Part 11 - Keras Kepala

Siapkan kouta. Siapkan hati. Siapkan jiwa.
Yuk dibaca. Tapi sebelumnya vote dulu ya.    😁😊      
Follow juga akun ini.

                     *Happy Reading*


                        ~~~~~~~~~~~~

Kamu itu cuma berkomentar, bukan menjalankan. Kenapa seolah-olah menjadi korban, sehingga aku yang disalahkan?
  ~~~~~~~~~~~~~

                             🍁🍁🍁

"Daripada luka lo makin parah, mending gue obatin."

Perasaan senang muncul dibenak Melody. Cowok ini sungguh peduli padanya. Ya meskipun hanya sebagai teman. Melody sendiri juga bingung, apakah dua orang yang baru saja berkenalan layak menjadi teman? Maksudnya, apakah Marvel juga menganggapnya teman?

"Kita nyari tempat dulu ya. Gak enak diliatin orang di sini."

Melody baru menyadari, jika kini dirinya menjadi pusat perhatian orang-orang yang sedang berjalan-jalan di taman. Tatapan mereka seolah melihat Melody dan Marvel seperti orang yang tengah berpacaran.

Hanya angguk-aggukan kepala saja yang Melody lakukan sebagai jawaban.

"Lo bisa jalan sendiri apa perlu gue gendong?"

Pertanyaan Marvel barusan membuat Melody tercengang. "Gue bisa jalan sendiri."

"Yakin? Gak mau digendong nih?" senyuman jahil terbit di wajah tampan Marvel.

"Iya. Lagian yang berdarahkan sikut tangan gue. Bukan dengkulnya," sahut Melody. Sungguh! Dia tidak bisa membayangkan jika Marvel menggendongnya. Apalagi jika ada fans Axellez yang melihat. Pasti dia menjadi tranding topic dadakan di media sosial.

Mereka memutuskan berjalan bersama. Akhirnya memilih kursi taman yang tak jauh dari parkiran.

Tadi Marvel berkata kepada Melody bahwa ia akan ke warung terdekat dulu. Untuk membeli tisu, obat merah dan plaster untuk mengobati luka Melody.

Gadis itu menunggu kedatangan Marvel. Sebenarnya ia merasa tak enak hati karena Marvel sudah berbaik hati padanya. Cowok itu ingin mengobati tangannya yang terluka, padahal ia tak ada hubungannya dengan luka di sikut Melody.

"Sorry ya lama." Marvel duduk di samping Melody. Jemarinya membuka tisu basah untuk membersihkan luka Melody.

"Eh, biar gue sendiri." Melody merebut tissu yang berada ditangan Marvel. Gadis itu menahan perih saat mengelapkan tissu tersebut pada lukanya.

"Perihnya?" Pertanyaan bodoh macam apa itu. Anak TK pun tahu jika yang namanya luka pasti perih.

Melody hanya mengulas senyum kepada Marvel. Seolah mengatakan bahwa dia baik-baik saja.

"Biar gue yang ngobatin." Marvel memberikan obat merah pada luka Melody. Gadis itu hanya pasrah. Sesekali ia meringis merasakan perih yag berada di tangannya. Marvel yang menyadari hal itu pun mendongak, menatap Melody khawatir. "Tahan ya."

"Iya." Hanya kata itu yang mampu Melody ucapkan.

Jemari Marvel menaruh plaster pada luka Melody. Plaster pink bergambar hello kitty. "Maaf ya, di warung cuma ada plaster yang kayak gini. Yang biasa udah habis."

"Kenapa harus minta maaf? Harusnya gue berterima kasih, karna kakak udah repot-repot ngobatin luka gue."

"Itu udah kewajiban sesama manusia membantu sesama." Mulia sekali Marvel ini. Jika orang lain yang lewat di parkiran tersebut, mungkin hanya membiarkan Melody.

"Itu kening lo masih sakit?" Marvel melihat raut wajah Melody yang berubah menjadi heran. Mungkin gadis itu bertanya-tanya kenapa ia tahu tentang luka di keningnya. "Gue denger waktu itu lo jatuh terus kejedot tembok di toilet sampe kening lo berdarah."

Jelas saja Marvel mengetahui semuanya dari Gitar. Sang gitaris Axellez itu kan sahabat dekatnya Gitar.

Tangan Melody menyentuh plaster yang berada di keningnya pelan. "Oh, ini udah mendingan kok, Kak. Cuma gue aja males nglepas pasternya."

"Semoga aja lukanya gak ada bekasnya ya."

"Emang kalo ada bekasnya kenapa kak?" Melody bertanya-tanya.

"Wajah lo cantik. Gak pantes dapetin bekas luka sedikit pun."

Entah itu pujian atau rayuan, namun hati Melody merasa berdesir. Biasanya Kenn memujinya cantik karena ada maunya. Kalau tidak minta traktiran, pasti minta uang bengsin tambahan.

Ponsel yang berada di saku Melody berdering. Menandakan panggilan yang baru saja masuk. Gadis itu mengambil ponselnya.

Kenn-tang.

Nama itu tertera jelas di layar ponsel Melody. Gadis itu mengangkatnya, sebelumnya dia sudah meminta izin dulu terhadap Marvel.

"Hallo, Kenn. Kenapa?" tanya Melody tanpa basa-basi.

"Mel, lo dimana sih. Nyokap bokap lo nyariin tuh!" Terdengar suara khawatir Kenn dari seberang sana.

"Gue lagi di taman. Bukannya tadi gue udah chat lo ya? Kalo gue pergi ke taman buat belajar."

"Oh jadi beneran ya? Gue pikir cuma candaan lo doang. Soalnya lo aneh sih, ke taman kok buat belajar."

Melody sudah kebal terhadap sindiran yang dilontarkan sahabatnya itu. "Ya beneran lah, Kenn. Gue kan gak suka boong kaya lo."

Biarkan saja. Sindiran dibalas dengan sindiran.

Di seberang sana Kenn hanya diam. Tak ingin menambah masalah. Cowok itu membuka topik pembicaraan lain. "Sekarang lo dimana?"

"Ya masih di taman lah."

"Jangan pergi okey. Sebentar lagi gue OTW."

Tut..tut..tutt.

Panggilan itu dimatikan Kenn secara sepihak. Membuat Melody menghela napas. Lalu memasukkan kembali ponselnya pada saku.

"Dari siapa? Pacar ya?"

Pertanyaan Marvel membuat Melody menatapnya sembari terkekeh. "Pacar? Deket sama cowok aja enggak."

"Bukannya lo berangkat dan pulang bareng cowok ya?"

"Maksud lo Kenn?" Melody bertanya memastikan.

"Entahlah." Marvel mengangkat bahu. "Gue sendiri gak tau namanya. Mungkin aja itu cowok yang gue maksud."

"Gue sama Kenn itu sahabatan dari kecil. Dia udah anggap gue sebagai adik sendiri, begitupula sebaliknya." Tidak salahnya kan? Melody bercerita sedikit kepada Marvel.

"Lo yakin kalian cuma sahabatan aja?" segaris kernyitan tipis terbentuk di dahi Melody mendengar pertanyaan Marvel. "Maksud gue, biasanya sahabat antara cewek dan cowok gak akan bertahan lama. Salah satu diantara mereka pasti ada yang punya rasa lebih. Tapi rasa itu tak mampu dia sampaikan, ya semacam sembunyi rasa gitu." lanjutnya. Marvel menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal. Merasa tak enak hati mengatakan hal itu.

"Mungkin kebanyakan orang sih iya. Tapi nggak dalam persahabatan gue sama Kenn. Lagian gak mungkin juga Kenn suka sama gue?"

Marvel bisa menyimpulkan jika perasaan Melody ke Kenn itu natural sebagai sahabat saja. Namun dia tidak tahu perasaan Kenn ke Melody sebenarnya seperti apa.

"Melody!"

Keduanya menoleh ke sumber suara. Laki-laki berpakaian kaos putih polos  yang dipadukan dengan kemeja kotak-kotak berwarna dongker berjalan ke arah mereka.

"Eh itu sikut lo kenapa?" Kenn baru menyadari, jika sikut Melody di plaster.

"Gak papa, cuma jatoh dikit doang tadi. Lagian udah diobatin kak Marvel kok."

Seketika Kenn menoleh pada Marvel. "Makasih, udah obatin luka adek gue." Ucapannya datar. Sama seperti yang biasa diucapkan Gitar.

"Sama-sama." Entah mengapa Marvel merasa Kenn tidak suka dengan kehadirannya.

Kenn bersikap masa bodo. Walaupun dia tahu jika Marvel seorang gitaris sekaligus kakak kelasnya dia tak ingin sok akrab dengan cowok itu.

"Kok lo bisa jatoh kenapa?" Kenn kembali bertanya dengan nada cemas.

"Namanya aja mata kaki tidak melihat."

Kenn mendengus. Rupanya Melody sudah ketularan sifat menyebalkannya.

"Dih, ngambek." Melody mencubit gemas pipi Kenn yang terlihat lucu. "Entar gue ceritain. Tapi lo jangan aduin ke Ayah sama bunda tentang hal ini."

"Itu mah tergantung. Lo mau naktir gue apa enggak?" ujar Kenn terkekeh. Cowok itu mengacak-acak rambut Melody gemas.

Melody diam membiarkan rambutnya di acak-acak Kenn. Padahal di dalam hatinya ia ngedumel. Pasti jika minta bantuan pada Kenn ada saja imbalan yang harus ia berikan. Ya meskipun pada akhirnya ia mengalah.

Andai aja gue yang jadi abang angkat lo, Mel.

Marvel ikut mengembangkan senyum. Mengamati tingkah lucu dua insan di depan matanya.

              
                              🍁🍁🍁

Ingin ku berdiri disebelahmu.

Menggenggam erat jari-jarimu.

Mendengarkan lagu sheila on 7,

Seperti waktu itu,

Saat kau di sisiku.

Petikan gitar dan nyanyian itu menggema di ruangan. Siapa lagi pemilik suara kalau bukan Gitar sang vokalis Axellez.

Cowok itu mengcover lagu dari Fiersa Besari yang dirilis tahun ini. Cowok itu tidak dibantu anggota band lainnya. Karena sekarang ia sedang sendiri. Di base camp kecil milik Axellez yang letaknya tak jauh dari taman kota.

Axellez sendiri mempunyai beberapa basecamp. Ada yang di sekolah, yaitu ruang musik, ada yang di dekat taman, ada yang di dekat kafe yang biasa ditempati mereka saat manggung, dan yang terakhir adalah di rumah Gitar. Namun mereka jarang-jarang berkumpul di rumah Gitar, karena jika berada di sana mereka tak bebas merokok, maupun meminum minuman bersoda.

Dengan bantuan alat musik gitar, suaranya pun sudah terdengar bagus. Memang ya kalau orang sudah memiliki suara bagus dari lahir, bernyanyi diiringi alat musik ataupun tidak, tetap saja masih bagus.

Krekk..

Suara pintu terbuka terdengar begitu jelas. Membuat Gitar menghentikan aktivitasnya.

"Vel, tumben jam segini lo ke sini?"

Tanpa menjawab sepatah kata pun, Marvel langsung duduk di depan Gitar.

"Kenapa lo?" tanya Gitar sembari meletakkan gitar miliknya di samping.

"Lo jadi cowok kok gak punya hati sih?" Marvel melemparkan pertanyaan yang membuat Gitar bingung.

"Maksud lo?" Dahi Gitar mengerenyit. Dia sama sekali tidak mengetahui apa yang sebenarnya dibicarakan Marvel.

Marvel memperbaiki duduknya. "Gue tau, lo tadi lari dari kejaran fans. Terus lo minta tolong sama adek kelas yang buat lo kesel itu kan?"

Ekspresi wajah Gitar menunjukkan biasa-biasa saja. Entahlah, Marvel itu seperti paparezi yang mengetahui semua info dan aktivitasnya hari ini.

"Lo minta bantuan dia tapi dia cuma diem. Terus lo seret dia secara paksa buat ikut ngumpet bareng lo dari kejaran fans yang berasal dari sekolah sebelah." Tentu saja sekolah sebelah mengetahui siapa Gitar maupun Axellez. Band lokal yang sedang booming di tahun ini sungguh mencuri perhatian mereka. Apalagi setiap minggunya mereka bisa melihay vidio cover lagu terbaru dari Axellez lewat youtube.

"Terus hubungannya sama lo apa? Kenapa ekspresi lo seoalah-olah menunjukkan sikap tak bersahabat dengan gue?"

"Tadi dia jatuh tersandung aspal, saat dia berusaha ngejar lo. Sikut tangannya sampai berdarah."

Oh, pantas saja saat Gitar pergi meninggalkan parkiran seperti ada yang meneriaki namanya. Dia pikir itu fans yang mengejarnya. Makanya ia memutuskan berjalan cepet tanpa menoleh ke belakang sedikit pun.

"Ya itu salah dia sendiri lah. Suruh siapa ngejar gue." Gitar mengelak. Tak ingin disalahkan. Ck, keras kepala sekali dia.

"Ya itu karna lo gak mau minta maaf sama dia gara-gara lo libatin dia dalam masalah lo. Jangankan minta maaf, ngucapin secuil kata terima kasih lo pun ogah, kan?"

Gitar heran sendiri, bagaimana mungkin Marvel mengetahui sedetail itu? Berarti sejak di taman tadi, Marvel pun ada di sana. Dia diam-diam mengikuti Gitar, namun Gitar sendiri tak tahu pergerakannya.

"Lo tadi buntutun gue ya?"

Akhirnya Marvel menceritakan lejadian yang sebenarnya. Dia sebenarnya tidak sengaja membuntuti Gitar. Melihat sahabatnya itu dikrumuni para fans membuat Marvel iba. Cowok itu tadinya ingin membantu Gitar dari keratan para fans. Namun ia kalah cepat, Gitar sudah berlari dahulu dengan membawa Melody.

Tadinya sama seperti para fans, Marvel kehilangan jejak mereka. Namun beberapa saat ia kembali lagi di area parkiran. Saat itu ia berhasil menemukan Gitar dan Melody. Cowok itu ingin menghampiri mereka. Namun ia mengurungkan niatnya. Himgga akhirnya, ia memilih bersembunyi di bilik mobil sembari mantau kegiatan Gitar selanjutnya.

"Oh, jadi gitu."

Marvel hanya mengangguk-anggukan kepala sebagai jawaban.

"Besok lo harus minta maaf sama dia. Karna secara tidak langsung, lo yang udah buat tangannya terluka." Marvel berharap Gitar menuruti permintaannya yang satu ini. Semoga saja sikap leras kepala sahabatnya itu menghilang walau hanya sejenak.

"Buat apa? Orang gue gak salah kok?"

"Gitar, tolong sekali aja lo ngalah. Hilangin keras kepala lo." Marvel mencoba membujuk.

Gitar menggeram. Entah mengapa ia merasa Marvel seperti memojokkanya. Dan itu karena seorang gadis pula.

"Lo itu cuma berkomentar, bukan menjalankan. Jadi gak usah sok jadi korban, sehingga gue disalahkan."

Gitar berdiri dari tempatnya, berjalan Menjauh meninggalkan Marvel.

"Yang korban tuh Melody, bukan gue, Gi!" teriak Marvel sedikit kencang.

Cowok itu geleng-geleng kepala heran melihat tingkah Gitar. Dari dulu hingga sekarang Gitar tak pernah berubah, tetap angkuh dan keras kepala.

                               TBC.

Sorry typo.

Maaf ya kalo di part ini kurang dapet feel-nya.

Otak author dipenuhi juga sama tugas-tugas sekolah yang kian menumpuk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top