Part 36 - Ketulusan

Udah part 36 nih. Makasih ya buat kalian yang setia membaca sampai part ini. Tanpa kalian cerita ini hanya sebuah goresan yang tak berarti apa-apa.

Happy Reading.

🍁🍁🍁
Cewek itu selalu pakai hati, makanya mudah perasa. Sedangkan cowok selalu pakai logika, makanya dia berpikir berulang kali untuk mengungkapkan rasa cinta.
🍁🍁🍁

"Lo ya, yang udah ngaduin gue ke bokap?"

Baru di depan pintu, Melody dan Gitar telah dilontarkan pertanyaan yang tak mengenakkan.

Zela bersidekap, menyenderkan badannya di tembok. Sepertinya gadis itu telah menunggu Gitar dan Melody keluar dari ruang guru.

Gitar mengangkat sebelah alisnya. "Iya. Kenapa?"

"Lo bener-benar jahat ya."

"Jahatan mana sama lo yang udah nampar Melody di depan umum?"

"Oh... lo lakuin ini demi belain cewek kampungan kaya dia!" tunjuknya pada Melody.

"Eh, kak, kalo punya mulut tuh di jaga ya. Udah di maafin juga, malah ngelakuin hal yang sama." Melody angkat bicara. Dia bukan cewek lemah yang membiarkan harga dirinya diinjak-injak.

"Udah berani lo ya?"

"Kenapa harus takut, sama orang yang gak punya malu kaya lo?!"

Hampir saja Zela mendaratkan tamparannya kembali pada pipi Melody. Namun pintu ruang guru terbuka. Pak Aryo keluar dari sana.

"Ada apa ini?" tanya Pak Aryo penasaran. Dia takut anak gadisnya bukannya berubah malah berbuat nekat. Apalagi Zela sepertinya malah karena Gitar telah mengadukan sikap Zela padanya.

"Enggak ada apa-apa, Pak." Melody yang menjawab.

"Iya, Om. Zela cuma ngajakin Gitar dan Melody makan di kantin. Ditraktir katanya, Om. Tapi kita gak mau."

Zela bernapas lega. Gitar tidak mengadukannya.

"Kenapa gak mau?" Pak Aryo kembali bertanya.

Gitar menyahut terlebih dahulu, sebelum Zela membuka mulutnya. "Zela kan harus ikut Om pulang. Lagian Gitar bisa kok naktir Melody sendiri."

"Ayo, Pa. Kita pulang. Mereka juga gak mau ditraktir kan?" Zela menarik tangan pak Aryo meninggalkan tempat tersebut.

Setelah Zela dan Pak Aryo menjauh, Melody menatap Gitar. "Lo kenapa sih, bohong kayak gitu. Gak baik tau."

"Emang sikapnya Zela yang maki lo barusan baik? Nggak, kan...?"

Melody terdiam.

"Kalo gue bilang jujur sama Om Aryo, gue kasian dia. Bagaimanapun juga Zela adalah sepupu gue." Gitar melanjutkan ucapannya.

Melody merasa tersentuh dengan ucapan Gitar. Rupanya cowok itu rendah hati juga.

"Yuk." Gitar menggandeng tangan Melody.

"Kemana?"

"Kantin. Gue kan tadi bilang mau naktir lo."

Dahi Melody mengerut. "Beneran ya? Gue kira cuma acting di depan pak Aryo."

"Ya enggak lah."

"Kalo gitu gak usah. Gue harus ke kelas. Menyelesaikan rangkuman sejarah yang tadi." Melody menolak, melepaskan tangannya dari genggaman Gitar. "Lagian sebentar lagi bel masuk juga bunyi."

"Kenapa mikirin tugas sih. Tugas lo kan udah di kerjain temen lo?"

"Maaf." Melody pergi dari hadapan Gitar, lebih tepatnya kembali ke kelas.

Gitar yang mengalami penolakkan itu berdecak. "Aneh banget tuh cewek. Diajakin makan malah minta maaf."

🍁🍁🍁

"Serius?"

Willona sangat antusias mendengar cerita Melody tentang Gitar yang mengadukan Zela ke ruang BK. Dan karena itu pula Zela di skors selama seminggu.

"Iya. Dan pak Aryo baik banget orangnya. Dia gak pandang bulu meskipun dia donatur terbesar di sekolah ini. Dia tetap meminta anaknya di hukum dengan tata tertib yang berlaku di sekolah."

"Ya memang seharusnya gitu. Harusnya dari dulu tuh." Willona diam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Kak Gitar tulus banget ya, bantuin lo. Padahal dulu kan dia kayak gak suka gitu kalo ketemu lo."

Melody mengangkat bahu. "Entahlah."

"Atau jangan-jangan, dia berterima kasih karna lo bantuin Axellez waktu itu?" Membantu yang di maksud Willona tentu saat festival musik akhir tahun.

Mereka berdua sama-sama diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

🍁🍁🍁

Kenn memutar-mutar kunci mobil dengan jari telujuknya. Langkah kaki membawanya ke depan pintu rumah Melody. Sesuai janjinya kemarin, hari ini dia akan mengajak Melody ke bioskop.

"Assalamualaikum." Kenn mengetuk pintu rumah Melody.

"Waalaikumusalam."

Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat muda itu membukakan pintu.

"Kenn?"

"Eh, Bunda." Kenn mencium tangan Hilda. Seseorang yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri. "Ody ada, Bun?"

"Ada tuh di kamarnya. Masuk dulu yuk."

Hilda mempersilahkan Kenn masuk.

"Mau minum apa?" tanya Hilda, ketika Kenn sudah mendaratkan pantatnya di sofa.

"Gak usah, Bunda. Lagian Kenn mau pergi juga sama Ody."

"Oh iya. Pantesan pakaiannya rapih gak urakan kayak biasanya." Hilda terkekeh. Dia ikut duduk di depan Kenn.  "Emang mau kemana sih?"

"Mau ngajak nonton, Bun. Kan tahun baru ini film bioskop lagi bagus-bagusnya."

"Iya. Bunda cuma liat trailer-nya di youtube bagus-bagus. Sayang Ayah gak mau ngajakin Bunda ke bioskop. Padahalkan Bunda juga pingin mengenang masa muda. Masa waktu Ayah sama Bunda lagi pacaran." Hilda menghela napas. ''Ayah malah sibuk kerja. Ya sudah, Bunda ngurusin rumah aja."

Kenn senang Hilda berbagi keluh kesah padanya. Pasalnya dia tak hanya dianggap anak, namun juga sebagai sahabat oleh ibunya Melody itu.

"Kalo itu Bunda ikut kita aja. Sekalian kan?"

"Eh, jangan. Kaliankan masih muda, jadi gak papa nonton berdua. Nanti kalo Bunda ikut ganggu lagi. Lagian apa kata orang-orang nanti. Dikira Bunda emak-emak yang selalu ngintilin anaknya." Hilda diam sejenak. "Kalian aja, Bunda juga masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan."

Tak lama, Melody datang menghampiri mereka. Gadis itu terlihat cantik dengan balutan dress navy selutut. Rambutnya yang panjang dibiarkannya tergerai. Kenn dan Hilda berdiri memandang Melody.

Kenn yang melihat itu terpana. Matanya tak berhenti memandang Melody dengan lekat.

"Cantiknya anak Bunda, ya kan, Kenn?" Tak kunjung mendatap jawaban, Hilda menoleh pada Kenn. Rupanya cowok itu masih sibuk menatap anaknya. Sontak hal itu membuatnya tersenyum. Rupanya Kenn terpana kecantikan anaknya. "Kenn?"

Sadar, Kenn langsung melihat Hilda. "Eh iya, Bunda. Ody cantik banget."

"Makasih pujiannya ya, kentang. Gak sia-sia gue sejam dandan gini. Padahal cuma nyoba-nyoba doang." Melody merasa tersipu. Rupanya dia lumayan pandai mendandani dirinya. Meskipun selama ini ia tampil natural. "Eh emang gak papa ya gue kayak gini. Padahal kita cuma mau nonton doang?"

"Nggak lah. Itu masih natural kok. Gak medok kayak dandanan emak-emak kalo kondangan."

"Kalian berangkat sana. Buruan, sebelum macen jalanan," suruh Hilda.

"Oh iya, kita pergi dulu ya, Bun."

Mereka keluar setelah meminta izin.

"Lo bawa mobil itu?" Melody menunjuk mobil sport merah yang biasanya dipakai Kenn untuk balapan.

"Iya. Lo tenang aja. Gue udah gak suka balapan kok. Sekarang gue juga udah diizinin bawa mobil itu sama bokap."

Melody mengangguk. Gadis itu pun masuk duluan ke dalam mobil Kenn. Kenn akhirnya ikut menyusul Melody masuk ke dalam mobil.

🍁🍁🍁

Sesampainya di bioskop, Melody dan Kenn disajikan pemandangan yang membuat pusing. Lautan manusia telah memenuhi lobby utama bioskop. Jika weekend seperti ini bioskop selalu ramai. Apalagi film yang sedang tayang sangat bagus.

"Rame banget." Melody sebenarnya ingin menonton. Namun jika antriannya panjang seperti ini dia memilih untuk membatalkan.

"Kalo sepi itu kuburan." Kenn memandang raut wajah Melody. Dahi gadis itu mengerut, seperti memimirkan sesuatu. "Kenapa?"

Melody menoleh ke arahnya. "Lo udah pesen tiket?"

Kenn tersenyum. Apa yang dipikirakannya benar. "Tenang aja, gue udah booking semalem. Jadi tinggal di ambil aja."

Mendengar itu Melody jadi lega. "Eh tapi lo booking tiket apaan? Bukan horor, kan?"

"Bukan lah. Gue tau lo gak suka horor. Makanya gue pilih kita nonton film romance remaja aja."

Ada waktu sepuluh menit sebelum film yang mereka tunggu dimulai. Hal itu digunakan baik untuk Melody dan Kenn membeli popcorn dan air mineral.

Mereka memilih tempat duduk di tengah-tengah. Sampai akhirnya film itu di putar.

"Mel, bagi popcorn, dong?"

"Apaansih, Kenn, ganggu lo ah." Melody tidak suka diganggu. Apalagi matanya masih menatap layar bioskop. "Nih." Tanpa menoleh sedikit pun, Melody memberikan popcorn itu pada Kenn.

"Kalo udah nonton gini nih. Dunia serasa milik sendiri."

Ocehan Kenn itu hanya dianggap angin lewat oleh Melody.

Film berdurasi satu jam tiga puluh menit itu mengusung tema yang banyak terjadi di kalangan remaja. Terutama persahabatan antara cewek dan cowok, yang dimana salah satunya ada yang saling mencintai diam-diam atau yang biasa disebut frinzone. Hampir samalah, seperti apa yang sedang mereka alami saat ini.

🍁🍁🍁

Seusai menonton film di bioskop. Mereka mampir sebentar di kedai es krim yang jaraknya tak jauh dari bioskop.

Melody dan Kenn memesan es krim rasa kesukaan merereka, yaitu coklat.

"Kenn gue lagi sedih tau," ucap Melody tiba-tiba.

Kenn yang sibuk memakan eskrim akhirnya menoleh. "Terus?"

"Ish, lo gak mau tanya kenapa gitu?" Melody berdecak, ken sama sekali tidak peka.

"Iya, Mel, iya. Kenapa?"

"Gue tuh ya, sedih banget tau habis nonton film tadi. Ternyata mereka sahabatan dan saling menyimpan rasa." Melody mengelapi matanya yang sedikit berkaca. "Terus ya, si cowok gak peka banget kalo ceweknya baper selalu dia kasih perhatian manis. Dan lebih parahnya lagi, si cowok gak ngomong kalo dia suka sama ceweknya."

Sudah di duga. Jika habis menonton film romantis Melody selalu saja begitu. "Udah lah, Mel. Itukan cuma film."

"Tapi kan kasian ceweknya, Kenn. Dia berasa digantungin." Melody mengusap ingusnya menggunakan tisu.

Kenn jadi tak minat lagi memakan es krimnya, karena melihat kejorokan Melody saat mengeluarkan ingusnya.

"Kayaknya gue salah pilih film deh. Mendingan tadi nonton film horor aja, atau nggak kartun," ucap Kenn menyesal.

"Ih bagusan film tadi ya." Melody tidak terima. "Cuma gue kesel aja sama cowoknya. Dia gak pernah ungkapin perasaannya, dan waktu mau ungkapin, eh ceweknya udah kedahuluan cowok lain.  Cowok itu pengecut banget."

Entah mengapa kalimat terakhir yang diucapkan Melody seperti belati yang menancap di hatinya. Mungkin benar, dia pengecut. Sampai-sampai tak sangguo mengungkapkan rasa kepada orang yang dia suka. Tapi dia sudah siap menerima resikonya, jika orang yang dia suka menjadi milik orang lain.

"Lo itu baperan tau nggak? Nonton gitu aja mewek." Kenn berusaha menutupi kekecewaan di hatinya.

"Biarin. Kan gue perasa, gak kayak lo gak peka. Masa respon lo biasa aja habis nonton film tadi?"

"Nah itu, Mel bedanya cewek sama cowok. Kalo cewek itu mikirnya pakek hati, makanya mudah perasa, sedangkan cowok selalu pakai logika, makanya mikir berulang kali untuk mengungkapkan cinta." Entah sejak kapan Kenn menjadi sok puitis gitu.

"Gitu ya?"

Kenn mengangguk.

Melody melipat tangannya di atas meja. Matanya menatap Kenn lekat. "Kalo misal lo jadi cowok di film itu, apa lo akan melakukan hal yang sama. Maksudnya, menyembunyikan rasa sampai terungkap sendirinya?"

Pertanyaan itu sontak membuat Kenn membisu. Jika di dunia nyata, dia memang sedang melakukan hal itu. Namun jika menilai film yang di tontonnya tadi, dia harus memperjuangkan perasaannya.

"Kenn? Gue cuma tanya kali, muka lo serius amat. Hahaha." Melody terkekeh.

"Tadi mewek, sekarang ketawa lo," cibir Kenn. "Kalo gue jadi cowoknya, gue bakal perjuangin si cewek lah. Apalagi mereka sahabatan, jadi gak perlu perkenalan lagi. Kan sudah saling mengenal satu sama lain."

Dasar tukang bohong. Munafik lo, Kenn. Cibir Kenn pada hatinya sendiri.

"Itu dia yang namanya cowok sejati." Melody mengomentari. "Eh, jangan-jangan, lo lagi suka juga ya sama sahabat lo?" tanya Melody, penuh selidik.

Dahi Kenn mengerut. Atau jangan-jangan Melody tahu jika Kenn menyukainya. Tapi dari siapa? Willona tidak mungkin membungkar semuanya.

"Enggak lah. Ada-ada aja lo," alibi Kenn.

"Halah. Gue tau. Udah jujur aja...." Melody tersenyum jahil.

"Enggak, Mel. Lagian siapa coba, sahabat gue yang gue sukain?" Kenn bertanya dengan nada santainya. Padahal hatinya sedang tak karuan takut ketahuan.

"Willona." Melody tersenyum.

"Willona?" Kenn membeo. "Mana mungkin gue suka sama mak rombeng itu? Ada-ada aja lo, ih."

Kenn lega ternyata Melody tidak mengetahui yang sebenarnya. Namun kenapa gadis itu malah menyangkutpautkan Willona sih? Padahal Kenn hanya menganggap Willona sebagai teman. Itu saja.

"Kenapa gak mungkin? Kan kita gak tahu, kan, kepada siapa kita kan menjatuhkan hati?"

Kenn merasa pertanyaan Melody sudah terlalu jauh. "Udah ah. Kenapa lo jadi sok puitis gini sih? Tuh habisin es krim lo."

Melody memakan kembali es krimnya yang mulai mencair.

"Es krim lo gak di makan? Kan itu masih banyak?" Melody melihat es krim yang berada di depan Kenn.

"Udah gak napsu gue. Gara-gara liat lo tadi buang ingus. Jorok banget sih lo, Mel."

"Hehehe. Maaf, Kenn." Melody menyengir kuda.

"Tuh kan lo jorok. Makan es krim aja sampe belepotan."

Kenn mengambil tisu yang ada di meja. Menghapus sisa-sisa es krim yang berceceran di sudut bibir Melody.

"Makasih, Kenn. Baik banget sih lo sama gue. Makin sayang deh."

Gue selalu tulus sama lo, Mel. Selalu. Karena lo satu-satunya perempuan yang gue sayang selain almarhumah mama.

Kenn tersenyum kecil. Matanya masih menatap Melody yang bahagia menyantap es krim.

"Es krim lo gak di makan, kan? Buat gue aja ya. Mubajir." Melody mengambil es krim yang berada di depan Kenn.

"Iya. Kalo mau lagi nambah aja."

"Lo yang bayarin?"

"Bayar sendiri lah. Emang gue cowok lo."

Pertanyaan itu membuat Melody mendengus. "Pelit amat lo. Liat aja nanti kalo gue punya cowok. Gue gak akan minta traktir lo lagi."

Kenn tersenyum kecut. "Gue harap kalo lo punya cowok. Lo gak akan lupain gue, Mel?"

Aktivitas Melody berhenti. Dia menatap Kenn. "Hah? Lo serius nanggapin ucapan gue, Kenn? Padahal cuma bercanda lo. Lagian mana ada sih cowok yang suka sama gue?"

"Yang pasti ada, Mel. Lo kan cantik."

"Siapa?" Mata Melody menyipit menunggu ucapan Kenn.

"Orang itu...? Orang itu adalah...?" Kenn selalu menggantungkan ucapannya. Membuat Melody semakin penasaran.

"Setelah pesan-pesan berikut ini."

"Eh, kentang. Lo pikir ini acara konser televisi apa?" Melody kesal.

"Iya kali ini gue serius."

"Siapa?" tanya Melody kembali.

"Orang itu adalah... hamba Allah. Hahaha." Tawa Kenn pecah seketika, dia berhasil mengerjai Melody.

Melody mencubit lengan Kenn. Membuat cowok itu menggerang kesakitan. "Sialan lo. Bohongin gue."

TBC

Sorry typo.

2200 kata nih. Panjang kan?
Pegel banget sumpah ngetik part ini.

Demi readers tercintah. ❤

Gimana kesan kalian di part ini?

Jangan lupa vote komen, and share ya.

Jangan lupa follow akun ini ya. Biar kalian gak ketinggalan infonselanjutnya. Jangan lupa juga follow ig aku. @della_riana24


Love.

Dedel.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top