Part 42 - Irama Cinta

Nungguin ya?

Jangan lupa siapkan kouta, hati, pikiran, dan cemilan hehe.

Bacanya pelan-pelan ya, biar dapet feel-nya.

Part ini alurnya maju-mundur. Tapi gak pakek cantik kok. Kan yang cantik authornya. :v

Happy reading.

🍁🍁🍁
Alunan nada bukan hanya menghadirkan kisah cinta. Tapi memisahkan seseorang yang dicinta untuk selamanya.
🍁🍁🍁

Seorang gadis menekankan jari-jarinya pada tuts-tuts piano hitam dengan hati. Alunan nada yang keluar mewakili perasaannya pada orang yang dia sayang.

Tangan itu menghentikan gerakannya. Sekaligus mengakhiri instrumen pianonya.

"Gimana?"

"Prok...prok...prok. Bagus." Gadis yang baru berusia 12 tahun itu tersenyum bangga. Dia memberi apresiasi melalui tepukan tangan. "Ini nadanya kakak buat sendiri?"

"Iya. Kamu suka?"

"Suka, kakak hebat." Kini gadis itu mengacungkan jempolnya ke udara. "Kenapa gak kakak tunjukin ke orang-orang tentang ini? Kenapa waktu acara festival kemaren gak nampilin instrumen piano ini? Padahal ini indah banget loh, Kak. Lebih indah daripada instrumen yang ditampilin Kakak waktu festival."

Gadis itu tersenyum tipis. "Nada ini spesial. Hanya orang terdekat saja yang akan mendengarnya. Termasuk kamu."

"Selain aku siapa aja yang udah denger, Kak?"

"Kak Rama."

''Waw. Berarti selain Ody, Kak Rama orang spesial dalam hidup Kakak dong?"

"Iya. Bahkan dia juga minta ajarin Kakak buat belajar instrumen piano ini." Matanya menerawang lurus ke depan.

"Oke, berarti yang bisa main instrumen yang dibuat Kakak setelah Kak Rama nanti Ody ya?" pintanya.

Gadis itu tersenyum kecil, mengelus rambut adiknya. "Sayangnya Kak Rama sekarang udah hafal instrumen ini."

"Keren. Berarti sekarang giliran Ody dong?"

"Yaudah sini, Kakak ajarin."

Melody semriang, dia segera mengambil alih tempat yang tadi di duduki kakaknya.

🍁🍁🍁

"Kak Rama?"

Panggilan yang terlontar dari mulut Melody membuat orang yang di sana mengerutkan dahi. Di sana tidak ada satu orang pun yang bernama Rama.

"Rama? Siapa?" Marvel bertanya-tanya.

Satu cairan bening Melody menetes. Matanya menatap lurus Kaiden.

Kaiden yang mendengar panggilan itu ikut menatap Melody yang sedang menetapnya datar. Kaiden berdiri.

Melody berdiri, berlari kecil lalu memeluk Kaiden. "Kak Rama? Kakak Kak Rama, kan? Iya, kan?"

Kaiden cukup terkejut dengan Melody yang memelukknya tiba-tiba. Tangannya yang diam di samping, kini ragu-ragu membalas pelukan Melody. "Lo_?"

"Hiks... hiks.... Kakak ke mana aja?" tanya Melody disela-sela isaknya.

"Maaf." Kaiden membalas pelukan Melody. Dia merasa bersalah karena pergi disaat gadis-gadis itu terpuruk.

"Ody, kangen Kakak. Hiks...."

Anggota Axellez cukup terkejut dengan apa yang mereka lihat. Tidak terkecuali Gitar.

Apa Kaiden itu pacarnya Melody?

Ingin rasanya Gitar bertanya, namun situasi sepertinya tidak memungkinkan.

"Kakak juga kangen, Melody," seru Kaiden.

Kaiden melepaskan pelukannya. Tangannya terulur membelai pipi Melody, menghapus air mata gadis itu.

"Gadis cantik gak boleh nangis, jelek. Jangan cengeng gini dong," ejek Kaiden.

"Biarin. Ody emang cengeng."

"Sebenarnya kalian punya hubungan apa sih? Kalian pernah pacaran atau kak Kaiden pergi tanpa kejelasan?" Itu suara Derby.

Melody masih menstabilkan napasnya dia belum siap menjawab.

"Kak, kalo lo udah ada Melody relain Rebbeca buat Tristan dong. Kasian temen gue jomlo," timpal Milo.

Tristan yang merasa namanya disebut menoleh, melayangkan pukulan ringan di kepala Milo. "Gak usah bawa-bawa gue, lo juga jomlo, keles.''

"Duduk."

Kaiden menyuruh Melody duduk, dia ikut duduk di samping Melody, dengan tangan yang masih menenagkan gadis itu.

"Lo anggep gue adek lo kan, Kai? Lo gak pernah nutupin apapun dari gue. Jelasin!" Gitar menatap Kaiden datar.

Sebelum menjelaskan, Kaiden melirik Melody yang masih segukan. "Sebenarnya, Melody itu adik almarhumah pacar gue."

Mereka semua mendengarkan Kaiden dengan seksama. Mereka sama sekali tidak tahu rahasia ini.

"Kakaknya Melody itu namanya Cinta. Dia adalah cinta pertama gue. Dia yang mengenalkan gue pada dunia musik. Bukan hanya gue, tapi Melody juga." Kaiden tersenyum tipis pada Melody yang sedang melihatnya.

"Cinta meninggal sekitar lima tahun yang lalu. Dia mengalami kecelakaan pesawat saat sedang menuju London, untuk mengikuti ajang musik internasional di sana."

Dari pernyataan Kaiden, Gitar dapat menyimpulkan bahwa bakat musik Melody itu turunan dari kakaknya.

🍁🍁🍁

Gadis rambut panjang sepundak itu kini telah sampai di bandara Soekarno-Hatta. Dia akan pergi ke London untuk mengikuti ajang musik internasional di sana.

"Bun, jangan sedih dong, Cinta juga sedih nih.''

Gadis itu menatap wajah sayu ibunya yang seperti tidak rela dia pergi ke London.

"Gimana gak sedih, Cinta. Kamu mau pergi tinggalin Bunda." Hilda mengelus lembut rambut Cinta.

"Jangan khawatir, Bun. Cinta bakal jaga kesehatan kok. Lagian Cinta di sana cuma seminggu doang. Nanti juga bakal balik ke Indo, kok."

"Iya, Bun. Jangan merasa kesepian gitu dong, kan masih ada Ody," timpal Melody, yang kini sudah menginjak kelas satu SMP.

Cinta melirik adiknya. "Jangan nakal kamu kalo ditinggal."

"Ody gak pernah nakal kok, kalo gak digangguin duluan sama Kenn."

Cinta menatap Heri yang berdiri di samping Hilda. Dia juga sepertinya tidak ingin anaknya pergi. Jika bukan karena Melody yang meyakinkan kedua orangtuanya bahwa Cinta bakal baik-baik saja, mereka tak akan mengizinkan Cinta pergi.

"Yah, Cinta pergi ya. Jaga kesehatan Ayah." Cinta tersenyum tipis. "Jagain juga Bunda sama Melody, jangan biarkan mereka sedih."

Heri langsung membawa anaknya pada dekapannya. Mencurahkan betapa sayangnya dia pada anaknya. Dia sebenarnya tidak suka jika anaknya menjadi musisi, dia takut apa yang dialaminya akan bernasib sama kepada Cinta. Namun Heri tidak boleh egois, dia harus mendukung cita-cita Cinta.

"Kamu juga harus jaga diri baik-baik ya. Jaga pola makan di sana."

"Pasti, Yah." Cinta tersenyum.

Kini, manik matanya melihat cowok bertubuh jangkung yang sedari tadi melihatnya. Sedikit tidak rela meninggalkan sang kekasih, tapi dia bisa apa. Kini cita-citanya lebih penting.

"Kamu gak mau peluk aku juga?" tanya Cinta.

"Emang boleh?"

"Boleh."

Rama memeluk Cinta erat. Tak peduli dia menjadi pusat perhatian orang orang yang berada di bandara. Yang penting sekarang dia bisa mecurahkan betapa sayangnya dia pada kekasihnya.

Rama melepas pelukannya. Memberi kecupan manis di kening Cinta. "Jaga diri kamu ya."

"Itu pasti." Cinta diam sejenak. "Titip anak-anak musik ya. Kalo mereka gak mau latihan selama aku gak ada, hajar aja."

Cinta merupakan ketua eskul band di sekolah. Meskipun banyak yang minat masuk eskul musik itu, namun banyak juga anggota yang suka bermalas-malasan latihan. Padahal katanya mereka suka musik.

"Ih jahatnya. Pasti aku akan bantu mereka latihan. Berkat kamu, aku mulai mengerti musik sedikit-demi sedikit."

Tak lama, terdengar suara dari Bandara, jika penerbangan ke London tinggal lima menit lagi. Semua penumpang harus segera masuk ke dalam.

"Aku berangkat."

Cinta tersenyum. Dia masuk ke dalam. Sambil menunggu paspornya diperiksa petugas, Cinta menoleh, melambaikan tangan kepada mereka semua.

Setelah paspornya sudah diperiksa, Cinta kembali masuk.

"Kak Rama jangan sedih, masih ada Ody di sini. Lagian Kak Cinta perginya sebentar kok. Dia bakal balik lagi, ke Kakak, dan ke kita semua."

Rama tersenyum menatap Melody. "Mau kakak bisikin sesuatu?"

Melody mengerutkan dahi. "Apa?"

Rama menjajarkan tinggi tubuhnya dengan Melody. Membisikan kalimat pada gadis itu. "Selama Kak Cinta masih pergi, kita belajar bersama-sama tentang musik. Jadi kalo Kak Cinta pulang, kita bisa sambut dia dengan penampilan kita."

Melody semringah. Dia setuju jika akan menanpilkan sebuah lagu untuk Cinta saat kakaknya itu kembali lagi ke Indonesia. "Setuju. Tapi sebelum itu ajarin Ody sesuatu kak."

"Apa?"

"Ajarin Melody instrumen piano yang Kak Cinta buat. Kata Kak Cinta, Kak Rama udah hafal. Ody udah sempet minta ajarin Kak Cinta tapi belum hafal semua. Baru not nada pertama doang."

"Oke. Apapun demi Adiknya Kakak tersayang ini."

Rama sudah menganggap Melody seperti adiknya sendiri. Dia dari dulu ingin sekali punya adik. Namun sayangnya dia anak tunggal.

___________

"Selamat siang pemirsa, kali ini kita akan bergabung dengan Deni yang akan melaporkan di lokasi kejadian paska kecelakaan pesawat tujuan ke London beberapa jam yang lalu. Baik, Deni bagaimana situasi di sana saat ini?"

Suasana pembawa acara dari salah satu stasiun televisi memenuhi ruang keluarga. Melody duduk santai sembari memakan cemilannya untuk melihat berita apa yang sedang hot di televisi kali ini.

"Kok gue jadi cemas ya? Ah, emang pesawat yang terbang ke London cuma satu." Melody menepis pikiran negatif di otaknya. Fokusnya kembali ke layar televisi.

"Baik, terima kasih, Ferly yang berada di studio. Tim kami siang ini memantau jatuhnya pesawat Garuda Indonesia menuju ke London. Bisa dilihat di belakang saya para polish mengevakuasi korban kecelakaan pesawat."

"Pesawat yang jatuh sekitar tiga jam yang lalu telah menyebabkan beberapa korban jiwa. Berikut nama-nama korban yang telah berhasil di evakuasi beserta fotonya."

Melody tercengang, saat menatap datar layar televisi. Jantungnya berdetak tak karuan, saat membaca nama kakaknya tertera pada layar.

''Aluna Cinta Jackson, umur 17 tahun, pelajar SMA Kencana Bakti." Melody yakin dia tak salah lihat. Sebuah foto yang terpampang di layar televisi itu adalah kakaknya.

Seperti tersambar petir di siang bolong. Melody menjerit, membuat orang rumah menghampirinya. "Gak mungkin... gak mungkin. Kakak...! Kakak."

"Ody, kamu kenapa teriak-teriak sih. Bikin kita panik tau nggak?" tanya Heri. Dia datang ke ruang keluarga bersama Hilda saat mendengar teriakan Melody.

Hilda menatap putri bungsunya yang terisak. "Eh, kamu kenapa? Ditanya kok malah nangis? Habis berantem lagi sama Kenn?"

Melody menggeleng. "Kakak. Hiks...."

"Kenapa? Kamu kangen ya sama Kak Cinta?"

Melody kembali menggeleng. Bibirnya terasa kelu untuk menjelaskan semuanya pada bunda serta ayahnya.

Jari telunjuknya menunjuk ke televisi, membuat Hildan dan Heri melihat ke arah televisi.

"Itu berita tentang kecelakaan pesawat?" tanya Heri.

"Mas, itu kok nama pesawatnya sama ya, sama pesawat yang ditumpangi Cinta? Bahkan jurusan bepergiannya juga sama?" Alis Hilda bertautan.

"Kak Cinta... hiks... Kak Cinta mengalami kecelakaan pesawat, Yah, Bun," ucap Melody terbata.

Ucapan dari mulut melody membuat sepasang suami istri itu terkejut. Seperti dihantam oleh batu, sangat sakit sekali mengalami kenyataan ini.

"Gak mungkin." Satu persatu air mata Hilda turun, membasahi pipinya. Dia mendudukan diri di samping Melody.

"Bun, Kita harus terima kenyataan ini." Melody memeluk Hilda.

Heri masih mematung, mencerna apa yang telah terjadi. "Ini, ini! Ini alasan Ayah nglarang Cinta buat main musik. Ayah gak setuju Cinta pergi ke London buat mengikuti ajang itu. Dari awal Ayah udah bilang, gak seharusnya dia bertekat menjadi musisi. Musik itu pembawa sial!"

Melody dapat melihat raut kekecewaan beserta emosi di ayahnya. Dia jadi merasa bersalah karena telah mendukung Cinta untuk ikut andil dalam ajang musik internasional itu.

Jika saja dia tidak membujuk Heri dan Hilda, mungkin Cinta tidak akan mengalami kecelakaan.

Ayah kayaknya murka banget sama musik. Padahal Ody juga bertekat untuk menjadi musisi. Maafin Ody ya, Kak. Ody akan memendam bakat Melody, Ody gak bisa nepatin janji ke Kakak untuk tetap mengalunkan sebuah musik.

"Yah, jangan sesali apa yang terjadi. Anggap saja ini pelajaran buat kita." Hilda menenagkan suaminya.

"Pelajaran?! Pelajaran buat apa?! Seharusnya kita dapat belajar dari masa lalu Ayah. Karier  Ayah hancur gara-gara musik. Dan sekarang? Kita kehilangan anak sulung kita gara-gara musik!"

Melody makin terisak. Melihat seberapa rapuh ayahnya. Heri dulu juga bercita-cita untuk menjadi musisi, namun naas, cita-citanya itu tidak terpenuhi. Maka dari itu Heri tak ingin Cinta mengalami hal yang sama sepertinya.

"Udah, Yah. Mending kita ke rumah sakit. Lihat gimana keadaan Kak Cinta," ucap Melody.

__________

Sebelum ke rumah sakit, tadi Melody mengabari Rama terlebih dahulu.

Kini Melody, Rama, dan orangtuanya telah berdiri di ruang autopsi. Mereka tinggal menggu kabar dari dokter.

"Kenapa harus di ruang autopsi? Ini kan buat orang yang sudah gak ada? Aku yakin banget Cinta masih hidup," ucap Rama. Dia sama sekali tidak percaya dengan kabar buruk yang baru saja dia terima.

"Kak, ikhlasin Kak. Gak cuma Kak Rama aja yang merasa kehilangan. Tapi kita juga." Melody berusaha menahan isaknya, tak ingin membuat Rama tambah sedih.

"Gimana gak sedih, Mel. Baru aja kita nganterin dia di bandara, ternyata Tuhan secepat itu ambil dia dari kita." Rama menahan tangisnya, namun tidak bisa. Nyatanya tidak semua cowok itu kuat, dia juga pernah mengalami titik terlemah, apalagi saat kehilangan orang yang dia sayang.

"Ternyata tadi pagi adalah pertemuan terakhir kita," lanjutnya.

"Permisi. Apakah benar ini dengan keluarga korban?" tanya dokter Anton.

"Iya, Dok." Heri berbicara.

"Cinta mengalami benturan keras di kepalanya, dan beberapa bagian tubuhnya terkena serpihan sayap pesawat," ucap Dokter Anton.

"Kapan kami bisa membawa jenazah Cinta pulang dok?"

"Sekarang jenazahnya bisa dikuburkan."

Beberapa jam kemudian jenazah Cinta telah dimakamkan di liang kubur.

Duka menyelimuti keluarga Jackson. Bukan hanya itu, tapi Rama dan keluarganya juga bersedih atas kepergian Cinta yang secepat ini.

🍁🍁🍁

Mereka yang berada di sana menatap iba pada Kaiden dan juga Melody.

Tidak hanya Kaiden, namun Melody juga sedikit bercerita.

"Gue turut berduka cita ya, Mel. Atas meninggalnya kakak lo." Marvel ikut bersedih. Dia juga pernah mengalami hal yang sama, kehilangan orang yang dia sayang. Lebih tepatnya adik kandungnya sendiri, Mily.

"Makasih, Kak."

"Tapi yang masih mengganggu pikiran gue satu. Gimana bisa nama lo yang tadinya Rama bisa jadi Kaiden?" tanya Gitar bingung.

Melody melirik Kaiden. "Ody juga pengen tau, Kak. Gimana nama Kakak yang tadinya Irama Pramudya bisa jadi Kaiden Pramudya?"

"Setelah Cinta pergi. Hati gue begitu hancur. Gue berasa gak ingin hidup lagi. Tapi waktu itu Rebecca selalu nguatin gue harus tetap bertahan." Meskipun pedih, Kaiden ingin mencurahkan beban yang selama ini dia pendam.

"Sejak kejadian itu, akhirnya gue putuskan untuk mengubah gue jadi Kaiden. Karena nama Irama itu, selalu mengingatkan gue dengan Cinta. Dan gue ikut orangtua gue ke Amerika. Nyelesaiin sekolah gue di sana. Gak cuma itu, gue juga kursus musik hingga akhirnya gue bisa ngajar kalian seperti sekarang."

"Jadi, Kak Rama ingin melanjutkan cita-citanya Kak Cinta? Gitu?" Melody bertanya memastikan.

Kaiden menoleh, tersenyum tipis. "Iya. Gue harap lo juga gitu kan, Mel?"

Melody terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.

"Tapi Kai, kalo lo udah nyelesain sekolah lo di Amerika. Sama belajar musik di sana. Kenapa lo gak sekalian kuliah di sana juga? Kenapa malah milih di sini?" Jika Tristan menjadi Kaiden, pasti  dia lebih memilih kuliah di luar negeri.

"Karena gue merasa masih ada tugas yang harus di selesaikan." Kaiden melirik Melody. "Gue itu perginya gak pamit sama adik gue tersayang."

Melody tersenyum tipis. Dia tahu Kaiden begitu menyayanginya.

"Ody, dari dulu ada orang yang mau banget ketemu sama lo."

Melody mengerutkan dahi, mendengar perkataan Kaiden. "Siapa?"

TBC


Sorry typo.

Udah tau kan rahasianya.

Gimana, part ini dapet gak feel-nya?

Coba tebak. Kira-kira siapa orang yang kepingin banget ketemu sama Melody?

Aku gak tau ke depannya bakal update berapa kali seminggu. Soalnya sibuk dengan urusan nyata. Banyak tugas sekolah yang numpuk apalagi sebentar lagi PTS.

Tapi tenang aja, aku bakal usahain update kok.

Jangan lupa Vote dan Komen ya. Vote memang penting, tapi komen membuat aku lebih merasa dihargai.

Love.

Dedel

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top