Part 15 - Seandainya

Selamat membaca part 15 || seandainya.

Jangan lupa voment ya 🙏.

Typo koreksi.

         ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
B

intang itu terlalu jauh untuk digapai. Tapi ia ingin bersinar dan berharap terlihat oleh seseorang, walaupun ia hanya cahaya kecil dari ribuan kerlipan bintang di langit.

     ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

                            🍁🍁🍁


Melody duduk di taman belakang. Punggungnya ia sandarkan pada kursi taman. Udara malam hari nan sejuk begitu menusuk ke tulang. Pandangannya menatap langit malam yang penuh dengan bintang dan bulan.

"Lo satu di antara mereka yang bersinar di sana."

Senyuman tipis terulas di bibir Melody. Semakin lama semakin sirna. Membayangkan rasa sakit masa-masa dahulu.

"Mungkin dia bintang yang sudah abadi. Sementara lo bintang yang bersembunyi dari sinar terang yang sesungguhnya."

Perkataan itu membuat Melody tersentak. Dia menoleh ke belakang. Menatap seseorang yang entah sejak kapan berdiri di sana. "Kenn?"

Kenn melangkahkan kakinya. Duduk di samping Melody. Jemarinya menyelipkan beberapa helaian rambut ke belakang telinga gadis itu.

"Pikir-pikir lagi, Mel. Cepat atau lambat semuanya akan tahu. Entah itu karena orang lain. Atau diri lo sendiri." Kenn tersenyum, mencoba meyakinkan gadis yang berada dihadapannya.

''Itu udah lama mati, Kenn. Gue gak pingin ngulangin hal yang sama. Gue takut orangtua gue kecewa." Mata Melody mulai merah, seakin ingin menangis tapi tidak bisa tumpah.

"Mel?" Cowok itu memanggil Melody. Membuat gadis itu menatap ke arahnya lagi. "Seandainya dia masih ada. Apa lo masih ingin nuruti keinginannya?"

Melody memejamkan matanya sejenak sembari mengangguk. "Itu bukan cuma keinginannya. Tapi impian gue juga, Kenn."

"Gue yakin, Mel. Suatu hari nanti ada seseorang yang akan buat lo kembali lagi kaya dulu."

Meskipun itu bukan gue. Lanjut Kenn dalam hati.

"Kalaupun itu ada, gue yakin pasti gue gak akan bisa. Gue gak mau bikin Ayah, Bunda kecewa." Melody mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak ingin terlihat lemah di mata sahabatnya.

Kenn menghembuskan napas gusar. Susah sekali membangkitkan kembali semangat Melody yang hilang. Padahal ia sudah mati-matian ingin membantu Melody berjuang. Tapi mau bagaimana lagi? Jika si empunya menyerah, maka sebagai sahabat Kenn hanya bisa pasrah. Dan berharap suatu hari nanti semuanya akan berubah.

"Daripada lo flashback, mending lo ikut gue." Kenn mengalihkan topik pembicaraan ke arah lain. Pasalnya ia tak ingin Melody tambah sedih karena mengingat-ingat kenangan dulu.

Perkataan Kenn baru saja, membuat Melody kembali menoleh ke arahnya. "Kemana?"

"Kafe."

Alis Melody mengerenyit, mendengar ucapan Kenn baru saja. "Malam-malam gini?"

"Ya nggak pa-pa lah, Mel. Sekalian dinner. Biar kita gak terlalu ngenes jadi jomblo."

"Kita? Lo aja kali. Kan lo yang paling kelihatan ngenes." Melody meralat ucapan Kenn.

Kenn mengangkat kedua bahunya.   "Terserah lo mau ngomong apa tentang gue."  Cowok itu berdiri dari tempatnya. "Udah ayo. Tunggu apa lagi."

Seketika Melody ikut berdiri. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Emangnya Ayah sama Bunda ngizinin?"

"Gue udah izin tadi." Kenn dapat melihat jelas keraguan di raut wajah Melody. "Ini masih jam 7, Mel. Gak sampai satu jam kita pulang kok."

Melody menganggukkan kepalanya. Mungkin ajakan Kenn tepat untuk menghilangkan masalahnya sejenak.

Sebelum pergi keduanya berpamitan dulu kepada Heri dan Hilda. Mereka yakin jika Kenn dapat menjaga dan Melindungi putrinya dengan baik. Mereka juga sudah menganggap Kenn seperti anak kandung sendiri. Hadirnya Kenn dalam kehidupan Melody bisa menggantikan sosok dia walau hanya sebagai pelindung saja. Meskipun sebenarnya dia itu tidak bisa tergantì di hati Melody.

                              🍁🍁🍁

Mobil sport merah milik Kenn itu berhenti di parkiran salah satu kafe ternama di pusat kota. Pasalnya sekarang Kenn lebih sering menggunakan mobil sport miliknya itu untuk mengajak Melody jalan-jalan. Kecuali untuk berangkat ke sekolah.

Jika untuk ke sekolah, Kenn lebih nyaman menggunakan motor matic miliknya. Untuk menghindari kemacetan di pagi hari.

Mereka masuk ke dalam kafe. Duduk di meja yang disediakan. Mereka duduk saling berhadapan. Layaknya sepasang kekasih.

Tak selang lama seorang waiter datang membawakan buku menu. Dan ingin mencatat menu apa saja yang dipesan Kenn dan juga Melody.

"Lo mau pesen apa, Mel?"

"Lo yang traktir kan?"

"Iya, Mel. Kali ini gue yang traktir."

Melody menghela napas lega. Akhirnya dia mendapat makanan gratis. "Kalo gitu gue pesen mozarella cheese stick sama milk shake."

Kenn mengangguk, cowok itu menyebutkan pesanannya kepada waiter yang sedari tadi menunggu. "Mbak, kita pesen mozarella cheese  stick dua, milk tea satu, sama milk shake satu."

Waiter itu mencatat pesanan mereka. Setelahnya dia kembali ke belakang. Mengambil menu sesuai pesanan.

Beberapa menit kemudian waiter itu kembali untuk menghidangkan makanan. "Silahkan, mas, mbak, dinikmati pesanannya," ucapnya sengan ramah.

"Makasih, mbak."

Pelayan itu kembali ke tempat kerjanya.

"Selamat malam semuanya."

Melody yang baru saja menyuapkan makanan ke dalam mulutnya reflek mendongak, mendengar suara familiar dari atas panggung.

"Malam ini kami akan membawa kan sebuah lagu untuk menghibur kalian semua."

"Jadi Axellez manggung di sini juga?"

Mendengar penuturan Melody barusan membuat Kenn menoleh ke arah pandang gadis itu. Karena posisi Kenn saat ini memunggungi panggung. Dia dapat melihat anggota Axellez berada di panggung dengan memegang alat musik sesuai ke ahliannya masing-masing. Cowok itu merubah posisi duduknya, kali ini dia berada di samping Melody.

"Heran deh gue. Kemana-mana pasti ada mereka. Dunia sempit banget ya?" Kenn menggerutu, kemudian cowok itu meminum milk tea-nya sembari menunggu apa yang akan dilakukan Axellez di atas panggung.

"Selamat mendengarkan."

Setelah kalimat terakhir yang diucapkan Gitar, petikan senar gitar pun berbunyi mengisi ruangan. Disusul alat musik lainnya yang membuat perpaduan irama yang sempurna. Para pengunjung kafe menatap ke arah panggung, menyaksikan penampilan Axellez pada malam hari ini.

Aku hanyalah manusia biasa

Bisa merasakan sakit dan bahagia

Izinkan ku bicara

Agar kau juga dapat, mengerti

Mereka membawakan lagu dari Judika yang sedang hangat di media sosial. Suara Gitar begitu terdengar merdu. Pantas saja banyak penggemar yang tergila-gila kepadanya.

Kamu yang buat hatiku bergetar

Rasa yang telah kulupa, kurasakan

Tanpa tau mengapa

Yang ku tau inilah cinta....


Sungguh! Kali ini Melody mengakui bahwa suara Gitar memang bagus. Namun sayang sekali dia begitu angkuh atas kemampuannya itu. Sehingga dengan mudahnya dia menilai orang lain tidak ada apa-apanya selain dirinya.

Cinta karna cinta

Tak perlu kau tanyakan

Tanpa alasan, cinta datang

dan bertahta

Seketika Melody ingat kembali bayangan tentang dulu. Cinta yang dulu mengajarkannya tentang musik, kini telah pergi meninggalkannya. Sejak saat itu Melody tak ingin lagi berhubungan dengan yang namanya musik. Seharusnya dia pergi dari sini, namun hati kecilnya memilih bertahan, mendengar kembali syair-syair indah yang keluar dari pita suara Gitar.

Cinta karena cinta

Jangan tanyakan mengapa?

Tak bisa jelaskan, karna hati ini telah
bicara.

Melody mendengarkan lagu yang dibawakan Gitar sampai habis. Penjiwaannya sangat bagus, pantas saja Axellez beberapa kali mendapat juara saat ada lomba seni.

Akhir lagu, para pengunjung bertepuk tangan ria sebagai apresiasi penampilan Axellez pada malam hari ini. Suasana kini mendadak menjadi riuh. Banyak diantara mereka yang meminta reques lagu kepada Axellez.

"Jijik gue. Suara kaya gitu kok pada suka. Kan bagusan suara lo, Mel."

Melody menoleh pada Kenn yang sibuk memakan makanannya setelah mengucapkan kalimat barusan. Sebenarnya entah itu sindiran terhadap Gitar, atau pujian untuknya, Melody tetap saja tidak suka. Dia tidak suka namanya disangkut pautkan dengan musik. Meskipun arti namanya berhubungan dengan musik.

Jemari Melody sibuk mengaduk-aduk milk shake miliknya. Lalu meminumnya dengan perasaan tak tenang.

"Mel, lo kenapa? Kok makanannya gak lo habisin?" Kenn menyadari perubahan Melody yang mendadak diam.

"Hah?" Melody menggelengkan kepalanya. Memberi isyarat seolah dia tidak apa-apa. "Kenn. Gue ke toilet dulu ya."

Melody berdiri dari tempatnya. Bergegas meninggalkan Kenn dengan perasaan gelisah.

"Harusnya gue gak ngajak lo ke sini, Mel. Kalo akhirnya lo malah tambah sedih," gumam Kenn. Cowok itu mencomot mozarella cheese  stick  yang hanya tersentuh separuh oleh Melody.

                              🍁🍁🍁

Kini Melody berada di salah satu bilik toilet wanita yang disediakan di kafe. Entah apa yang membuat Melody gelisah saat ini. Yang jelas hal itu terjadi setelah dia selesai mendengarkan suara Gitar bernyanyi.

"Enggak! Gue gak boleh ingkar." Melody geleng-geleng kepala, untuk menegaskan keyakinannya.

Kecintaan dirinya terhadap musik rasanya mulai kembali setelah melihat penampilan Axellez barusan. Adanya persimpangan pendapat antara pikiran dan hatinya membuat Melody tambah gelisah.

"Kenapa hati gue gak bisa diajak kompromi sih!" omel Melody terhadap dirinya sendiri.

Melody mencuci wajahnya di wastafel. Mungkin air bisa menjernihkan pikirannya kembali saat ini. Sejuknya air membasahi wajahnya. Membuatnya makin tenang sekarang.

Jemarinya mengambil tisu yang disediakan di pinggir dinding toilet, mengelap wajahnya sampai kering.

"Gue pasti bisa!" Melody memberi semangat kepada dirinya sendiri.

Merasa sudah lebih baik, Melody memutuskan untuk kembali ke mejanya. Baru beberapa langkah menjauh dari toilet, gadis itu mendadak menghentikan langkahnya saat ada seseorang yang berdiri di depannya.

"Rupanya lo juga satu diantara mereka yang nge-fans sama gue ya?"

Melody tercenung mendengar perkataan Gitar. "Siapa yang nge-fans sama lo? Pede banget."

"Terus ngapain lo di sini?"

"Makan."

"Iya gue tau lo makan bareng temen lo itu." Gitar mendengus, rupanya Melody tak mengerti maksud ucapannya. "Lo makan sambil dengerin gue nyanyi, kan? Sampe-sampe lo gak kedip gitu liatin gue. Terpana ya, sama ke tampanan gue?"

Sekarang Melody ingat sesuatu. Tadi saat Gitar menyanyi dan Melody menatap cowok itu dengan santai. Tak sengaja pandangan mereka bertemu beberapa saat. Kemudian Gitar duluan yang memutuskan pandangan ke arah penoton yang lain sembari meneruskan syair lagunya.

"Tadi cuma kebetulan. Gue dateng ke sini cuma mau makan doang. Gak niat nonton band kalian." Melody diam sejenak, mengatur napasnya. "Bahkan gue gak tau kalo kalian bakal manggung di sini."

"Terus karna itu sekarang lo nge-fans sama gue gitu?"

"Enggak! Baik sekarang ataupun yang akan datang." Melody menatap Gitar dengan tatapan menantang. "Inget ini baik-baik. Gue gak akan pernah ngelakuin hal kaya penggemar alay lo itu. Minta tanda tangan, foto bareng, minta reques lagu. Dih alay banget."

Tangan Gitar mengepal, mendengar sindiran pedas dari mulut Melody. Jika Melody bukan perempuan pasti Gitar sudah main tangan sejak tadi. "Kalo sampai suatu hari nanti lo jilat lidah lo sendiri. Gue mau lo sujud di kaki gue."

"Hal itu gak akan terjadi. Karna sampai kapanpun, gue gak bakal jadi salah satu dari penggemar lo sama band lo." Melody melanjutkan langkah kakinya yang tertunda. Meninggalkan Gitar yang sedang berkecamuk.

"Baru aja mau gue susul lo udah balik," ucap Kenn yang baru saja berdiri dari tempatnya.

"Ngapain lo mau nyusulin gue ke toilet perempuan?"

"Habis lo lama banget. Habis boker ya?" tuduh Kenn asal ceplos.

"Ya enggak lah!"

"Yaudah yuk pulang. Gue tadi udah bayar."

Dalam mood yang tidak menentu seperti ini memang istirahat adalah cara terbaik untuk menetralkan pikirannya.

Melody hanya mengaguk lesu. Sembari mengambil tas selempangnya di meja.

"Lo kenapa sih, Mel. Kok mukanya lesu gitu? Cerita dong ke gue?"

Satu-satunya orang yang mampu mendengar curhatannya dengan baik hanyalah Kenn. "Entar gue ceritain di jalan."

Melody berjalan keluar meninggalkan kafe. Kenn hanya menghela napas gusar lalu mengikuti langkah kaki gadis itu.

                                TBC

Maaf ya kalo gak dapat feel-nya di part ini.

Jangan bosen-bosen baca cerita ini. Konflik baru aja mau dimulai. Siapkan hati untuk baca part-part berikutnya. :)





Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top