Part 10 - Rahasia

Diwajibkan vote dulu sebelum baca. Sengaja di atas biar kalian gak lupa.
Enjoy aja ya bacanya.
Maafkan kalo ada typo.

Jangan silent readers ya.

*Happy reading*

Buat cast Tristan, Derby, maupun Milo kalian berekspetasi sendiri ya. Author bukannya gak mau kasih. Tapi author emang kudet banget tentang artis-artis luar.

~~~~~~~~~~
Buat apa aku harus berjalan menjauh? Kalau nyatanya kamu adalah perjalanan terakhirku.
~~~~~~~~~~

🍁🍁🍁

"Eh Kenn Curut sialan, ngapain lo di kelas gue?!"

Willona yang baru saja kembali dari UKS terkejut saat mendapati Kenn berada di kelasnya. Sebenarnya hal seperti itu sudah biasa. Tapi Willona saja yang memandangnya tidak suka. Bukan karena dia cemburu, namun karena dia merasa emosinya makin meningkat jika bertemu dengan Kenn.

"Eh, baru balik lò, Will?" tanyanya setenang mungkin. Padahal, Willona baru saja memakinya.

"Gak usah basa-basi. Udah sana minggir! Hus!" Willona mengibas-ngibaskan tangannya. Mengisyaratkan Kenn supaya menjauh.

"Siapa lo ngusir-ngusir. Ini kelas milik sekolah kali, bukan punya lo. Dan penghuni kelas ini bukan cuma lo. Tapi ada Melody sama anak-anak yang lain."

"Bodo amat!"

"Udah-udah, jangan berantem terus dong, ah. Pusing gue jadinya," lerai Melody.

"Sorry, Mel." Willona meminta maaf, seraya mendudukkan pantatnya di kursi yang tadi di duduki Viola.

"Eh, kok lo lama banget sih di UKS, ngapain?"

Mendengar pertanyaan Melody, Willona menghela napasnya perlahan. "Kesel banget gue. Suruh masangin tabung oksigen ke orang sesak napas. Mana tadi dia kejang-kejang gitu."

"Terus gimana kabarnya tuh orang. Gak papa, kan? Lo gak salah masang tabungnya kan?"

"Ya enggak lah, Mel. Gue udah bisa yang kayak gitu kali." Willona bertopang dagu. "Untung aja tuh anak gak papa."

Willona tidak menyadari, jika sedari tadi ia berbicara Kenn merekamnya. Gadis itu baru tahu saat kepalanya menengok ke arah Kenn yang sedang tersenyum sembari memainkan ponsel miliknya.

''Kenn, lo ngerekam gue ya?! tanya Willona penuh selidik.

Kenn mencabut ponselnya dari power bang milik Melody. Lalu mengembalikkan benda tersebut pada pemiliknya. Kenn sudah biasa seperti itu, meminjam tanpa berterima kasih. Dia sudah menganggap benda-benda milik Melody sama seperti benda miliknya sendiri.

"Ge'er banget lo."

"Alah gue gak percaya. Siniin gak ponsel lo!" Willona berusaha merebut ponsel milik Kenn. Namun cowok itu sudah menjatuhkannya terlebih dahulu.

"Apaan lo. Enggak!"

"Siniin, Kenn. Hapus gak videonya!" Willona tak menyerah. Dia berusaha merebut ponsel milik Kenn.

"Udah gue kirim di status WhattsApp, Willo." Kenn menyunggingkan senyum jahilnya.

"What! Gila lo ya!" Wajah panik Willona muncul seketika. Ketika Kenn mengakui jika barusan dia merekam Willona.

"Kenn, jangan jahil dong. Hapus enggak! Mau gue laporin nyokap lo kalau kemaren lo ikut balapan lagi!" ucap Melody mengancam.

Tawa Kenn meredup, mendengar perkataan Melody barusan. Ternyata tidak mudah ya, menyembunyikan sesuatu dari sahabat yang sudah sejak lama?

"What! Lo ikut balapan?!" pekik Willona histeris, ia baru saja mengetahui rahasia tentang Kenn.

Melody dan Kenn reflek menutup telinga. Mendengar suara Willona yang begitu melengking dan terdengar nyaring di gendang telinga. "Willo! Jangan teriak-teriak dong. Sakit nih kuping gue!"

"Lo sendiri juga teriak, Kenn!" ucap Melody dengan suara lantang.

"Lo juga barusan teriak, Mel." Willona mengingatkan.

"Oh iya ya. Baru sadar gue." Melody menyengir, memperlihatkan deretan gigi rapihnya.

Perkataan Melody barusan, membuat Kenn dan Willona memutar bola mata malas.

"Jangan bilangin ke nyokap gue, Mel. Nih videonya udah gue hapus. Dari status maupun galeri." Kenn menunjukkan ponselnya pada Melody. "Dan buat lo, Will. Jangan bongkar ke siapa pun. Cukup jadi rahasia aja," ujar Kenn menatap Willona lekat.

"Sekarang gue punya kartu ATM lo, Kenn. Kalau lo iseng ke gue, gue bakal bongkar rahasia lo." Willona mengancam.

"Iya, sorry."

Untuk pertama kalinya, Kenn meminta maaf kepada Willona. Biasanya cowok itu masa bodoh dengan hal yang baru saja ia lakukan. Tidak meminta maaf, maupun menyesal.

"Iya gue maafin. Udah sana lo pergi. Menjauh dari gue." Willona mengusir.

"Buat apa aku harus berjalan menjauh? Kalau nyatanya kamu adalah perjalan terakhirku."

Dasar Kenn alay. Melody mengumpat.

Willona melepas sepatunya. Ingin melemparkannya pada Kenn. Geram dengan semua tingkah konyol cowok itu. Ternyata sasarannya tidak cepat, Kenn sudah keluar kelas duluan.

"Awas aja lo, Kenn!" Willona mengambil sepatunya, lalu memakaikannya kembali.

🍁🍁🍁

''Kak Gitar minta tanda tangan dong."

"Kak foto bareng boleh nggak?"

"Kak nanti malem manggung di kafe lagi nggak?"

Suara bising itu terdengar di taman kota. Melody yang sedang belajar menjadi terganggu. Gadis itu jika bosan membaca di rumah ya memilih membaca di taman. Untuk mencari suasana baru agar lebih semangat membaca buku. Entah orang-orang menilainya kurang kerjaan atau terlalu rajin dia tidak peduli. Toh yang menjalani hidup dirinya sendiri, mengapa harus memedulikan perkataan orang lain?

Gadis itu menoleh, melihat kerumunan yang tak jauh darinya. Rasa penasarannya sungguh besar. Sebenarnya apa yang terjadi, sampai ada kerumunan yang kebanyakan adalah seorang perempuan?

Melody berdecak, Ia berdiri dari kursi taman. Untuk melihat lebih jelas apa yang sebenarnya terjadi. Matanya menyipit, melihat Gitar berada di tengah-tengah mereka.

"Kak Gitar foto sekali lagi dong!"

"Kak aku ngefans banget sama kakak."

Sayup-sayup ia mendengar keramaian itu. Mereka kembali memanggil-manggil nama Gitar.

"Apa istimewanya sih, dia? Gitu aja dimintain tanda tangan segala." Melody berdecih, sembari melipat tangannya di depan dada.

Sungguh! Melody muak melihat peristiwa di hadapannya. Dunia serasa sempit. Ke mana pun dia berada pasti ada Gitar maupun fans alaynya.

Melody mengambil bukunya yang berada di kursi taman. Gadis itu membalikkan badan, ingin menjauh dari keramaian.

"Melody!"

Baru beberapa langkah, ia mendengar seseorang yang memanggilnya dengan teriakan. Bahkan teriakan itu tak hanya sekali, tapi berkali-kali, sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengalah dengan menghentikan langkahnya.

Siapa sih sebenernya yang manggil gue?

Gadis itu mendengar suara langkah kaki yang makin mendekat ke arahnya. Dengan keberanian, ia memutar tumitnya.

"Lo?"

"Bantuin gue. Please!" Manik hitam itu menatapnya lekat. Meminta pertolongan di suasana mendesak.

Merasa tak ada respons apapun dari Melody, Gitar langsung meraih pergelangan tangan gadis itu. Menyeretnya menjauh dari fans Gitar yang berasal dari sekolah sebelah.

Hingga akhirnya, ia belok ke kanan. Menarik tangan Melody untuk bersembunyi dibalik jejeran mobil yang terparkir rapih di parkiran. Mereka berjongkok. Bersembunyi dari para fans Gitar uang terus mengejar.

''Eh! Lo ...."

Sebelah tangan Gitar membekap mulut Melody. Agar gadis itu tidak berteriak dan membuatnya ketahuan. Satu tangannya masih berada di pergelangan tangan Melody. Mengunci gadis itu agar tidak keluar dan kabur dari tempat persembunyian.

"Sssst, diem. Entar ketahuan."

Heran. Di situasi yang seperti ini cowok itu masih menggunakan tatapan dingin nan memerintah itu.

Tanpa sadar, wajah mereka berdekatan. Saling menatap manik mata satu sama lain. Dada Melody naik turun secara cepat. Bukan karena dia berdekatan dengan Gitar, namun karena sehabis berlari dia sering seperti itu. Jantungnya berdetak lebih cepat. Bukan hanya Melody, semua orang sehabis berlari juga begitu, kan?

Emang bener ya kata Willona. Kak Gitar itu ganteng.

Eh. Apaan sih gue.

Melody buru-buru menghapus pujiannya tentang Gitar. Ia memutar bola matanya ke arah lain, memutus kontak mata dengan cowok itu.

Gitar sedikit mengintip keluar. Memastikan apakah fans-nya itu sudah pergi atau belum. "Kayaknya udah aman deh."

Mendengar hal itu Melody melepaskan cekalan tangan Gitar. Gitar yang sadar dengan hal itu langsung menurunkan tangannya yang membekap mulut Melody.

"Ngapain sih lo. Main asal narik gue? Tangan gue sakit nih, ditarik lo secara paksa." Melody memegangi pergelangan tangannya yang sedikit memerah akibat cekalan Gitar yang terlalu kencang.

"Salah sendiri, dimintain tolong malah diem aja," ucap Gitar seraya berdiri.

Bukannya meminta maaf, Gitar malah menanggapi ucapan Melody dengan tak acuh, seolah dirinya tak bersalah.

Melody menggeretakkan giginya kesal. Dia berdiri, lalu berkata," "Dasar gak punya rasa bersalah. Heran deh gue, cowok kayak lo kok banyak fans-nya ya. Lo pakek jampe-jampe apasih?!"

"Percuma sekolah kalo mulut gak di sekolahin. Gue banyak fans karena mereka suka suara gue. Gue juga ganteng," ucapnya dengan sombong.

"Punya fans itu gak enak. Tiap ke mana-mana pasti ada yang ngejar. Minta fotolah, tanda tanganlah, inilah, itulah, risih sendiri gue." Tanpa ia sadari, Gitar mengeluarkan unek-uneknya selama ini.

"Makanya punya fans itu dibaikin. Jangan disombongin. Jadi diserang, kan?"

Gitar memutar bola matanya. Ia malas meladeni adik kelasnya itu. Ia lebih memilih berjalan menjauh.

"Eh, kok gue ditinggal sih!"

Melody berjalan dengan menambah percepatan kakinya, ingin menyamai langkah kaki Gitar. Namun sialnya kakinya malah tersandung aspal kasar. Membuatnya terjatuh.

"Aduh!" pekik Melody. Sikutnya mengelurkan cairan kental berwarna merah. Sepertinya kesialan menyapanya hari ini. Luka di dahinya saja belum sepenuhnya kering, eh dia malah nambah luka baru.

"Lo gak papa?" Melody menatap sepatu yang berdiri di depannya. Gadis itu mendongak, menemukan tangan yang terulur ke arahnya. "Sini gue bantuin."

Tanpa ragu, Melody meletakkan telapak tangannya pada telapak tangan cowok itu. Perlahan ia di bantu berdiri.

"Makasih," ujar Melody datar.

"Eh, itu sikut lo berdarah."

Melody yang mendengar perkataan cowok itu reflek melihat sikutnya. Dan benar saja, ada darah segar yang keluar dari sana.

Pantesan aja perih. Ada darahnya ternyata.

"Lo ikut gue aja. Nanti gue obatin."

"Gak usah repot-repot," tolak Melody halus.

"Udah gak papa. Anggap ini sebagai pertanggung jawaban atas temen gue yang ninggalin lo."

Melody menatap ke arah sekitar. Dan benar saja, jarak Gitar sudah sangat jaih dari tatapannya.

Dasar cowok gak berperasaan.

"Tenang. Gue gak gigit kok." Marvel tersenyum. Sangat manis di penglihatan Melody.

"Eh, bukan gitu maksud gue. Ĺo kok baik sama gue? Padahal kita aja gak kenal." Melody tersenyum kaku.

"Makanya kenalan dulu dong." Cowok itu mengulurkan tangannya kepada Melody. "Gue Marvel."

Melody menerima jabatan tangan itu. "Melody." Seketika Melody menarik tangannya dari tangan Marvel, merasa canggung. "Sebenernya lo gak ngenalin diri pun gue udah tau lo sih. Lo kan gitaris hebat di sekolah kita."

Kata Gitar nih cewek sombong. Ternyata dia ramah. Buktinya aja ia muji gue barusan.

"Di atas langit masih ada langit. Dan di luar sana masih ada orang yang lebih jago main gitar daripada gue."

Rendah hati. Itulah penilaian Melody tentang Marvel. Berbeda dengan Gitar yang ingin dipuji, Marvel malah sebaliknya.


TBC

Maaf ya kalo di part ini kurang nge-feel. Author sibuk banget soalnya. Vote dan komennya dong biar semangat update lagi 😊😊

Jangan lupa follow akun ini ya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top