Ekstra Part
Aku bikin esktra chapter nih buat kalian.
Absen dulu yuk! Kalian nemu cerita ini dari mana?
Pembaca baru jangan lupa follow dulu ya! (Wajib)
Jangan lupa dukung dengan vote dan komentar yang banyak!
Jangan silent readers! Yang siders nanti pantatnya bisulan.
Play list kamu|| You're Still The One ~ Shania Twain
Happy Reading.
🍁🍁🍁
Ada saatnya disuatu tempat, kamu akan menemukan orang yang tepat. Bukan hanya bersamamu sesaat, tapi selalu memelukmu erat. Dan menjadikanmu tujuan hingga akhir hayat.
🍁🍁🍁
Ujian bagi kelas 12 telah selesai dilaksanakan. Kini mereka tinggal menunggu hasil kelulusan.
Untuk itu, anak Axellez mengajak yang lain mengadakan pesta barbeque secara sederhana di basecamp Axellez yang dekat danau.
Gitar mengajar Kaiden dan juga Kenn. Keduanya telah memaafkannya atas kejadian beberapa bulan yang lalu.
Mereka bekerja sama dalam hal memasak yang diadakan di samping bangunan basecamp Axellez.
"Vi. Ini daging gue udah mateng belum sih?" tanya Rebbeca.
"Belum. Itu masih agak mentah. Tunggu sebentar lagi," jawab Viola.
Yang lainnya pun ikut membantu memasak. Ada pula yang menyiapkan cemilan dan minuman untuk pesta kali ini. Ini kali pertamanya Axellez mengajak yang lain pesta di basecamp mereka yang dekat danau.
Melody tersenyum tipis saat melihat Gitar dan Kenn menggelar tikar. Mereka terlihat akrab. Tidak ada lagi dendam dan kecewa di antara keduanya.
"Melody, dangingnya gosong."
"Eh." Melody terperanjat sekaligus tersentak dari lamunannya saat suara berat mengintruksinya.
Mata Melody langsung mengarah pada daging yang ia panggang. Ternyata benar apa yang dikatakan Marvel. Dagingnya gosong. Mungkin ini efek salfok gara-gara dia melihat Gitar sedari tadi.
"Aduh, gimana ini?"
Melody menggunakan penjepit untuk mengambil dagingnya dan ia pindahkan ke piring. Namun saat mengambil irisan daging kedua, tangannya malah terkena alat pemanggang.
"Aww!" Pekik Melody, kesakitan.
"Ya ampun, Mel. Hati-hati dong." Marvel meraih tangan Melody, dan meniupinya agar rasa sakitnya hilang.
Sedangkan Gitar yang melihat itu, hatinya terasa perih. Wajarkah jika ia cemburu? Padahal dia sama Melody tidak ada hubungan apa-apa.
Mungkin, memang Marvel yang pantas buat Melody.
"Gitar?"
"Hm?" Gitar kembali menoleh ke Kenn.
"Kenapa lo?"
"Enggak."
Pandangan Kenn mengarah pada arah pandang Gitar tadi. Lalu Kenn kembali melirik Gitar. "Oh ... gue tau, lo pasti cemburu ya liatin mereka?"
Gitar diam, tak menjawab. Jika dibilang cemburu, memang ia, sih.
"Gue rasa mereka cocok," ucap Kenn kemudian.
Perkataan itu tentu membuat Gitar merasa sesak. Sepertinya semesta seakan mendukung Melody bersama dengan Marvel. Tapi dia bisa apa, jika pada akhirnya Melody memilih Marvel daripada dirinya.
Walaupun Marvel menganggap Melody sebagai adik, tapi mereka bisa saja saling suka, kan? Sama seperti Melody dan Kenn dulu.
"Cocok buat panasin lo," lanjut Kenn, terkekeh.
"Sialan lo!" Gitar tak ingin lagi membahas masalah ini. "Udah yuk, lanjut. Tiker lo kurang ke belakang tuh."
"Iya-iya." Kenn mengikuti instruksi dari Gitar.
Sementara di sisi lain, Melody terus saja memperhatikan Marvel yang sedang meniupi tangannya. Dia menarik tangannya karena merasa canggung dalam situasi seperti tadi.
"Biar gue obati sendiri aja, Kak," ucapnya.
"Oh, oke. Kalau gitu, gue aja yang masak." Marvel mengganti danging yang sudah gosong dengan daging baru.
"Ya ampun, Melody. Lo kenapa?" Willona tiba-tiba datang. Dia yang sedang menyiapkan minuman langsung menghampiri Melody saat mendengar teriakan dari sahabatnya itu.
"Gak papa, kok. Cuma luka dikit."
Willona lansung meraih jemari Melody. "Ya ampun. Jika dibiarin ini bisa infeksi nih." Willona melirik Marvel. "Ada kotak P3K enggak, Kak?
"Ada di dalem. Lo minta kuncinya sama Kaiden ya. Tadi gue titipin dia soalnya," balas Marvel.
🍁🍁🍁
Mereka duduk di tikar yang telah disediakan. Makanan yang telah dimasak kini disediakan di depan mereka masing-masing. Memang mereka sengaja menggunakan tikar sebagai alas duduk, supaya bisa merasakan piknik walaupun keadaannya malam hari.
Tak hanya api unggun, sinar rembulan pun menjadi penerangan di malam ini. Sungguh acara yang menyenangkan, kumpul bersama teman yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri.
"Wih, makan-makan nih kita," Milo semringah. Cowok itu mengulurkan tangannya untuk mengambil daging, tapi malah ditepis oleh Derby.
"Cuci tangan tangan dulu," ucap Derby.
"Oh iya lupa."
Tristan membagi piring kepada semua orang. Lalu satu per satu mulai mengambil nasi serta daging yang mereka masak.
Semuanya mulai menyantap makanan yang mereka masak secara bersama.
"Caramelo, makannya enakan pakek tangan kali. Manja banget sih pakek garpu sama pisau segala. Gak sekalian pakek golok atau gergaji? Gue yang keturunan bule aja pakek jari," ucap Kenn, menyindir.
"Kenn, tangan Melody, kan luka, kena alat pemanggang. Buktinya jarinya sampai si plaster gitu," ucap Marvel.
"Iya kah? Lo gak papa, Mel?" tanya Kenn.
"Aman kok. Lagian udah diobatin juga. Cuma, agak susah sih kalau buat makan pakai tangan. Makanya gue pakek garpu," jawab Melody.
"Kenapa lo gak minta suapin aja, Mel?" tanya Derby tiba-tiba.
"Iya tuh. Pakai garpu lo juga susah motongnya. Mending minta suapin lah," sahut Tristan.
Melody menatap keduanya secara bergantian. ''Apaan sih, memang gue anak kecil apa?"
"Melody, gue mau aja sih nyupin lo. Tapi gue sendiri juga lagi laper," ucap Willona.
"Mendingan lo minta suapin Gitar aja, Mel. Dia lagi nganggur tuh," ujar Milo. Dia menunjuk Gitar yang diam-diam sedari tadi memperhatikan Melody.
Mata Gitar dan Melody saling beradu. Memandang satu sama lain tanpa mengucap sepatah kata pun. Seperti langit dan samudra.
"Iya tuh. Katanya Gitar gak mau makan sebelum liat lo makan," sahut Kaiden. Cowok itu ikut menggoda Gitar. Bibirnya terbuka, mengeluarkan kekehan kecil.
Gitar memutuskan pandangannya ke Melody. Matanya beralih, menatap Kaiden tajam. "Gue gak pernah bilang gitu," ucapnya lirih.
"Tapi hati lo bilang gitu, kan?" Kaiden bertanya lirih. Cowok itu lalu terkekeh pelan.
"Sok tau!" ketus Gitar.
"Sini, Mel. Biar gue suapin." Kenn mengambil alih makanan Melody. Lalu menyuapi sahabatnya itu. Daripada mendengarkan yang lain berdebat, mending dia bertindak. Lagipula Kenn tidak tega melihat Melody kesusahan makan begitu.
"Kenn, emang cewek di samping lo kagak cemburu?" Derby memberi isyarat lewat matanya. Pandangan itu mengarah pada Willona.
Willona yang sedang asik dengan makanannya langsung mendoangak. "Gue?" tanyanya memastikan. "Ya enggak lah. Melody juga sahabat gue, kenapa coba harus cemburu? Lagian gue juga udah sering liat mereka suap-suapan kayak gitu."
"Oh ... gitu. Berarti yang cemburu cowok di samping gue, nih." Derby menyenggol lengan Gitar.
Gitar yang sedang makan langsung tersedak. Dia segera minum. Dan langsung melirik Derby. "Apaan sih, lo?"
Tidak Kaiden, tidak Derby, keduanya sama-sama menyebalkan. Jika sudah menyangkutpautkan Melody, kan, dia jadi baper.
Selesai makan, Gitar langsung pergi. Tidak mengindahkan ucapan temannya yang menyuruhnya tetap stay di sini. Yang lain asik bernyanyi dia malah memilih bersendiri.
🍁🍁🍁
"Kok dilepas, bukannya masih sakit?" tanya Viola.
Melody tersenyum tipis, memandang ke arah Viola. Gadis itu baru saja melihatnya membuang plaster yang ia tempelkan di jarinya ke kotak sampah.
"Udah mendingan kok. Lagian ini luka bakar, kalau di plaster terus-terusan gak bagus," jawabnya.
"Gue lupa. Lo, kan, anak UKS."
Viola dan Melody terkekeh.
"Ada yang mau diomongin, Kak?" tanya Melody. Melihat raut wajah Viola yang seperti ragu ingin mengatakan sesuatu, dia lebih dahulu melontarkan kalimat tanya.
"Iya. Kok tau sih. Ketebak, ya?" Melody mengangguk mendengar ucapan Viola. Gadis itu melanjutkan ucapannya. "Mel, lo masih suka gak sih sama Gitar?"
"Dalam hal?"
"Semuanya."
Melody berjalan menjauh, dia memunggungi Viola. "Iya kali. Walaupun kita cuma teman biasa selama sebulan ini, tapi itu sama sekali belum bisa menghilangkan rasa ini."
Viola melangkah, mendekat. Tangannya menyentuh bahu Melody dari belakang. "Gue tau lo masih ragu. Mau yakinin hati lo?" tawar Viola.
Perlahan Melody membalikkan tubuhnya. "Caranya?"
"Samperin Gitar, dia ada di taman deket danau. Kalian perlu bicara sepertinya."
Mendengar perkataan Viola, Melody mengangguk. Dia menjauh dari sana, menuju tempat yang telah memberitahukan Viola kepadanya.
Langkah Melody terhenti, menanggap sosok yang ia cari. Gitar tiduran di rerumputan dengan tangan yang sebagai bantalan.
Mata cowok itu terpejam, membuat Melody ragu, harus mendekat atau membalikkan badan dan pergi dari sana.
"Ngapain diem aja si sana?"
Melody tersentak mendengar ucapan itu. Perlahan Gitar membuka mata dan menoleh ke arahnya. Jadi sedari tadi cowok itu hanya pura-pura tidur? Dan dia tahu Melody berada di sini? Cenayang atau telepatinya ke Melody cukup kuat?
"Sini duduk," ucap Gitar, setelah cowok itu mengubah posisinya menjadi duduk.
Melody mendekat, dia mengambil tempat yang Gitar tepuk-tepuk tadi.
"Tau aku mau ke sini?"
Gitar tersenyum. "Ya. Aku sengaja suruh Viola buat manggil kamu ke sini."
"Kenapa emangnya?"
"Pingin ngajak kamu lihat langit."
"Berdua?"
"Bisa lihatkan, cuma ada kita." Sifat menyebalkan Gitar kembali muncul.
"Kalau yang lain cariin gimana?"
"Tenang aja, aku udah bilang ke Vio suruh sampaikan ke yang lainnya."
Melody mendengkus. Matanya mengarah pada Gitar, yang kembali merebahkan tubuhnya ke rerumputan.
"Kok malah tiduran lagi, sih?" tanya Melody sedikit kesal.
"Lihat langit malam enaknya sambil rebahan. Kita lebih leluasa melihatnya yang membentang di atas sana." Gitar menoleh ke Melody. "Mau coba?"
Melody ikut merebahkan tubuhnya di samping Gitar. Ada sedikit jarak, suapa mereka tidak terlalu berdekatan.
"Bener kata kamu. Tiduran membuat kita leluasa melihat langit malam. Lebih leluasa melihat bintang dan bulan yang saling bersampingan, memancarkan sinar terang," ucap Melody.
"Kamu percaya gak sih, kalau kita meminta permohonan saat bintang jatuh itu dikabulin?" Gitar bertanya tiba-tiba.
"Mungkin. Soalnya aku pernah lihat bintang jatuh. Dan sehari kemudian permintaanku dikabulin."
"Minta apa emangnya?" Gitar kepo.
"Rahasia dong." Melody melirik ke arah Gitar. "Kalau misalnya hari ini ada bintang jatuh, keinginan apa yang kamu mau?"
"Sederhana. Hanya ingin membuat musik yang sempurna, bersama orang yang membuat musikku sempurna." Kemudian mata Gitar beralih ke Melody. "Kamu."
"Kamu adalah rangkaian nada-nada yang mengalun membentuk irama musikku, Melody," lanjut Gitar.
Jantung Melody berdegub kencang, kala Gitar mengatakan itu. Tak ingin lama-lama saling memandang, Melody mengalihkan tatapannya ke arah langit.
"Lihat deh, bintang yang paling terang di langit sana." Tunjuk Melody ke atas. Gitar pun mengikuti arah pandangnya. "Dia itu kakakku, namanya Cinta. Sekarang dia senang di surga. Dia senang karena aku kembali melanjutkan mimpinya sekaligus impianku juga."
Melody kembali melirik Gitar. "Kamu tahu, sejak pertama kali kamu menyembunyikan musikmu aku langsung jatuh cinta pada alunan nadanya. Musik yang kamu mainkan syahdu, dan bener-benar nyentuh hatiku, sama seperti kakakku, kak Cinta."
"Musik yang kalian mainkan hampir mirip. Bedanya, Kak Cinta mainnya bener-bener pakai hati, sedangkan kamu, menggunakan sedikit sentuhan emosi." Melody melanjutkan perkataannya sembari tersenyum.
"Jadi, aku ngingetin kamu sama kakakmu?" tanya Gitar.
"Iya. Karena Kak Cinta adalah orang pertama yang telah mengenalkanku dengan dunia musik."
"Ternyata bener ya, ucapanmu waktu itu, Mel. Rasa cintamu ke musik jauh lebih besar daripada cintamu ke aku." Gitar mengingatkan Melody kembali pada kejadian waktu itu, waktu Melody mengetahui rahasianya.
Melody diam. Bibirnya terasa kelu untuk berbicara.
Melihat itu, Gitar merubah posisinya menjadu duduk. "Pulang yuk. Udah malem soalnya," ajaknya.
Melody ikut merubah posisinya menjadi duduk. "Gak ke basecam dulu?"
"Mereka udah pulang kayaknya. Jangan khawatir, aku yang bakal nganterin kamu balik." Gitar melepas jaket yang ia pakai, lalu dipakaikan ke bahu Melody. "Pakai. Dingin soalnya. Kalau meluk aku, aku yakin kamu gak mau."
Melody masih mematung atas ucapan Gitar itu. Dia berdiri, menyusul Gitar yang sudah jalan dahulu di depannya.
🍁🍁🍁
Sekitar 10 menit, mereka sampai di halaman rumah Melody. Gitar mengantarkan Melody sampai ke depan teras rumahnya.
"Makasih buat hari ini. Makasih juga udah nganterin aku pulang."
Gitar tersenyum sebagai ucapan 'sama-sama'. Keduanya saling bertatapan, cukup lama.
"Ke-kenapa?" Melody masih saja gugub jika Gitar menatapnya lebih lama begitu.
Gitar menunjuk ke arah bahunya.
"O-oh jaket." Melody melepasnya dan mengembalikan kepada pemiliknya. "Makasih."
"Aku gak akan menjawab sama-sama."
"Terserah." Melody tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Yaudah sana pulang."
"Ngusir?" Alis Gitar terangkat.
"Bukan gitu maksudnya. Kan ini udah malem." Melody mengatakan yang sebenarnya.
"Aku pulangnya nanti. Nunggu kamu masuk," ucap Gitar.
"Aku malah mau masuk pas kamu udah pulang," balas Melody terkekeh.
Gitar ikut-ikutan terkekeh. Bibirnya kembali terbungkam, matanya kembali memandang Melody. Sudah jarang sekali dia melihat Melody tertawa.
Tawa Melody ikut terhenti. Dia ikut memandang Gitar lekat. Keduanya sama-sama terdiam. Sampai akhirnya ssbuah kalimat meluncur dari bibir Gitar, kalimat yang membuat Melody mematung.
"I love you."
Gitar diam, menunggu jawaban dari Melody. Dan Melody diam, menatapnya datar. Sebelum beberapa kalimat keluar dari bibirnya.
"Tanpa aku jawab, kamu udah tau jawabannya, kan?" tanya Melody.
Bibir Gitar tertarik ke atas, membuat lengkungan senyum. "Jadi kita baikan, nih?
"Emangnya kita pernah jahatan?"
Tawa Gitar meledak saat mendengar perkataan Melody. "Maksudnya balikan?" ralat Gitar kemudian.
"Menurut kamu?" Melody malah balik bertanya.
"Iya." Gitar tak henti mengembangkan senyumnya.
Dia melangkah mendekat, memeluk Melody erat. Hari ini dia menjadi yakin, bahwa Melody-lah separuh hati yang semesta ciptakan lalu dihilangkan agar dicarinya. Melody adalah alunan nada pelengkap musiknya. Cintanya sekaligus hidupnya.
"Ekhem ... ekhem."
Keduanya tersentak mendengar suara batuk yang sepertinya dibuat-buat itu. Mereka langsung melerai pelukan.
"Eh Ayah." Gitar menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia mencoba senyum kaku ke arah Heri yang telah memergokinya.
Sedangkan Melody menunduk, merasa malu dengan ayahnya.
"Kalian ngapain di sini?" tanya Heri, pelan tapi menusuk. Matanya menatap keduanya secara bergantian.
"Gitar nganterin Melody pulang, Yah." Gitar-lah yang menjawabnya.
Heri menatap Gitar. "Kamu gak pulang?"
"Ini juga mau pulang, Yah," jawabnya.
"Jangan kelamaan berduaan, apalagi ini sudah malam." Heri memberi nasehat. Dia berbalik badan kembali masuk ke dalam rumah. Belum benar-benar masuk, tiba-tiba Heri bersuara, "Dasar anak muda."
Gitar dan Melody terkekeh pelan. Keduanya saling pandang, melempar senyum.
Tangan Gitar menggenggam jemari Melody yang terasa pas ditangannya. Hangat tubuh keduanya saling bertukar.
"Sekarang aku yakin, bahwa orang yang tepat buat aku itu kamu."
Musik memang media perantara mereka berjumpa. Sampai akhirnya musik jugalah yang menjadikan mereka saling cinta.
"Love is music."
"Love is you."
Kini gitar sudah tidak kehilangan melodi-nya. Begitu pula sebaliknya. Keduanya menjadi kombinasi musik yang sempurna dengan kisah yang menjadi sempurna juga pada akhirnya.
Selesai
Udah ya. Extra chapternya satu aja. Soalnya kebanyakan nanti malah terbelit-belit ceritanya.
Dari awal aku memang niat gini. Mereka balikannya di taruh ke extra chap dari pada bagian endingnya. Biar tau respon kalian, suka kedua tokoh bersatu atau enggak.
Tapi menurut aku, baikan dua tpkoh yang ada di ending itu termasuk happy ending. Soalnya keduanya memutuskan bersama, walaupun gak ada hubungan apa-apa.
Tapi aku pribadi emang kurang srek. Jadi aku buat Melody sama Gitar di bagian ini. Niatnya sih nanti mau bikin series musik yang menceritakan tentang Melody dan juga Gitar. Tapi belum tahu kapan. Soalnya banyak ceritaku yang lain yang masih gantung. Bahkan aku unpublis buat revisi ulang yang gak tau kapan.
Terus aku mau buat cerita spin-off dari cerita ini. Yaitu ceritanya kakaknya Melody. Jadi beberapa pertanyaan kenapa Melody nyembunyiin bakatnya bisa terjawab di sana. Biar kalian tahu latar belakang kehidupan keluarganya Melody dulu. Sama menceritakan kehidupannya Kaiden saat namanya masih Irama.
Jadi buat kalian yang nunggu infonya. Follow akun ini ya. Biar gak ketinggalan berita.
@DellaRiana
Kalau gak mau follow, kalian liat di feed ig-ku aja
@dellariana.real
Dan sekali lagi aku mau ngucapin terima kasih buat kalian yang baca cerita ini dari awal sampai selesai.
Love you readers
Dedel
Gadis yang sekarang hobinya rebahan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top