Part 29 - Terkuak

Selamat Membaca Love Is Music part 29.

Ini menjelang konflik ya gaes.

Bacanya pelan-pelan biar gak keselek. Biar dapat feel-nya.

Play list kamu - Somebody Else

Sambil dengerin ya. Biar dapet feelnya.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Tak sadar suatu keadaan membawamu pada kebenaran. Kini, impian itu kembali terulang. Hal yang sempat kau lupakan, kini malah menjadi bumerang.

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

🍁🍁🍁

Ternyata lomba itu sudah di mulai. Band dari sekolah lain sudah ada yang tampil. Rupanya pembicaraan Melody dan Kenn di samping aula tadi telah memakan waktu lumayan lama.

"Melody, Kenn, kalian darimana sih? Gue ditinggalin sendiri?" Willona kesal, dia menyuruh Kenn untuk mencari Melody, eh cowok itu malah ikutan tidak kembali.

"Gak dari mana-mana. Udah berapa peserta yang tampil?" tanya Melody penasaran.

"Baru satu kok."

"Si idola lo itu tampil nomor urut berapa emangnya?" Kali ini Kenn bertanya. Sebenarnya dia juga tidak sabar juga menyaksikan penampilan Axellez.

"Mana gue tahu, emang gue pelatihnya apa?" ucap Willona sedikit nyolot.

"Gue nanya baik-baik, lo malah nyolot. Dasar nyai rombeng."

Kali ini Willona sedang gak mood berdebat dengan Kenn. Jika Kenn menyindirnya mungkin dia hanya diam. Tak ingin merusak acara baik yang ia nantikan.

"Waw, menarik sekali ya kawan. Suara mereka bagus. Mana tepuk tangannya."

Suara MC mengintruksi peserta maupun penonton untuk bertepuk tangan sebagai apresisasi penampilan band yang baru saja tampil.

"Baiklah. Untuk mempersingkat acara. Kita lanjut saja nomor urut dua. Band SMB."

Nama band yang disebutkan MC laki-laki itu naik ke panggung. Membawakan lagu ciptaan mereka.

Melody menikmati setiap syair yang dinyanyikan band itu. Rupanya mereka berbakat untuk menjadi seorang pemusik. Impian kakaknya dulu.

Kakak, Ody kangen.

Gadis itu menumpahkan kerinduannya dengan senyuman. Biasanya jika rindu, air mata yang selalu menemaninya. Tapi tidak mungkin jika dia menangis diacara membahagiakan di sekolah ini. Malulah, apalagi di aula banyak orang. Dan Melody juga tak ingin di cap cengeng oleh orang-orang.

"Ya ampun bagus banget sih penampilan mereka!" Willona yang berada di samping Melody itu bersorak histeris. "Eh, tapi masih bagus tampilan Axellez ah. Gak sabar nunggu mereka tampil nanti."

"Aduh, Nyai, lebay banget sih lo. Alat musik aja yang lo banggain." Kenn menyahut.

"Jangan sirik ya, Kenn. Kak Gitar itu memang suaranya bagus kok. Ngiri ya lo, karena gak ada yang bisa dibanggain dari lo."

"Ada. Gue aja orangnya gak sombong. Jadi gak suka pamer bakat gue." Kenn diam sejenak. "Lagian ya, ada juga kok, warga sekolah sini yang suaranya lebih bagus daripada alat musik itu."

"Siapa?" tanya Willona penasaran.

"Melody."

Melody yang merasa namanya dibawa-bawa langsung menoleh. Matanya membulat, menatap Kenn penuh peringatan. Dia tak suka cowok itu membocorkan rahasianya pada orang-orang. Meskipun Willona adalah sahabatnya.

Tak percaya, Willona terkekeh. "Iya-iya, Melody. Suara dia bagus kok, suara perak."

"Iya suara gue suara perak," aku Melody. Dia tak ingin Kenn lebih jauh berdebat dengan Willona dan keceplosan mengatakan yang sebenarnya.

Sorry, Mel.

Kenn tahu, apa yang Melody pikirkan saat ini. Memang seharusnya dia tak menyinggung Melody dengan mengaitkannya mengenai musik.

                              🍁🍁🍁

Axellez memasuki aula dengan memakai kostum yang sudah dirancang khusus oleh mama Gitar, Monica.

Dengan gaya cool masing-masing, mereka menghampiri Kaiden, Viola, dan Rebbeca yang berada di samping panggung.

"Masih bagus lagunya kita," ucap Tristan, matanya mengarah ke panggung, melihat penampilan bandnya Yasa.

Kaiden menoleh. "Kalian udah datang rupanya? Syukurlah, soalnya sebentar lagi kalian tampil."

Axellez tak butuh latihan di ruang musik sekolah. Jadi, sebelum datang mereka berlatih dulu, sehingga datangnya mepet waktu sebelum nomor mereka dipanggil.

"Oh, Iya. Gitar mana?" Kaiden baru menyadari mereka datang berempat, seharusnya kan berlima.

"Mungkin dia masih di jalan." Derby menanggapi. "Dia bilang, kita suruh berangkat duluan, entar dia nyusul."

"Emangnya tadi kalian gak latihan bareng? Kok berangkatnya pisah-pisah?" tanya Viola.

"Tadi kita latihan bareng. Terus ke butik Mamanya Gitar dulu buat ambil kostum. Abis itu Gitar pulang ke rumahnya, ambil perlengkapan lainnya." Marvel mulai menjelaskan. "Kita janjian ketemuan di pom bensin, kita nelfon Gitar dan dia nyuruh berangkat duluan."

"Semoga aja hal buruk gak terjadinya."

"Amin...."

                               🍁🍁🍁

Waktu terus berjalan, namun Gitar tak kunjung datang. Mereka jadi khawatir kalau terjadi apa-apa dengan Gitar di jalan.

"Harusnya tadi kita gak ninggalin Gitar," ucap Derby, menyesal.

"Kita juga gak tau kan, kalau kejadiannya kaya gini?" Milo ikut menimpali.

"Ini bukan salah kalian." Semuanya menoleh pada Kaiden. ''Gue itu pelatih Axellez, seharusnya gue mendampingi kalian latihan, gak datang duluan ke sini sebagai perwakilan."

Rebbeca mengerti, Kaiden sangat kecewa pada dirinya sendiri. "Jangan kaya gitu dong, Kak. Semoga aja detik-detik terakhir band-nya Yasa selesai bernyanyi, Gitar datang."

"Semoga saja."

Namun nyatanya nihil. Band-nya Yasa sudah selesai menyanyikan lagu yang mereka bawakan, namun Gitar juga tidak menunjukkan batang hidungnya.

Dan nomor urut berikutnya adalah Axellez.

"Gue coba hubungi Gitar dulu deh." Lantas Viola merogoh ponsel dari sakunya. Tangannya menekan sebuah nomor di sana, nomor Gitar.

"Gimana?" tanya Kaiden.

Viola menggeleng pelan. "Gak diangkat."

"Mungkin dia masih di jalan kali. Kita jangan berpikiran negatif dulu." Derby berusaha meyakinkan.

Yasa dan band-nya turun dari panggung. Kini panggung kembali di kuasai oleh MC. "Oke, mana tepuk tangannya...?"

"Peserta selanjutnya, adalah... band Axellez!"

Teriakan MC itu diiringi dengan tepuk tangan meriah dari Lovelez, dan para pendukung Axellez lainnya. Mereka tentu saja sangat menantikan hal ini. Pasti lagunya bisa menghipnotis para penonton.

"Astaga. Gimana ini, Gitar belum dateng lagi." Kaiden kembali panik, dia takut jika Axellez akan di diskualifikasi.

"Tunggu sebentar lagi, pasti Gitar dateng."

"Ini udah gak ada waktu lagi, Vel! Waktunya mepet banget. Gak mungkin dia dateng." Tristan mulai emosi."

"Gak ada di dunia ini yang gak Mungkin, Tristan." Milo ikut menyahut.

"Gue setuju sama lo, Tris. Harusnya dia bisa komitmen sama waktu dong. Dia yang nyuruh kita berangkat duluan, dia juga yang gak datang-datang." Derby tak habis pikir dengan Gitar. Seharusnya dia bisa menepati janji.

"Lo jangan gitu dong, Der, mungkin aja dia kena masalah di jalan." Marvel tak ingin diantara mereka saling mencurigai.

"Udah-udah, kalian ini tim. Jangan terpecah belah kaya gini dong." Viola melerai perdebatan diantara mereka. "Sekarang yang kita pikirin, gimana caranya mengatasi masalah ini."

Mata mereka kembali mengarah ke panggung. MC terus saja memanggil Axellez. "Di mana ini Axellez? Jangan kecewain fans-fans kalian dong?"

"Oke. Sekali lagi kita panggil Axellez...!"

Anggota Axellez panik bukan main, mereka belum menemukan penyelesaian apapun.

Tanpa mereka sadari, seseorang dari sudut seberang sana tersenyum sumir.

"Gue yakin banget kalau mereka kena diskualifikasi."

"Kalau mereka naik ke panggung gimana, Yas?"

Yasa yang mendengar suara teman satu band-nya itu menoleh. "Palingan ... mereka bakal nyanyi lagu abal-abal mereka itu dengan suara pas-passan."

"Gitar itu didalam Axellez ibarat batu permata. Jika dia menghilang, maka you know lah," lanjut Yasa tersenyum sumir.

"Sepertinya kita harus siapin pesta kemenangan kita, Yas?" Teman Yasa itu tersenyum.

"Lo gak usah khawatir, gue udah persiapin semuanya." Yasa benar-benar bahagia, seakan dialah yang menjadi pemenang di lomba festival ini.

"Jangan sampe kita di diskualifikasi," ucap Derby.

"Gue punya ide. Mendingan sekarang kalian ke panggung aja," ujar Kaiden. Dia yakin ini adalah ide yang baik untuk situasi yang sangat sulit ini.

"Terus kita mau nampilin apa, Kak? Gak ada diantara kita yang bisa nyanyi sebagus Gitar?" Tristan sangat bingung.

"Iya, gue tau. Tapi daripada kalian kena Dis?" Kaiden diam sejenak. "Siapa tau aja waktu kalian naik, Gitar kebetulan dateng, kalo gak, kalian mainin aja melodi lagunya."

''Terus nyanyinya paduan suara gitu?" Marvel memotong.

"Apa boleh buat." Kaiden pasrah, lesu. "Atau salah satu dari kalian gantiin Gitar jadi vokalis? Gue denger, suara lo lumayan bagus, Vel?"

Marvel menunjuk dirinya sendiri. "Gue? Gimana bisa?"

"Udah, deh. Daripada berdebat kalian naik ke atas panggung. Waktu kita gak banyak." Viola diam sejenak. "Jangan sampai nama sekolah kita tercemar."

Mau tak mau akhirnya mereka naik panggung dengan perasaan resah karena takut kalah. Mereka juga tak ingin mengecewakan Lovelez yang sudah mendukung mereka.

Mereka memegang alat musik masing-masing. Berusaha tersenyum kepada orang-orang yang telah memberi dukungan padanya.

Namun, diantara fans mereka banyak yang bertanya-tanya. Dimana Gitar?

                             🍁🍁🍁

"Kak Gitar dimana ya? Kok gak ada?" Mata Willona mengarah ke panggung. Sang idolanya tidak hadir ditengah-tengah Axellez.

Melody dan Kenn hanya saling pandang mendengar perkataan Willona.

Mereka duduk tak jauh dari rombongan Kaiden. Tak sengaja tadi mendengar perbincangan mereka.

''Jadi bener ya, Gitar gak hadir?"

Melody diam, tak menanggapi ucapan Kenn.

"Sombong duluan sih tuh anak," lanjut, Kenn.

"Lo jangan gitu, Kenn. Ini Axellez, band sekolah kita. Jika Gitar gak ada, kita malu lah. Runtuh harga diri sekolah kita."

Kenn diam. Willona benar. Bagaimanapun juga Axellez adalah band dari sekolahnya. Walaupun dia agak kesal dengan vokalis band itu yang sombong.

Kenn menoleh pada Melody. "Mel?"

"Hem...."

"Ini saatnya."

"Saatnya? Saatnya apasih maksud lo?" Melody bingung.

Kenn mendekat, berbisik pada Melody. "Saatnya lo tunjukin bakat lo."

Mata Melody membulat.

"Lo bisa Mel, lo bisa gantiin Gitar jadi vokalis saat ini. Plis Mel, ini hal yang mendesak.

"Lo gila? Emangnya gue tau lagu mereka apa?!"

"Jangan munafik, Mel. Lo sendiri yang pernah bilang nemu lirik lagunya Axellez dan lo nyanyi itu. Lo itu punya daya ingat yang kuat, Mel, buat menghafal lagu."

Ya, Melody ingat jika dia pernah mengatakan itu pada Kenn. Tapi apa dia hanya sekedar mencoba. Meskipun sekarang dia masih hafal liriknya.

Dan bagaimana mungkin dia menggantikan Gitar tampil di hari ini? Itu sama saja dia melanggar janjinya sendiri selama ini.

"Emang bener ya? Kak Gitar gak datang?" tanya Melody.

Kenn hanya menggeleng.

Melihat respon sahabatnya, Melody jadi teringat peristiwa tadi. Dia tidak sengaja menguping pembicaraan seseorang. Seorang cowok yang jauh-jauh hari mengintai meja Viola di restoran. Dan Melody yakin, ketidak hadiran Gitar ada hubungannya dengan hal ini.

Apa ini rencana yang dia maksud?

Kali ini Melody harus mengambil langkah. Jika Gitar tidak datang bukan hanya nama Axellez yang tercemar, tapi nama sekolahnya juga. Apalagi sekolahnya merupakan tuan rumah lomba itu diadakan.

"Apa boleh buat." Melody bergumam lirih. Matanya menatap Kenn. "Doa'in gue ya, Kenn."

Kenn mengangkat jempolnya, tersenyum pada Melody. Dia senang, kali ini Melody mendengarkan perkataannya.

Melody melangkahkan kakinya menuju panggung.

"Eh, eh, Melody mau kemana tuh?" tanya Willona heran. Dia bingung mengapa langkah Melody semakin mendekat ke panggung.

"Menunjukkan kemampuannya." Kenn tersenyum lebar.

Willona yang bingung, menoleh pada Kenn. "Maksud lo apa sih, Kenn? Tadi lo sama Melody bisik-bisik apaan coba? Lo sembunyiin sesuatu ya, dari gue?"

"Lo lihat aja nanti."

Jawaban Kenn itu tambah membuat Willona bingung.

Gugup. Mungkin itu yang di rasakan Melody saat ini. Tapi ia harus menyingkirkan perasaan itu, harga diri sekolah lebih penting.

Kini kakinya mulai menaiki anak tangga. Melody mengabaikan orang-orang yang menatapnya heran. Kenapa dia naik ke atas panggung?

Melody berdiri ditengah-tengah Axellez. Keempat anggota Axellez itu menatapnya heran.

"Melody, lo ngapain naik ke sini?" Marvel mengerutkan dahinya bingung.

"Aduh, kak, gue gak bisa jelasin itu sekarang. Sekarang kalian bermain alat musik masing-masing." Melody berbisik lirih.

"Terus lo gitu yang nyanyi?" Derby bertanya, menantang.

"Kita gak punya waktu. Buruan." Tristan memotong pembicaraan. Semoga gadis ini tidak akan mempermalukan kita.

Lalu, terdengar suara petikan gitar. Melodinya lembut menghanyutkan. Jari-jari Marvel bergerak menciptakan nada yang indah. Kemudian nada dari alat musik lainnya ikut mengalun. Membentuk melodi penghantar lagu.

So you said, you've found somebody else
And I prayed, that that was just a lie
So I said I loved you one more time
In case that would change your mind

Lirik demi lirik Melody nyanyikan. Dia berdoa dalam hati semoga tidak ada lirik yang salah. Dan semoga saja dia tidak akan menyesali hal ini.

You said "I don't want your body but I know that you can find yourself somebody else"
Our love has gone cold and it doesn't feel like home when I hold you close
And I'm lookin' at you tryna figure out if this is what you really want"

Melody benar-benar menghayati lirik demi lirik yang ia nyanyikan. Benar-benar dari hati. Ini yang dinamakan emosi dalam bernyanyi. Bukan emosi tentang marah, tapi penjiwaan yang membuat lirik laginya hidup.

You said "I don't want your body but I know that you can find yourself somebody else"
I guess I don't want your body if you're wishing you were lying here with someone else

Semua yang ada di sana membulatkan mulutnya. Baru tahu jika Melody mempunyai yang begitu indah, mampu menghipnotis siapa saja. Suaranya begitu lembut, tidak kalah dengan suara Gitar.

Bahkan tak jarang dari mereka yang mengabadikan momen ini. Kebanyakan juga fans-fans Axellez yang melakukannya.

''Gue pikir, dia pengacau, ternyata dia penyelamat di dalam Axellez." Kaiden tersenyum, matanya tak lepas melihat Melody yang terus saja menanyikan lagu yang dia buat. "Tapi suaranya familiar. Mirip siapa ya?" gumamnya.

"Astaga, suara Melody bagus banget. Ke depan yuk, Re? Gue mau lihat Melody lebih jelas," ucap Viola. Dia kagum dengan suara merdu Melody.

"Yuk. Gue juga mau buat vidio live instagram."

Viola menggandeng tangan Rebbeca ke depan. Untuk melihat lebih jelas Axellez dan Melody yang sedang tampil.

Di sisi lain, Kenn tersenyum gembira melihat penampilan sahabatnya yang begitu memukau.

Tak sadar suatu keadaan membawa lo kepada kebenaran, Mel. Kini, impian itu kembali terulang. Hal yang sempat lo lupakan, kini malah menjadi bumerang. Gue yakin, cuma lo yang bisa meneruskan impiannya kak Cinta.

"Oh, my, god. Gue baru tau kalau Melody punya suara sebagus itu!" Willona kagum terhadap sahabatnya.

Kenn menoleh. "Yang gue bilang bener kan, kalau suara Melody itu bagus?"

"Gue kira lo bercanda, lagian Melody juga gak pernah cerita." Willona diam sejenak." Apa ini hal yang lo maksud itu, Kenn?"

Kenn tersenyum, mengangguk.

   TBC

Hayo. Udah tahukan rahasianya Melody?

Atau udah ada yang bisa nebak di part-part sebelumnya?

Jangan lupa vote dan komen ya gaes.

Konflik sebenarnya akan segera dimulai. Kalian akan makin gemesh lihat tingkah mereka.

See you.

Love.

Dedel





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top