Part 34 - Heboh

Nungguin ya?

Yuk dibaca.

Sambil ngoreksi kalo ada typo ya.

🍁🍁🍁
Sesuatu yang berharga itu bukan terlihat dari harganya. Namun dari siapa si pemberinya, maknanya dan apa manfaatnya.

🍁🍁🍁

"Willona, lo tau Melody enggak?" tanya Kenn mengaitkan tasnya di bahu kanan.

Kenn tidak sengaja bertemu dengan Willona di koridor kelas sepuluh, koridor lantai paling bawah.

"Tau. Melody itu sahabat gue. Sahabat lo juga kan, Kenn? Lo gak amnesia kan?"

Kenn berdecak. "Bukan itu. Maksud gue. Lo tau Melody dimana?"

"Gue aja baru dateng. Biasanya kan, kalian berangkat bareng."

"Iya biasanya, tapi tadi enggak. Gue bangun kesiangan jadi dia berangkat duluan."

Willona hanya manggut-manggut tanda dia mengerti.

"Eh, itu ngapain pada ke atas ya. Rame-rame apaan?" tanya Willona penasaran.

Kenn mengangkat bahu. "Nggak tau."

"Eh, Dek, itu di atas ada apa?" Willona bertanya pada adik kelas yang baru saja menuruni tangga.

"Itu Kak, Kak Melody di bully sama kak Zela."

"What?" Mata Willona dan Kenn reflek membulat.

"Makasih ya, Dek, informasinya."

"Sama-sama, Kak." Adik kelas itu pergi berlalu.

"Orang kaya Zela emang gak bisa berubah ya. Udah berapa kali dia nyelakai Melody." Kenn geleng-geleng kepala.

"Yuk, Kenn kita ke sana sekarang. Gue takut Melody kenapa-napa." Willona sangat cemas.

Mereka berdua bergegas menaiki tangga lantai dua. Berharap tidak terjadi apapun pada Melody.

"Misi air panas, air panas," ucap Willona. Satu-satunya cara untuk membelah krumunan manusia seperti itu. Agar dirinya dan Kenn bisa melihat apa yang terjadi di depan.

Kenn dan Willona ingin menyelamatkan Melody dari Zela. Namun ternyata, hal yang di depan mata mengejutkan mereka. Melody tidak bersama Zela, namun Gitar. Dan parahnya, cowok itu mencium pipi Melody di hadapan orang-orang yang masih berada di koridor.

Para murid yang berada di situ menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang Gitar Exel Julian mencium pipi adik kelasnya? Pasalnya, setahu mereka Gitar itu dekat dengan Viola, bukan Melody.

Tak lama, terdengar suara jepretan kamera diantara mereka. Tidak sedikit dari mereka yang mengabadikan momen itu. Mungkin saja sekarang sudah tersebar di media sosial. Sepertinya sebentar lagi hal ini akan menjadi berita hangat di sekolah.

"Apa-apaan lo?!" Kenn reflek menjauhkan Gitar dari Melody dengan cara menarik pergelangan cowok itu. "Gak sopan sama sahabat gue?!"

Kenn menoleh pada Melody yang sepertinya masih syok dengan insiden yang baru saja dia alami. "Mel, lo gak papa, kan? Pipi lo kenapa ada bekas tamparannya gitu?"

"Tadi Melody ditampar sama Zela." Gitar yang menjawab pertanyaan yang dilontarkan Kenn untuk Melody.

"Zela sepupu lo yang gila itu?" Kenn telihat emosional. "Sebelas duabelas lah sama lo. Sama-sama gila."

Menurut Kenn perbuatan yang dilakukan Gitar terhadap Melody tadi adalah hal gila. Dia sudah berani mencium Melody di depan umum. Jika saja ada guru yang lewat dan menyaksikan itu, Melody akan terkena masalah.

"Jangan asal ngomong ya. Gue gak sejahat yang lo pikirin. Justru gue yang bantuin Melody terlepas dari Zela. Tadi itu Zela mem-bully Melody." Gitar membela diri.

"Terus maksud lo nyium Melody itu apa, hah?! Mau buat nama dia tercemar? Atau lo mau buat sensasi doang biar terkenal?!"

"Gue cuma mau hilangin rasa sakit di pipi Melody akibat tamparan Zela. Itu aja kok."

"Harus banget pakek cara itu? Emang setelah lo cium Melody sakitnya dia bakal hilang?! Dasar modus!"

"Kenn, udah, Kenn." Willona mencoba melerai perdebatan. Tak ingin mereka menjadi tontonan. "Mendingan sekarang kita bawa Melody ke UKS."

Kenn menoleh pada Melody sekilas, lalu kembali melihat Gitar. "Awas lo kalo deketin sahabat gue lagi," ancamnya.

Kenn berjalan mendekati Melody. "Mel, gue antar ke UKS ya?"

Kenn dan Willona membawa Melody ke UKS.

Krumunan itu langsung bubar. Setelah Gitar memperingatkan.

🍁🍁🍁

"Aww." Melody menjerit ketika Willona mengoleskan salep pada pipinya.

"Sakit banget ya?" tanya Willona. Pasalnya tamparan yang ada di pipi Melody itu berwarna merah kebiruan. Bahkan cap jari tangan Zela pun ada di situ.

"Lumayan."

"Kurang ajar banget tuh si Zela nampar-nampar lo segala." Willona terlihat murka. "Nyesel banget gue pernah muji dia dulu. Emang ya, orang yang sifatnya kaya gitu tuh gak bisa berubah."

"Namanya juga manusia, Will. Sifatnya bisa berubah-ubah." Melody tersenyum kecil.

"Mel, bener, lo gak mau gue anter pulang aja?" tanya Kenn sekali lagi. Sesari tadi dia sudah menawarkan diri untuk mengantar Melody pulang, supaya gadis itu bisa istirahat di rumah. Namun Melody menolak dengan mengatakan baik-baik saja.

"Enggak, Kenn. Gue gak papa, bener kok." Melody tak ingin membuat Kenn cemas. "Lagian kalo pulang entar ditanyain yang macem-macem lagi sama Ayah Bunda. Gue kan, males jawabnya."

"Tapi itu sakit banget, Mel. Sampe biru gitu."

Melody menggelang. "Ada yang lebih sakit dari ini, Kenn?"

"Apa? Lo diapain sama Gitar." Kenn terlihat khawatir.

"Bukan kak Gitar." Melody mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya. "Ini kalung peninggalan dari kak Cinta. Kalung ini patah jadi dua karena di tarik Zela. Padahal... kalung ini sangat berharga banget bagi gue."

Tak sadar, air mata Melody turun. Kenn dan Willona merasa iba, Melody sangat menyayangi benda itu. Benda itu bukan sembarang aksesoris. Namun juga kenangan bersama orang yang Melody sayang.

"Dia tega ngelakuin itu, padahal.dia tau kalo kalung ini kenangan terakhir dari kakak gue," lanjut Melody dengan suara serak.

"Mentang-mentang dia kaya bisa berbuat seenaknya. Gak nyadar perbuatannya itu menimbilkan luka." Kenn berkomentar. "Dia kira kalung kaya gitu bisa beli lagi kali ya? Walaupun bisa, maknanya sudah beda."

"Sabar ya, Mel. Orang yang jahat pasti dapat balasannya." Willona tersenyum, mengelus bahu Melody lembut.

"Emang ceritanya gimana sih, Mel. Kenapa tiba-tiba si Zela bully elo?" Kenn penasaran.

"Dia pikir gue kemaren sengaja gantiin kak Gitar. Dia kira gue udah ngerencanain semuanya dari awal." Melody mulai bercerita. "Kak Zela gak suka karena orang-orang sekarang lebih bangga-banggain gue dari pada kak Gitar. Jadi ya gitu deh, sia lakuin ini ke gue."

"Oh jadi ini semua gara-gara Gitar?

"Yang salah itu Zela, Kenn, bukan kak Gitar," sanggah Willona.

"Sama aja. Mereka saudaraan kan. Dasar saudara sama-sama gila." Kenn mengupat.

"Lo salah, Kenn. Justru kak Gitar yang udah nyelamatin gue dari kak Zela." Melody bersuara. Dia tak ingin sahabatnya salah paham. "Seharusnya tadi gue berterima kasih sama dia. Tapi lo sama Willona udah bawa gue ke sini."

"Terima kasih dalam hal apa? Karena dia udah nyium lo gitu?! Iya?!" Kenn bertanya sengan mata yang menyala-nyala.

"Apaan sih, Kenn. Kok lo sensitif gini." Melody baru pertama kali melihat Kenn semarah itu padanya. "Niat dia cuma mau nolongin gue... itu aja. Gue juga syok tiba-tiba dia nyium gue gitu."

"Terus kenapa lo gak tampar dia?" tanya Kenn santai namun tatapannya tajam.

"Mana mungkin gue nampar orang yang udah nolong gue dari pem-bully-annya Zela."

"Halah. Bilang aja lo menikmati kan? Lo suka dia nyium lo kan?"

"Maksud lo apa, Kenn. Lo pikir gue cewek murahan?!" Entah mengapa hati Melody terasa sesak. Pertanyaan Kenn begitu menusuk.

"Gue gak bilang gitu, Mel. Lo sendiri kan yang ngerasa?"

Butiran bening keluar kembali dari manik Melody. "Lo kenapa sih, Kenn? Lo beda banget dari Kenn yang gue kenal dulu? Dulu lo gak kaya gini... sekarang lo berubah."

"Gue kayak gini cuma mau nglindungi lo doang, Mel. Gue rasa yang berubah itu lo bukan gue."

"Gue masih Melody yang dulu. Sahabat lo dari kecil. Gue gak ngerti Kenn, lo marah tanpa alasan ke gue."

"Argh...." Kenn mengacak rambutnya frustasi. Kemudian cowok itu keluar dari ruang UKS.

"Kenn! Kenn...!" Melody berteriak memanggil cowok itu. Namun sedetik pun Kenn tak menoleh padanya dan malah mempercepat langkahnya.

"Aneh banget sih, si curut." Willona memandang kepergian Kenn dengan heran. Dia kembali menatap Melody. "Lo tenang aja ya, Mel. Istirahat sini aja. Biar gue yang ngomong sama Kenn."

Willona menyusul kepergian Kenn.

🍁🍁🍁

"Gila, foto lo cium melody udah nyebar aja di medsos." Milo menggeleng-geleng setelah melihat berita yang ia dapatkan dari aplikasi instagram.

Kini mereka sedang berada di ruang musik. Karena kelas sedang free. Guru yang mengajar kelas mereka tidak berangkat.

"Ya nyebar lah. Netizen Gitar kan banyak." Tristan menimpali.

Gitar ikut membuka ponselnya, lebih tepatnya instagram. Dia melihat postingan yang di posting dari akun lambe-lambean. Foto disaat dia mencium Melody terpampang di sana.

GITAR, VOKALIS AXELLEZ MENCIUM CEWEK.

"Waw. Seketika Melody viral ya." Derby menyahuti. Dia cukup terkejut apa yang Gitar lakukan meskipun tidak secara langsung.

"Gue tadi liat Zela mukanya kusut. Kesel gitu. Dia marah liat lo sama Melody?" Marvel bertanya. Dia butuh penjelasan. Sebenarnya dia juga tidak tahu apa alasan Gitar mencium Melody, namun jika dia bertanya maka dikira cemburu.

"Dia gak liat. Mungkin sekarang dia tahu dari medsos." Gitar menjawab dengan santai. "Dia kesel gegara gue marahin dia di depan umum. Lebih tepatnya belain Melody. Soalnya gue kasian Melody pipinya bengkak kena tamparan Zela."

"Gitar-Gitar. Katanya lo kesel sama Melody yang mendadak jadi idola baru sekolah, tapi lo malah nolongin dia dari Zela." Tristan tak mengerti dengan jalan pikirannya Gitar.

"Kalo gue jadi lo, Gi. Gue biarin aja si Zela. Atau nggak, gue ikut nampar si Melody." Derby sepertinya tidak suka juga dengan Melody.

Gitar menyeringai. "Kalian salah. Justru tadi gue ikut nampar Melody kayak Zela. Bedanya Zela nampar pipi Melody pake tangan. Sedangkan gue nampar pipi Melody pake bibir gue."

"Baru tau gue, istilahnya nampar pipi pake bibir." Tristan terkekeh geli.

Sebenarnya Gitar juga tidak tahu kenapa dia mencium pipi Melody. Mungkin itu hanya kegiatan refleks saja. Dia tidak suka melihat cewek menangis.

Marvel menatap Gitar dengan raut wajah bingung. Seperti ada hal yang direncanakan oleh cowok itu terhadap Melody.

Sedangkan Gitar menatap Marvel dengan penuh kemenangan. Entah mengapa Gitar yakin jika Marvel suka dengan Melody. Soalnya beberapa kali Marvel selalu membela Melody dihadapannya.

🍁🍁🍁

"Kenn, tunggu!"

Willona mengikuti Kenn sampai halaman belakang sekolah sedari tadi ia panggil Kenn malah mempercepat langkahnya. Untung saja tangannya berhasil meraih tangan cowok itu. Jadi Kenn berhenti.

"Lo kenapa sih ngikutin gue?" tanya Kenn, seraya melepas tangan Willona dari tangannya.

"Lo tuh yang kenapa?! Kenapa tiba-tiba marah gak jelas sama Melody," balas Willona.

"Gak jelas kata lo? Jelas-jelas gue peduli sama dia. Eh... respon dia ke gue kayak gitu."

"Peduli lo berlebihan. Melody udah gede, bisa bedain mana yang benar mana yang salah."

Kenn menaikan sebelah alisnya. "Lo belain dia?"

"Iya. Karena gue merasa di sini lo yang salah, Kenn."

Kenn merasa jengah dengan pembicaraan ini. Dia tahu arahnya akan kemana. "Kalo lo nyegah gue cuma mau bahas Melody, mending gak usah deh, Will."

"Lo marah sama Melody, karena lo suka sama dia kan, Kenn?"

Pertanyaan Willona itu sontak membuat Kenn mematung.

TBC

Sorry typo.

Gima part ini? Dapet gak feel-nya.

Ada yang mau ditanyain?

Ini udah mulai masuk sekolah lagi, jadi kemungkinan update minim.

Kemungkinan 2 kali dalam seminggu. Tapi gak tau juga deh, tergantung kesibukan juga. Tahun baru, semester baru, materi pelajaran baru pasti nambah otak mumet. :v

Jangan lupa vote, komen and share ke temen-temen kalian yang suka baca.

Love.

Dedel.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top