Part 20 - Dibalik Pertemanan
Hello.
Happy reading guys.
Sorry baru bisa update.
Typo koreksi.
Bintang di bawah boleh dipencet dulu nggak?
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Rasa nyaman bukanlah alasan untuk jadian, maka dari itu aku memilihmu sebagai teman dan bukan menjalin suatu hubungan.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
🍁🍁🍁
"Bener itu, Melody?"
Deg.
Melody bingung harus berkata apa. Pertanyaan tersebut begitu mematikan lidahnya untuk berucap. Dia menoleh pada Kenn yang memberikannya anggukan. Tapi, mana mungkin dia akan berbohong. Apalagi yang dibohonginya orang tua.
Baru saja akan mengucapkan sesuatu, tiba-tiba rasa pening menyelimutinya. Pandangannya seketika samar-samar, lalu semuanya menjadi gelap.
Sebelum Melody terjatuh, Kenn dengan sigap menangkap gadis tersebut. Jemarinya menepuk-nepuk ringan pipi gadis itu. "Mel, bangun, Mel."
Lidahnya tak henti-henti memanggil nama Melody. Rupanya gadis itu benar-benar sakit. Kenn kira hanya acting untuk melabuhi pak Jaka.
Takut terjadi apa-apa pada gadis kesayangannya. Kenn menggendongnya ala bridal styel, dan membawanya ke UKS sesuai intruksi pak Jaka.
Cowok itu membaringkan Melody di ranjang UKS. Ruang UKS tidak ada yang menjaga jika masih di jam pelajaran seperti ini. Jadi Kenn sendirilah yang berusaha menyadarkan Melody.
Jemari Kenn menaruh bantal di kaki cewek itu, agar aliran darah mengalir dengan normal. Tangannya mengambil minyak kayu putih, dan ditaruhnya di hidung Melody agar cewek itu sadar.
Beberapa saat Melody terbangun. Tangannya memegang kening yang terasa pening. Hal itu membuat Kenn bernapas lega, untung saja Melody tidak apa-apa. Jika terjadi sesuatu pada gadis itu, maka dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.
Kenn merubah posisi bantal yang tadinya di kaki menjadi di kepala gadis itu.
"Akhirnya lo sadar Mel,"ucap Kenn, membantu Melody duduk.
"Nih minum dulu." Kenn membantu Melody meminum air putih yang ia tuangkan dari galon yang tersedia di UKS.
"Masih pusing ya, Mel?" tanyanya ketika melihat Melody memegangi keningnya kembali. "Mau gue beliin teh anget?"
Melody menggeleng. Dia tidak ingin membuat Kenn menjadi repot.
"Lo gak ke kelas, Kenn? Entar di alpa lho?"
"Gue mau jagain lo di sini, Mel. Tadi pak Jaka udah minta izin sama guru yang ngajar di kelas gue sama kelas lo kalo kita lagi di UKS."
"Lagian demam lo belum turun total berangkat sekolah aja," cibir Melody.
Kenn terkekeh. "Gue gak betah hibernasi."
Kenn membaringkan badannya di ranjang samping Melody. Dia juga perlu istirahat sejenak, karena suhu tubuhnya masih hangat.
Kenn memutar kepalanya, menghadap Melody. "Mel, lo kok bisa pingsan sih? Gue kira cuma acting?"
"Gue bukan aktris yang pinter acting, kenn...."
"Terus kenapa? Lo kemarin habis ngapain kok bisa pingsan?"
Habis nangisin lo semalaman, Kenn, hingga kepala gue pusing.
Ingin sekali Melody mengatakan itu. Tapi gengsi dong.... Jika dia mengatakan yang sebenarnya, maka Kenn akan besar kepala. Merasa dia sangat berarti di kehidupan Melody. Meskipun kenyataannya memang seperti itu.
"Mel?"
"Eh, e...gue...gue...lupa makan, Kenn." Melody menggigit bibir bawahnya.
"Dasar pikun. Makan aja sampe lupa." Kenn mencibir.
Melody sungguh tidak terima dengan perkataan yang dilonyarkan sahabatnya. "Ih...Kenn, umur gue baru 16 tahun ya."
"Maka dari itu. Masih 16 kok udah pikun."
"Ih, lo ngeselin ya." Melody cemberut, mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Iya, gue ngangenin." Kenn terkekeh.
"Dasar budek!" umpat Melody kesal.
"Di sini gak ada gudeg, Mel."
"Bodo amat!"
"Makanya si Amat suruh belajar, biar gak bodoh."
"Terserah!"
Melihat Melody yang semakin kesal itu justru membuat Kenn terkekeh. Dia suka sekali menggoda Melody. Baginya muka Melody yang ditekuk dengan pipi yang digelembung-gelembungkan makin membuat gadis itu terlihat lucu.
"Gara-gara lo ngomong gudeg gue jadi laper, kan?!" kesal Melody, kembali menghadap Kenn.
Kenn terkekeh, cowok itu merubah posisinya menjadi duduk. "Yaudah, gue ke kantin dulu. Cari makan buat lo."
"Eh, lo kan belum sembuh, Kenn. Lo juga butuh istirahat."
"Gak apa-apa. Gue udah mendingan kok. Lagian, gue kan strong." Cowok itu memakai sepatunya. "Gue beliin bubur ayam ya."
Setelah mengatakan itu, Kenn bergegas keluar, membeli makanan untuk Melody. Sebenarnya bukan hanya Melody, dia juga merasa lapar saat ini.
Melody yang melihat kepergian Kenn itu mengembangkan senyumnya. Kenn sungguh peduli padanya. Dia memang sahabat yang baik. Beruntung sekali gadis yang akan menjadi pendamping hidupnya nanti, pikirnya.
🍁🍁🍁
"Oh my lord, Kak Gitar ganteng banget!"
"Kringetnya ya ampun, jadi nambah ganteng deh!"
"Udah ganteng, jago nyanyi, pinter basket lagi. Idaman deh!"
"Pingin deh jadi bolanya, direbutin cowok-cowok ganteng."
Teriakan histeris para supporter Gitar itu membuat Zela risih. Dia tidak suka dengan sikap alay mereka.
Dengan kedua tangan yang dilipat di dada, Zela mendengus. Gadis itu kembali melihat ke lapangan basket indoor, melihat bagaimana hebatnya Gitar mendribel bola basket. Kali ini kelas Gitar bertanding dengan kelasnya Zela. Walaupun begitu, yang Zela dukung teteplah Gitar, cowok incaran sekaligus sepupunya.
"Semangat Gitar!" teriak Zela keras, membuat beberapa orang di sana melihat ke arahnya, termasuk Viola.
Tapi teriakan itu membuat cowok kelasnya mendengus. Tidak seharusnya Zela mendukung musuhnya. Mereka tahu jika Zela adalah sepupu Gitar, tapi seharusnya jika bertanding tidak perlu pandang bulu kan?
"Apa lo liat-liat!" ucap Zela ketus, tidak suka menjadi pusat perhatian.
Dari sisi lain, Viola yang menyaksikan itu geleng-geleng kepala. Zela gak berubah ya, pikirnya. Sepertinya cewek itu masih terobsesi untuk memiliki Gitar. Mungkin saja sikap baiknya selama ini hanya sandiwara agar Gitar mau menerimanya. Astaga! Pemikiran apa ini? Viola jahat sekali. Dia menuduh seseorang tanpa bukti.
"Yes!" teriak Gitar semangat. Cowok itu bertos ria bersama sahabat-sahabatnya. Gitar baru saja melakukan tembakan three point yang membuat tim lawan mendengus.
"Sial! Awas aja lo," umpat Dana, kapten basket yang melawan timnya Gitar.
"Conglat, Gitar!" teriak Viola histeris. Membuat teman-temannya menoleh ke arahnya.
"Cie...cie...."
"Apaan sih kalian." Viola tersenyum malu. Apalagi dari arah lapangan Gitar juga melihat ke arahnya. Hal itu membuat pipinya memanas.
Zela yang mendengar itu mengepalkan kedua tangannya. Dia tidak suka dengan orang-orang yang mendukung Viola untuk jadian dengan Gitar.
"Cie Gitar, di semangatin Vio tuh," ucap Tristan, memegang bahu Gitar.
"Makin semangat nih ye... disemangatin gebetan." Milo mengoda.
Gitar hanya membalas perkataan sahabatnya dengan tersenyum. "Udah ah, lanjut yuk."
Gitar kembali mendribel bola, dia berusaha menerobos pertahanan lawan. Matanya bertemu dengan Dana yang menyunggingkan senyum sinis ke arahnya.
"Oper, Gi."
Cowok itu langsung mengoper bola di atas kepala pada Marvel. Kini bola basket berada di tangan Marvel. Marvel melempar bola ke ring lawan. Tapi meleset. Untung saja bola kembali ke kuasai Gitar.
Gitar berlari sembari mendribel bola, menghindari serangan lawan. "Aw!" Gitar berteriak, dia terjatuh.
Prit...prit....
Pertandingan dihentikan sementara. Lapangan sudah dikrumuni fans-fans Gitar. Mereka khawatir dengan keadaan Gitar yang meringis sembari memegang kakinya yang keseleo.
"Gitar lo gak papa?" tanya Derby khawatir.
"Lo kok bisa jatuh sih?" Marvel bertanya.
Mendengar itu, Gitar langsung melihat ke arah Dana yang tersenyum sumir. Sepertinya dia sengaja membuat Gitar terjatuh hingga keseleò. Ingin sekali Gitar menghajar Dana, tapi sepertinya ini bukan waktu yang tepat. Kakinya benar-benar sakit.
Liat aja lo. Bakal gue kasih perhitungan nanti.
"Gitar, kaki lo kenapa?" tanya Viola histeris. Dia khawatir dengan keadaan Gitar.
"Gak kenapa-kenapa, Vi. Cuma keseleo doang." Gitar berusaha berdiri, namun tidak bisa. "Aw." Dia kembali meringis.
"Sini gue bantuin." Viola membantu Gitar berdiri. Dia menyandarkan lengan Gitar pada pundaknya. "Kita ke UKS aja ya. Yang lain lanjutin pertandingannya."
Dengan hati-hati, Viola membantu Gitar berjalan.
Mereka tidak tahu jika dari seberang sana Zela menahan amarah. Harusnya gue yang ada di posisi lo, Viola.
"Ayo...ayo... pertandingan dimulai lagi. Arthur, kamu masuk di tim merah gantiin Gitar. Dan kaptennya di ganti Marvel."
Mereka meneruskan pertandingan. Meskipun tak semangat karena memikirkan keadaan Gitar. Tapi mereka harus tetap memenangkan pertandingan ini, membuktikan ke Dana bahwa 12 IPA 1 tidak bisa di kalahkan. Lagian mereka juga curiga, jika Dana-lah yang sengaja membuat
Gitar terjatuh hingga keseleo.
🍁🍁🍁
"Hati-hati." Viola dengan telaten memapah Gitar, hingga akhirnya mereka sampai di depan UKS.
"Gi, lo kedalam dulu sendiri bisa nggak? Gue mau manggil petugas UKS dulu. Kayaknya gak ada orang deh di dalem."
"Yaudah."
Sepeninggal Viola, Gitar masuk ke dalam UKS dengan hati-hati. Dia duduk di salah satu ranjang UKS.
Tak sengaja matanya menangkap seorang gadis yang sedang bersender pada penyangga ranjang sembari memejamkan matanya.
Salah satu ujung bibirnya terangkat. "Katanya anak UKS. Tapi kok sering masuk UKS ya?" tanyanya menyindir.
Mendengar suara yang familiar, Melody membuka matanya. Dia meoleh ke samping. Melihat Gitar yang duduk di sisi ranjang sampingnya.
"Dokter aja kalo sakit berobat ke dokter, kan? Gak berobat ke dirinya sendiri?"
Gitar mendengus. Gadis itu pintar sekali menjawab pertannyaan yang di lontarkannya. Menyebalkan sekali.
"Sakit apa lo?!" tanya Gitar ketus.
"Gak usah sok peduli."
"Lagian siapa juga yang mau peduli sama lo. Cuma tanya doang, kok."
Melody melihat Gitar yang meringis ketika melepas sepatunya. Dia baru sadar jika cowok dihadapannya memakai seragam basket. Dan wajahnya masih dipenuhi beberapa keringat. Menurutnya, Gitar tersandung saat bermain basket hingga akhirnya dia masuk UKS.
"Kakinya kenapa?"
Gitar mendongak. "Kepo!"
Melody tersenyum simpul. "Galak sih. Pantesan kak Vio gak suka."
"Maksud lo apa?!"
"Denger-denger, Kak Gitar suka sama kak Vio, kan? Tapi kak Vio-nya enggak. Mungkin alasan kak Vio karena sikap lo kali." Melody mengeluarkan pendapatnya.
"Sok tau lo. Tau apa lo soal hati?!"
"Gak tau apa-apa sih, karena gue gak pernah jatuh hati."
"Terus lo sama cowok blasteran itu? Bukannya kalian pacaran ya?" Entah mengapa Gitar ingin tau tentang Melody. Dia tidak pernah seperti ini, menggali-gali informasi tentang seseorang.
"Dia temen gue dari kecil. Lagian... diantara kita gak ada yang jatuh hati kok."
"Masa?" tanya Gitar tak percaya. "Gue aja sama Vio yang baru temenan dari SMP udah suka sama dia. Apa lagi lo sama Kenn yang udah temenan sejak kecil. Pasti salah satu udah ada yang jatuh hati. Entah lo... atau Kenn."
Gue yang udah jatuh hati duluan sama Melody.
Kenn yang sedari tadi tidak sengaja mendengar perkataan mereka itu membatin. Dia sudah lama menyukai Melody. Rasa itu entah sudah kapan usianya, dia sendiri pun juga tidak tahu.
Cowok blasteran Indo-Amric itu menghela napas. Melangkah masuk seolah tak mendengar perbincangan diantara Melody dan Gitar.
"Mel, nih bubur ayam buat lo," ucap Kenn. "Eh ada pak vokalis. Kenapa di UKS? Sakit ya?" Kenn mendaratkan pantatnya di kursi samping ranjang Melody.
"Hm."
"Irit banget sih ngomongnya. Pantes cepet kaya. Kalo gue mah gak bisa diem, jadi ya gitulah keadaan ekonominya."
"Gak jelas lo, Kenn. Lama banget sih lo, beliin bubur buat gue?"
"Ngantri, Mel. Bubur tempat mang ujang emang laris manis. Tapi masih manisan senyum gue deng."
Serasa jadi obat nyamuk, Gitar mengalihkan pandangannya ke pintu masuk. Berharap Viola segera datang dengan petugas UKS. Dia tidak suka menjadi pendengar kedua adik kelasnya itu.
Senyum di bibirnya mengembang, ketika Viola datang bersama petugas dan penjaga UKS.
"Maaf ya lama."
Gitar menggeleng.
"Loh, Melody, kamu kok di sini juga? Sakit apa?" tanya bu Eka, selaku penjaga sekaligus pembina UKS. Dia begitu dekat dengan Melody. Jelas saja, selain anggota UKS, Melody merupakan anak dari temannya bu Eka.
"Tadi Melody pingsan, bu. Lupa makan. Makanya saya beli makanan buat dia." Kenn yang menjawab, sembari membuka bubur yang di belinya.
"Oh yaudah. Kamu makan dulu, Mel, habis itu minum obat."
Melody mengangguk lalu tersenyum, mendengar ucapan bu Eka baru saja.
Bu Eka beralih ke Gitar, tangannya dengan telaten memijat kaki cowok itu. Mencari titik saraf bagian yang keseleo. Bu Eka sangat ahli dalam hal itu.
Melody dan Kenn menahan tawa melihat tingkah Gitar yang sok kuat. Padahal sebenarnya cowok itu mati-matian menahan rasa sakit. Karena tak tahan lagi akhirnya Gitar berteriak, diikuti gelak tawa dari Kenn dan Melody. Hal itu membuat Gitar kesal.
🍁🍁🍁
Kini di UKS hanya tinggal Gitar dan Viola. Melody sudah keluar dari UKS beberapa menit yang lalu bersama Kenn.
Gitar masih setia duduk dengan kaki yang diluruskan di ranjang. Sementara itu, Viola duduk di ranjang tempat melody tadi dengan kaki yang bersila.
"Gi, lo kok bisa jatuh sih tadi?"
"Ini karena Dana, cowok itu sengaja nyandung gue."
"Gila banget sih tuh cowok. Menghalal kan segala cara supaya menang pertandingan kali ini. Sama aja kaya Zela yang menghalal kan segala cara supaya dapetin lo." Viola menggerutuki dirinya sendiri. Dia keceplosan mengucapkan kalimat terakhir. Sepertinya ini efek dari rasa kesal bertemu Zela di lapangan tadi. Meskipun Zela sudah berubah, tapi dia tidak percaya. Mana mungkin Hanzela yang bar-bar seperti itu bisa berubah dalam waktu yang singkat. Heran sekali bukan?
Gitar tersenyum. "Itu kan dulu, Vi. Gue rasa dia emang bener berubah. Sekarang dia cuma anggap gue sebagai sepupu."
"Lo yakin? Tadi aja dia begitu sumringah nyemangatin lo. Padahal tim lo lawan kelas mereka. Walaupun sepupu, di dalam pertandingan gak ada yang namanya pandang bulu."
"Kenapa, Vi? Lo cemburu?" Goda Gitar, diikuti kekehannya.
"Ya enggak lah! Kan lo temen gue. Gue harus nyari cewek baik-baik dong buat temen gue. Bukan cewek bar-bar kaya Zela," tegas Viola.
"Kalo cewek baiknya itu lo, gimana?"
Viola diam, menatap Gitar. Pertanyaan yang sama kembali terucap dari bibir cowok itu, dan jawabannya pun juga sama. "Gue emang nyaman deket lo, Gi. Nyaman sebagai temen."
"Hubungannya gak bisa dilebihin?" Gitar bertanya menawar, seolah perasaan itu dapat diperjual-belikan.
"Nyaman itu bukan alasan untuk jadian. Makanya kita cocok sebagai teman dan bukan menjalin suatu hubungan." Viola tersenyum, membuat hati Gitar semakin teriris.
Viola tahu perasaan Gitar saat ini, pasti sakit. Tak seharusnya mereka membahas tentang ini.
Tak ingin Gitar tambah sakit. Viola mencari topik pembicaraan baru. "Oh iya, Gi. Axellez kapan latihan? Bukannya lombanya bentar lagi ya?"
"Harusnya sih sekarang. Tapi kaki gue belum sembuh total jadinya besok deh." Cowok itu memberikan ponsel miliknya ke Viola. "Lo kabarin ya, ke yang lain, kalo latihannya di undur."
"Siap bapak negara," ucap Viola sembari hormat. Keduanya terkekeh bersama.
Tbc
Maaf baru update lagi.
Ada yang kanget Melody sama Gitar gak nih?
Atau kangen authornya?
Part ini sengaja aku buat panjang untuk kalian para readers yang setia nungguin Love Is Music update. Maaf ya kalo gak dapet feel-nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top