Part 25 - Anniversarry (2)

Terimakasih yang sudah baca sampai part ini. Tanpa kalian aku bukan apa-apa.

Semoga gak bosen ya sama ceritanya.

Happy reading.

              ----------------------------------------

Jika bibir selalu membisu, saat hati ingin mengatakan sesuatu... bagaimana caranya aku memberi pesan ini kepadamu?
      ----------------------------------------

                              🍁🍁🍁

Pesta sebenarnya dimulai saat ini. Axellez sudah berdiri di depan panggung. Sebelum mereka bernyanyi, mereka memohon kepada Lovelez dan tamu undangan yang hadir untuk berdoa bersama, semoga saat lomba besok, Axellez tidak membuat mereka kecewa dan bisa memenangkan kembali peringkat festival musik tahun ini.

Tamu undangan yang tadinya sedang menikmati hidangan kini merapat, menikmati acara yang dinanti-nantikannya. Axellez mulai memainkan musiknya. Sementara itu, Gitar mulai bernyanyi syahdu. Mereka membawakan lagu dari Jazz yang berjudul kasmaran.

 Aku di sini padamu
Sekali lagi padamu

Kubawakan rindu yang kau pesan utuh

Aku disini untukmu
Sekali lagi untukmu
Percayalah tak perlu lagi kau gundah

Pun aku merasakan getaranmu
Mencintaiku seperti ku mencintaimu
Sungguh kasmaran aku kepadamu

Sorak gembira ramai terdengar di sini. Suara Gitar yang merdu mampu menghipnotis bagi siapa saja yang mendengarnya.

"Willona kemana ya?" Melody memandang sekitar, mencari keberadaan sahabatnya itu yang entah di mana.

"Noh. Heboh sendiri di depan." Kenn menunjuk ke arah Willona yang tengah asik menikmati penampilan Axellez.

"Oh iya. Pantesan dicariin gak ada. Gak taunya asik sendiri."

Melody lantas menghampiri sahabatnya itu. Kenn juga mengikutinya.

"Hu... kak Gitar hu.... Axellez forever!" sorak Willona bahagia.

Melody dan Kenn menutup telinga, mendengar teriakan Willona yang begitu menggelegar. Melody sendiri heran, apasih yang dibanggakan sahabatnya dari Axellez itu? Padahal Axellez hanya band sekolah yang kini tenar di kalangan masyarakat.

"Willo, dicariin ke mana-mana gak taunya malah heboh sendiri di sini." Melody mengomel. Kenn menggangguk setuju.

Willona menyengir. "Maaf, Mel. Kapan lagi coba, liat Axellez tampil secara langsung?"

"He, Willona. Lo sering liat Axellez tampil kali. Mereka kan, band dari sekolah kita. Gimana sih?" sahut Kenn agak sebal.

"Kan beda, Kenn. Kali ini mereka tampil diacara spesial. Gue jadi gak sabar lihat penampilan mereka di festival musik nanti. Pasti lebih memukau dari pada ini." Willona kembali berhisteris.

Melody geleng-geleng kepala. Tak habis pikir kenapa mereka semua begitu membangga-banggakan Axellez. Bahkan, banyak dari mereka yang mengabadikan momen ini lewat kamera. Membuat live story instagram.

Sungguh kasmaran aku kepadamu
Kasmaranku kepadamu....

Lagu yang dinyanyikan Gitar sudah habis. Kini, penampilam Axellez digantikan oleh Kata band, band lokal yang sering latihan di studio musik milik bokapnya Gitar.

Beberapa penonton ada yang menghela napas kecewa. Banyak dari mereka yang mengharapkan Axellez untuk double penampilan. Tapi Gitar sudah mengatakan bahwa dirinya dan band akan mulai fokus latihan untuk persiapan lomba nanti.

Akhirnya, mereka mengerti dan menikmati penampilan Kata band. Lagi pula, band lokal yang diundang itu juga tidak kalah penampilan. Suara mereka juga memukau.

   

                              🍁🍁🍁

Viola tersenyum merekah, melihat penampilan sahabatnya yang memukau hari ini. Jelas saja, ini adalah hari Anniverarry Axellez kedua tahun. Dulu... band itu hanya band sekolah biasa yang jarang diketahui banyak orang. Tapi sekarang, fans-nya sudah dimana-mana. Tak hanya dari sekolah tetangga, tapi juga dari masyarakat luar kota juga.

Gadis itu bersama Rebbeca lantas menghampiri Axellez yang baru saja turun dari panggung.

"Selamat ya, buat dua tahun Axellez. Semoga kedepannya band ini lebih baik lagi dan bisa lebih menghibur masyarakat dengan bakat indah yang dimiliki kalian." Viola tersenyum hangat. Kelima anggota Axellez itu pun ikut tersenyum.

"Thank, Vi. Amin. Tapi lebih baik lagi kalo lo masih tetap gabung sama kita."

Entah mengapa perkataan Derby membuat hati Viola tak karuan. Dia jadi merasa bersalah karena meninggalkan Axellez yang sudah seperti keluarga kedua untuknya. Tapi mau bagaimana lagi, Viola tak punya pilihan lain saat itu.

Rebbeca celingukan mencari seseorang. "By the way, Kak Kaiden mana. Kok gak kelihatan sih?"

"Cie nyariin kak Kaiden," goda Milo. "Dia lagi ngobrol tuh, sama menejer Kata band. Band yang lagi manggung di sini."

"Oh, iya. Kalian gak latihan lagi?" Viola bertanya. Tak mungkin Axellez hanya latihan sekali dua kali. Pasti band itu mempersiapkan penampilan untuk besok matang-matang.

"Habis ini mau latihan," jawab Gitar.

Selain menyewa aula untuk merayakan pesta, Gitar juga menyewa  ruangan dalam gedung itu untuk latihan. Ruangan yang sudah diisi oleh alat musik yang akan digunakan Axellez. Ruangan yang mereka sewa, merupakan ruangan kedap suara, jadi tidak akan ada yang mendengar lagu maupun alunan musik yang di mainkan Axellez. Ruangan itu juga penuh cctv. Jadi, jika akan ada orang yang mematai-matai Axellez, maka orang itu akan tertangkap basah.

"Semangat ya." Viola tak ingin menanyakan banyak hal kepada Gitar. Biarlah cowok itu merahasiakan tempat dan lagu apa yang menjadi latihan mereka kali ini. Karena Viola tak ingin kejadian setahun lalu kembali terjadi. Dimana dulu dia keceplosan bilang ke Yasa lagu yang akan dijadikan Axellez. Alhasil, Yasa dan teman bandnya me-repost ulang lagu yang akan dibawakan Axellez.

"Makasih." Gitar tersenyum hangat pada Viola.

Tak lama Kaiden datang diantara mereka. Cowok itu menyapa Viola dan juga Rebbeca. Pada saat itu, Kaiden memberi kode isyarat kepada anggota Axellez untuk segera latihan. Mereka pun mengangguk paham.

"Vi, Re. Kita duluan ya. Kalian silahkan menikmati hidangan dan penampilan yang ada di sini," ucap Kaiden ramah.

"Iya, Kak. Semangat ya membimbingnya." Rebbeca tersenyum.

Kaiden mengangguk.

Cowok itu dan anggota Axellez pergi dari tempat itu. Memasukki lift, menuju ruangan yang sudah mereka siapkan untuk latihan.

"Segitu suka ya, sampe lihatin kak Kaiden terus?" Viola menyenggol lengan tangan Rebbeca sambil tersenyum.

Rebbeca tersentak. "Apaan sih, Vi." Sungguh, gadis itu tak bisa menyembunyikan senyum bahasianya dari sahabatnya.

"Hai, Viola."

Merasa terpanggil, Viola pun menengok. Begitu juga dengan Rebecca. Bibir Viola membuka, terkejut dengan kehadiran orang itu.

"Ya... Yasa." Bibirnya bergetar, memanggil nama itu.

"Iya, ini gue, Yasa. Apa kabar mantan sayang?" sapa Yasa dengan senyuman khasnya.

"Lo ngapain di sini? Kok bisa masuk di pesta ini? Lo pasti nyusup ya?" Pertanyaan bertubi-tubi, terlontar dari bibir Viola. Viola tahu betul, bukan sembarang orang yang diundang Axellez. Apalagi Yasa itu merupakan rival Axellez pada lomba nanti.

Cowok itu masih mengeluarkan senyum andalannya. Membuat Rebbeca bergidik melihat mantan sahabatnya itu.

Sok kegantengan banget. Heran deh, Viola dulu kok bisa sih suka sama cowok itu?

"Lo lupa ya. Gak ada yang mustahil bagi seorang Yasa, apalagi hanya masuk ke pestanya band kesayangan lo itu. Oh ya, satu lagi, gue juga bisa memenangkan lomba festival besok, mengalahkan band sahabat lo itu." Yasa tersenyum licik.

"Eh, Yasa! Lo dengerin ya. Jangan ganggu sahabat gue lagi. Jangan harap lo bisa ngalahin Axellez. Kerena  apa? Karena pemenang yang sesungguhnya itu di menangkan oleh pemimpin yang baik, kreatif, dan jujur. Gak curang kaya yang lo sama band lo lakuin ke Axellez!" Rebbeca berteriak emosi.

"Ayo, Vi. Kita pergi dari sini." Rebbeca langsung menarik pergelangan tangan Viola. Membawa gadis itu menjauh dari Yasa.

Yasa hanya tersenyum sumir memperhatikan kedua gadis yang mulai menghilang dari pandangannya. "Kalian lihat aja nanti, siapa pemenang yang sesungguhnya."

                               🍁🍁🍁

"Apaan sih, Ca, main tarik-tarik tangan gue?"

Rebbeca melepas cekalan tangannya. Gadis itu menatap Viola tajam. "Lo kenapasih, kayaknya betah banget di sana? Masih suka sama Yasa?"

"Ya enggak lah, Beca. Gak mungkin gue masih suka sama cowok yang hampir ngebuat persahabatan gue sama Gitar hancur."

"Terus, kenapa lo komen waktu gue bawa lo pergi dari sana?" Rebbeca menaikkan alisnya, meminta penjelasan pada Viola.

"Ya gue belum selesai ngomong sama Yasa. Gue takut dia berbuat nekad sama Gitar. Lo tau sendiri kan, kalo mereka dari SMP dulu rival? Gue takut Yasa nyelakai Gitar lagi. Makanya itu gue harus ngomong dan ngancem dia biar dia gak bisa berbuat seenaknya. Eh, lo malah bawa gue ke sini. Gak mungkin juga kan, gue ngancem dia lewat medsos? Secara medsos-nya Yasa udah gue blokir semua."

Rebbeca memegangi bahu Viola. "Lo tenang aja. Gitar itu gak mudah dibodohi sama Yasa. Sebelum Yasa berbuat nekad ke Axellez, pasti Gitar udah nyiapin rencana dari jauh-jauh hari agar Yasa tidak bisa menjalankan aksinya."

Mereka berdua saling senyum. Viola senang bisa betemu dan berteman dengan Rebbeca. Gadis itu paling bisa membuatnya tenang dalam situasi apapun.

"Kak Viola, Kak Beca, kalian di sini juga." Melody tersenyum, dia tidak sengaja bertemu dengan Viola dan juga Rebbeca.

"Hai, Mel. Iya kita di sini juga." Viola agak terkejut dengan kehadiran Melody nan tiba-tiba.

"Ya iyalah, Mel, mereka di sini. Kan Kak Vio sama kak Beca temen deketnya Axellez. Apalagi kak Vio juga pernah masuk band Axellez juga. Gimana sih lo?" sahut Willona.

"Lo di sini juga, Mel. Gue kira... lo gak suka sama pesta-pesta yang berhubungan dengan musik. Apalagi ini Axellez. Sorry, bukannya lo gak suka ya, sama Axellez?" Rebbeca bertanya hati-hati. Tapi kalimat yang dilontarkannya menusuk di hati Melody.

"Kak Rere, lo salah tangkap deh. Melody sama gue ada di sini cuma mau nemenin nyai rombeng, eh, sorry, maksud gue Willona. Kita cuma nemein Willona yang begitu nge-fans-nya sama Axellez." Kenn menyanggah perkataan Rebbeca mengenai Melody. Kenn heran sendiri, sebagian orang hanya mampu melihat, tanpa mau memahami. Dan seenaknya dia menilai seseorang menurut akal pemikirannya sendiri. Padahal yang mereka lihat belum tentu kenyataan.

"Oh, sor... sorry, Mel. Gue pikir____"

"Udah gak papa, kak. Kak Beca gak tahu dan gak kenal siapa gue." Melody mengembangkan senyumnya. "Lain kali, kalau kakak mau ngasih pendapat, kakak harus memahami bagaimana sifat gue."

"Gue permisi dulu ya." Melody melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

"Ca, lo kelewatan deh." Viola tak mengerti kenapa Rebbeca bisa mengatakan hal seperti itu, sama seperti dulu saat awal dia bertemu dengan Melody. Tapi sekarang saat Viola sudah mengenal Melody, dia yakin, bahwa Melody gadis baik.

"Gue gak bermaksud." Rebbeca mengutarakan apa yang ada dalam pikirannya.

"Makanya, Kak Re. Jangan berprasangka buruk ke orang lain. Untung Melody gak terlalu ambil hati." Setelah mengatakan itu, Kenn pergi dari sana, mencari keberadaan Melody.

"Dulu Zela juga ngomong gitu ke Melody. Tapi untung aja dia berubah, dan sekarang orangnya lagi di luar negeri. Eh sekarang malah kak Beca yang kaya gitu." Willona tak habis pikir, sifat seseorang bisa menular juga rupanya.

"Lona, gue gak tau kenapa bisa ngomong kaya gitu ke Melody." Rebbeca jadi merasa bersalah.

"Lupain aja, Kak. Yang jelas Kakak jangan ulangi hal itu lagi. Yaudah kalo gitu gue mau nyusul mereka dulu ya. Bye."

Setelah menatap kepergian Willoa, Rebbeca meneh pada Viola. "Vi, lo percaya kan sama gue?"

"Iya. Melody udah maafin lo kok. Dia gadis yang baik." Viola memeluk Rebbeca, menenangkan keresahan hati sahabatnya.

  
                              🍁🍁🍁

"Gue kira... lo gak suka sama pesta-pesta yang berhubungan dengan musik. Apalagi ini Axellez. Sorry, bukannya lo gak suka ya, sama Axellez?"

Entah mengapa perkataan Rebbeca tergiang-giang di telinganya. Musik? Melody tidak suka musik? Tidak! Itu salah besar. Gadis itu bukan tidak suka musik, tapi berusaha menghindar dari hal berbau musik.

"Lo di sini rupanya?" Kenn ikut duduk di kursi sebelah Melody, kursi taman yang jaraknya tak jauh dari gedung.

"Kenapa, Mel? Masih mikirin ucapannya Kak Rebbeca?"

Melody hanya membalas perkataan Kenn dengan gelengan.

"Dengerin gue, Mel. Dia gak kenal siapa lo, begitu pula sebaliknya. Anggap saja tadi hanya angin lewat yang berhembus di samping telingamu. Jangan dipikir kali."

"Gue bukan mikirin itu Kenn. Perkataan kak Beca tadi ngingetin aku ke suatu hal. Tapi ucapan tadi gak terlalu nusuk ke hati kok."

Melody menghela napas, memejamkan mata sejenak, menikmati angin malam yang mampu menyejukkan perasaannya yang sedang terbakar.

"Ada yang lain selain itu?" Kenn kembali bertanya, dia tahu benar Melody seperti apa.

Melody tidak menjawab, gadis itu hanya menghela napas.

"Gue tahu, Mel. Di setiap helaan napas lo itu. Ada sesuatu berat yang sedang lo pikir."

Jika bibir selalu membisu saat hati ingin mengatakan sesuatu, gimana cara gue nyampein pean ini ke lo, Kenn. Gimana?

Gue takut lo ngehina gue, karena gue gak dengerin perkataan lo dulu. Yang lo bilang bener, Kenn. Sampai sekarang, gue gak bisa melupakan semua itu.

"Mel?"

Mendengar namanya terpanggil, Melody menoleh pada Kenn. Dahi gadis itu mengerut, melihat Kenn yang tiba-tiba merentangkan kedua tangannya.

"Apaan sih, Kenn?"

"Sini, peluk Abang ganteng dulu dong."

"Najis." Melody langsung merapatkan tubuhnya pada Kenn, merasa nyaman dalam pelukan sahabatnya itu.

"Bilang najis tapi lo-nya nemplok ke gue," cibir Kenn.

"Lain kali kalo ada masalah cerita, Mel. Jangan diem sendiri. Gue meluk lo karena gue tahu lo lagi rapuh. Sandaran dan genggaman tangan gak cukup buat nenangin diri lo," lanjut Kenn, tangannya mengelus rambut Melody.

"Iya, Kenn. Makasih ya lo selaku ada buat gue." Melody tersenyum.

"Gak usah bilang makasih. Ini udah kewajiban gue jagain lo. Sesuai janji gue sama kakak lo." Kenn diam sejenak. "Peran gue sekarang dobel. Gak cuma jadi temen, ataupun sahabat lo, tapi juga____"

"Abang angkat gue," sahut Melody cepat, membuat Kenn tersenyum. "Gue sayang lo, Kenn," ucap Melody.

"Gue juga," balas Kenn.

Tapi hati gue menginginkan lebih dari itu, Mel. Namun, takdir nampaknya tidak bisa menyatukan kita.

Mereka larut dalam kebahagiaan dan kehangatan. Sampai tidak sadar jika ada seseorang yang memperhatikan hal tersebut dari kejauhan. Entah mengapa orang itu merasa tidak suka dengan pemandangan dihadapannya. Rasa kecewa menyelimutinya.

                              TBC

Hayo. Kira-kira siapa orang itu ya?

Oh iya. Aku mau nanya dong.

Apasih alasan yang membuat kalian tertarik membaca cerita Love Is Music ini?

Btw aku mau kasih info nih. Cerita ini bakal update seminggu sekali. Jadi jadwalnya kalo gak sabtu, ya minggu. Soalnya hanya dua hari itu aku free. Tapi gak tahu buat minggu ke depannya ya. Soalnya sebentar lagi aku mau UAS juga.

Yang mau lanjut komen di sini ya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top