ikut penasaran.
Jika ada masalah yang disangkutpautkan dengan Rebbeca dia pasti ikut campur. Pasalnya, dia sampai sekarang masih memiliki perasaan yang sama pada gadis itu. Meskipun dia tahu, jika perasaan Rebbeca hanya untuk Kaiden.
"Itu urusan mereka lah. Jangan kepo." Kaiden seperti ini bukan karena tidak suka Tristan yang kepo dengan urusan Rebbeca. Namun seharusnya tidak semua tahu tentang kisah masa lalu mereka.
"Iya tuh, lo kayak gak tau aja, masalah cewek." Milo ikut menimpali. Biarlah, dia tak peduli dengan sahabatnta yang kesal. Toh, dari lahir mulutnya memang sudah seperti itu.
Derby berdehem, sebelum berbicara. Daripada nantinya mereka berdebat, lebih baik dia mencari topik pembicaraan baru. "Eh, Kak. Kan si Melody adiknya alhamarhumah pacar lo tuh, bisa dong lo bujuk dia buat gabung ke sini."
Mendengar itu, Gitar menatap Derby. Sejak kapan dia setuju jika Melody gabung di Axellez? Padahal Derby selalu sependapat dengan Gitar untuk tidak setuju jika gadis itu masuk ke band mereka.
"Gak semudah itu. Gue paham Melody itu gimana. Dia masih belum berdamai dengan masalalunya," jawab Kaiden.
"Ya lo bujuk lah. Atau lo minta izin aja sama orangtuanya. Kan lo kenal mereka saat masih pacaran sama almarhumah pacar lo itu."
Kaiden masih memikirkan ucapan Derby. Dia bisa saja melakukan hal itu. Namun silaturahmi mereka telah terputus selama lima tahun. Dan Kaiden tidak yakin jika orangtua Melody masih mengenalinya.
"Jadi lo setuju, Der, kalo Melody gabung ke sini?" timpal Marvel.
"Yaiyalah. Kalo Axellez punya dua vokalis lebih seru lagi."
"Nah bener tuh. Dari dulu anak Axellez cuma cowok. Ada sih cewek, si Viola. Tapi dia udah keluar sejak lama." Milo ikut menyahuti ucapan Derby.
"Kalo Melody setuju. Gue bakal coba ngomong hal ini ke orangtuanya." Akhirnya setelah lama berpikir, Kaiden mendapat keputusan. Dia yakin jika Melody masih berkeinginan untuk menjadi musisi.
Gitar berdehem. "Haus nih. Der, temenin gue yuk beli minum!"
"Lah, manja lo biasanya juga sendiri." Tristan menimpali.
Derby mengerti kode dari Gitar, dia langsung mengangguk. "Ada yang mau nitip?"
"Gue nitip air mineral," sahut Kaiden.
"Kalian bertiga?" Derby bertanya pada Milo, Tristan, dan Marvel.
"Samain aja semua."
Derby dan Gitar keluar dari ruang musik. Mereka berdua berjalan menyusuri koridor.
"Ada apa?"
"Lo kenapa setuju Melody gabung band kita? Bukannya lo gak suka sama dia ya?" Gitar to the point.
Derby menghentikan langkahnya. Dia tersenyum tipis lalu mendaratkan tangannya di pundak Gitar. "Gue tau kekhawatiran lo, bro. Tapi lo tenang aja, itu gak akan terjadi."
"Maksudnya?" Gitar sama sekali tidak mengerti.
"Dengan Melody masuk Axellez, lo bisa ngawasin gerak-gerik dia. Bila perlu, lo pacarin dia. Jadi posisi lo tetep aman."
TBC
Sorry typo.
Note: eskul band/eskul musik sama aja. Ya.
Aku mau cerita dikit nih. Kemaren aku di DM sama yang jadi Kenn di cerita ini. Sumpah, cuma tiga chat aja aku udah baper banget. Yang jadi Kenn ganteng banget soalnya. Padahal isinya cuma ucapan terimakasih dia karena aku udah ngucapin ultah ke dia beberapa bulan yang lalu.
Sorry nie. Malah curhat. :v
Apa ada yang ingin ditanyakan di part ini?
Kira-kira dapat gak nih feel-nya?
Spam next di sini dong? Nanti aku lanjut.
Follow ig-ku.
@della_riana24
Love
Dedel.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top