Ch 5. Cinta Ku Tak Ditolak!

Hari-hari sibuk dimulai kembali, bekerja di restoran ini tak pernah membuatmu lelah, mengetahui pria itu yang menjadi penanggung jawabnya.

"Anu" salah seorang staff datang ke dapur tempatmu dan staff dapur lainnya bekerja dengan wajah paniknya.

"Ada apa Arthur-san? " tanyamu sopan, tak biasanya staff tetap seperti dirinya sepanik itu.

"Apa ada dari kalian yang bisa berbicara dengan bahasa Prancis?" kau menatap kebingungan gelagat Arthur-san.

"Kurasa aku bisa, ada apa? " tanyamu lagi.

"Sebaiknya kau lekas menggunakan pakaian maid yang ada dan ikut aku" kau menuruti perintah nya tanpa ada pertanyaan lain.

Ini pertama kalinya kau gunakan setelan maid restoran ini, pakaian Maid terusan yang bagus memang, berkelas sekali namun sulit untuk bergerak.

"Itu, lihatlah wanita yang duduk di ujung sana, ia terus berbicara dengan bahasa yang sama yang digunakan Manager, ku pikir ia kenalan Manager, ah... Sayang sekali wanita secantik itu harus menunggu manager kembali" ujar Arthur.

"Kau yakin? Itu bahasa yang biasa digunakan manager? " tanyamu meyakinkan, akan sangat memalukan jika salah.

"Aku yakin! Kau pikir sudah berapa lama kau bekerja di sini? " kau melenggang pergi, mengabaikan cerita lama Arthur yang akan segera dimulai jika kau tetap berada disana.

"Excuse me, can I help you? " tanya mu dalam bahasa Inggris, yang umumnya menjadi bahasa internasional yang diketahui banyak orang.

"Monsieur, puis-je regarder le menu ?" sepertinya kecuali wanita ini, logatnya luar biasa seperti orang prancis asli.

(Permisi, bisakah aku melihat menu kalian?)

" Bien sûr, vous désirez ?" balasmu semoga tak terdengar aneh di telinganya.

(Tentu, apa pesanan mu nona? )

"Oh, vous pouvez parler un peu de français." pujinya padamu, mimik wajahnya terlihat lega, tidak seperti pertama kali aku menemuinya.

Mungkin saja ini kunjungan pertama kalinya di negri ini, semuanya yang tak terlihat familiar baginya terlihat aneh, mungkin begitu pula dengan perbedaan bahasa kami dan bahasanya.

(Oh, ternyata kau bisa berbicara bahasa prancis?)

" Oui, un peu. " kau tertawa merendah, tak ingin nantinya percakapan kami menjadi sebuah cerita panjang.

"Tentu, tak terlalu baik mungkin"

" Ici, c'est tout que je voudrais. Dites au gérant que sa petite sœur le visite." wanita itu selesai membuat pesanan, Namun kau tak kunjung pergi, mendengarnya ingin bertemu dengan manager kalian, terlebih mendengar siapa dirinya.

(Itu saja pesananku, dan tolong panggilkan manager kalian, katakan padanya adiknya mengunjunginya)

"C'est vous sa petite sœur?" tawamu tak percaya, sempat merasa bersalah karna mengira yang tidak-tidak tentang dirinya yang datang dari negri sama dengan Manager.

(Anda adik perempuan manager?)

" Oui, et je suis inquiète parce qu'il n'a pas nous téléphoné depuis la mort de sa femme." kau terkejut, daftar menu di pelukan mu itu terasa sangat berat sampai kau jatuhkan tepat di hadapan pelanggan.

(Yah, aku kemari karna sangat khawatir dengannya, ia tak pernah menelfon rumah lagi sejak ia kematian istri nya)

"Monsieur Dantès, il a déjà été marié ?" tanyamu menahan isak tangis mu.

(Pak Dantes sudah menikah? )

Wanita itu mengangguk, mulutnya masih banyak bercerita, namun kau tak banyak menanggapi. Kau membuka telinga mu lebar-lebar namun tidak dengan perhatian mu.

"Excuze- moi veux aller aux cuisene"

(Permisi sebentar saya harus kembali) 

 pamitmu tanpa banyak basa-basi, berjalan mendekati pintu masuk dapur, kau melewati Arthur yang tak berhenti menatap mu kagum.

Berdiri di jendela dapur kau membacakan pesanannya, perlahan dan ngawur bahkan menambahkan air dingin pada pesanannya.

"Bagaimana? Apa yang ia ucapkan? " tanya Arthur, spontan kau menatapnya tajam dengan mata berair mu.

"A-apa? " tanya Arthur.

"Manager sudah menikah? "

"Eh? Kenapa tiba-tiba, kau bertanya seperti itu padaku?" tanya Arthur lagi, ingin menolak menjawab pertanyaan mu karna itu kehidupan privasi managernya,  Arthur tak berhak membongkar kehidupan privasi Edmon.

Namun nampaknya kau telah tau itu, percuma juga menyembunyikan nya darimu terlebih Arthur tak tega melihatmu hampir saja menangis.

"Itu adik perempuan manager, dia datang dari Prancis untuk menemuinya ia yang memberitahuku Manager Edmon telah menikah"

"Kita bicarakan ini nanti, aku harus menghubungi Manager" pamit Arthur.

Kau harus mengatur nafasmu, agar bertahan dan tidak menangis di jam kerja mu, hari masih panjang dan cobaan hari ini baru saja dimulai, kau menunggu Edmon kembali dan akan bertanya sendiri padanya.

Namun Edmon tak kembali hingga jam akhirshift kerjamu.

.

.

Kau menutup restoran, menjadi yang terakhir tinggal dan berharap bisa bertemu dengan Edmon di jam semalam ini. Namun ia tak kunjung datang dan kau ketinggalan kereta terakhir, saat ini kau tengah mencoba menghubungi Hakuno untuk menginap dirumahnya.

Saat kau melihat jam di hp mu kau tersentak, sadar bahwa ini jam jam rawan untuk mu pergi ke rumah Hakuno.

"Oi oii oii, pekerjaan paruh waktu macam apa ketika aku harus pulang pukul segini? Terlebih aku tak bisa menemui Edmon-sensei" lenguhmu tak terima, toh tak mendapatkan hasil, kau tak bertemu Edmon.

Berjalan cukup jauh kau mencoba mengabaikan suara-suara yang tak kau inginkan dengan sepasang earphone milikmu, langit mendung mengerumuni mu tetes demi tetes air hujan terjatuh.

Lagi-lagi kau hanya bisa pasrah, dan mengamankan ponsel mu di dalam tas anti air, tak kau temukan payung di dalam tas mu, sekali lagi kau bisa pasrah yang satu itu bukan salah takdir tapi salahmu yang meninggalkan payung di rumah.

"Apes sekali" isakmu, akhirnya bisa melepas tangis bersama hujan.

Sekarang kau bisa mendengar klakson mobil di belakang mu, yang tak mau diam sejak beberapa menit yang lalu.

"Sampai kapan mobil itu akan mengikutiku? "pikirmu risih sekaligus ketakutan, berharap tak menjadi korban tindak kriminal.

"(Last Name)! " spontan kau menoleh, mengenal betul siapa yang tengah memanggil nama mu kini.

Senang sekali bisa melihatnya disini, kehadiran Edmon mengusir segala ketakutan mu, amarah yang telah siap kau berika pada Edmon seolah menghilang begitu saja. Kau tak bisa marah padanya.

"Apa yang kau lakukan tengah malam seperti ini? Harus nya kau sudah pulang jam 8 malam-"

Brukkk...

Kau memeluknya begitu saja, jas hijau lumutnya yang sedikit basah karna hujan kini menjadi lebih basah karna kau memeluknya erat. Aroma mint dan rokok tercampur di dalamnya.

"Apa yang kau lakukan?" Edmon mencoba melepaskan mu, tapi kau semakin mengeratkan pelukan yang kau mulai ini.

"Baiklah" pasrah Edmon, memberikan mu kesempatan untuk melepas rasa takut itu.

"Aku akan mengantarmu pulang" ujarnya.

Sampai di dalam mobil barulah kau mengingatnya, tentang kejadian tadi sore, tentang semua yang ingin kau tanyakan pada Edmon.

Kau masih diam, bingung dimana harus memulainya, lalu kau mengedarkan pandangan mu di jari Edmon yang berada di stir mobil, terdapat sebuah cincin pernikahan di jari manisnya. Arthur benar, Edmon tidak menyembunyikannya, kau lah yang tak memperhatikannya.

Kau tidak tau apa-apa tentang Edmon.

"Anu, Sensei! "

"Hm....apa? " tanya Edmon masih fokus pada jalanan.

"A a-ku ingin tau banyak hal tentangmu Sensei" kau harap Edmon akan mengerti apa yang kau maksudkan.

"Tentu, apa yang ingin kau ketahui" balasnya.

"Semudah ini!? " teriak batin mu, tidak! Tidak semudah ini merenggut hati duda yang baru saja kehilangan istri yang dicintainya.

"Umm, seperti apa hobi mu, atau apa yang kau sukai " lanjutmu tanggung, sekalian, toh kau juga tak mengetahui apa-apa tentang Edmon.

"Hm, apa yang ku suka yah..." Edmon menerawang apa saja yang ia sukai.

"Hobi ku membaca, aku suka membaca banyak buku terlebih sastra jepang aku sangat menyukainya" kau menggangguk antusias mendengar hobi Edmon.

"Aku menyukai Rashoumon karya Akutagawa, dan burung wallet yang tak bisa terbang"

"Ehhh.. Ceritakan, ceritakan padaku!" pintamu, tak pernah kau temukan moment dimana kalian bisa berbicara se santai ini.

"Akutagawa menuliskan seseorang yang menunggu hujan reda di dalam menara, harus bertahan hidup. Ia membunuh orang lain untuk diambil rambutnya dan dijual hingga seorang nelayan menemukannya melakukan hal keji itu, Akutagawa membela dirinya dengan alibi ingin hidup, nelayan itu terdiam jika hanya untuk bertahan hidup maka sejak awal Nelayan itu bisa menjadi perampok" jelas Edmon.

Kau tak paham sama sekali tentang sastra yang ditulis Akutagawa itu, namun ada sesuatu yang kau pahami setelah mendengar salah satu cuplikan dalam buku Rashoumon milik Akutagawa.

"Maksudnya tidak ada orang yang patut disalahkan atas kesalahan mereka bukan Sensei? Karna pada dasarnya yang mereka lakukan adalah semata-mata demi hidup" kau menerawang, jauh sebelum bertemu Edmon.

Dimana kau membenci semua orang dunia ini dan mulai menyalahkan semuanya atas nasib buruk yang menimpamu, kau melakukannya semata-mata demi bertahan hidup.

"Kurasa kau benar (Last Name), namun hidup tidak hanya digunakan hanya untuk bertahan, ada banyak arti dalam hidup ini itulah mengapa Nelayan dalam cerita Rashoumon tidak memilih menjadi perampok karna hidupnya bukan hanya soal bertahan, persahabatan, cinta juga telah menjadi hidupnya"

Kau menatap takjub Edmon dengan pola pikirnya, kau pikir hidup dengan membenci itu cukup asal kau bisa hidup. Namun Edmon memberi mu arti hidup yang lain, hal sepele yang takkan pernah kau perhatikan selain membenci yang bagimu adalah jalan pintas.

"Yah, pendapat orang bermacam-macam, Aku takkan menyalahkan mu jika itu telah menjadi pola hidup mu" ujar Edmon mengacak suraimu.

"Kalau Sensei? Hidup seperti apa yang yang Sensei pilih? " kini Edmon menaruh perhatian penuh padamu.

Kau hanya penasaran jalan seperti apa yang akan ia ambil, jika hidup dengan membenci bukan pilihan Edmon, lantas dengan siapakah ia akan hidup dengan mencintai?

"Hmmm, jika kau tanya aku, aku takkan berani menjadi perampok, mungkin aku akan menunggu hujan reda di menara itu atau bahkan jika hujan tak reda pun aku akan tetap menunggu, karna pada dasarnya aku tak memiliki keberanian"

"Kita hampir sampai" ujar Edmon mengalihkan pembicaraan kalian.

"Aku mencintaimu Sensei" ujarku begitu saja, tak lagi sanggup menyimpan perasaan ku sendirian.

"Apa? " tanya Edmon menghentikan mobilnya di taman dekat rumahmu.

"Aku mencintaimu" kau menatap mata emasnya lekat, membuktikan kesungguhan yang ada dalam dirimu, agar kalian sama-sama bisa mengintip jendela hati yang disebut mata itu.

Edmon membuang tatapannya, ia tak lagi bisa menatap mu setelah apa yang kau ucapkan.

"(Last Name) kumohon tarik kata-kata mu" pinta Edmon.

"Tidak akan! " balasmu singkat.

"Usiaku 45 tahun ini, orang-orang akan mengira kita ini ayah dan anak" Ujar Edmon mengutarakan alasan nya.

"Kita bukan ayah dan anak! " sanggahmu kembali.

"Orang-orang akan berfikir aku membayarmu"

"Nyatanya kau tidak membayar ku dan aku bukan wanita bayaran kan!" sanggah mu tak mau tau, sekali lagi.

"Turunlah! Aku akan mengantarmu pulang sampai rumahmu sekaligus meminta maaf pada orang tua mu untuk kepulangan mu yang larut ini" ujar Edmon.

Kau turun dan membanting pintu mobilnya, Edmon tak berhenti membuat alasan yang membatasi kalian berdua.

Berjalan lebih cepat darinya, Edmon mengawasi mu dari belakang, rumah mu masih lumayan jauh dan sepanjang kompleks ini tidak boleh ada mobil yang masuk diatas jam yang telah ditentukan, itulah sebabnya kalian berdua harus berjalan kaki.

Hujan kembali mengguyur, ia benar-benar tak bisa membiarkan kalian berdua tenang.

Kau berlindung di bawah shelter mini yang di buat di setiap persimpangan komplek, diikuti oleh Edmon yang berjalan di belakang mu, kau tetap diam, terkesan menjauh darinya.

Dan itu sungguh mengganggu Edmon, sikapmu tak pernah seperti ini sebelumnya setiap kesempatan yang ada selalu kau gunakan untuk terus menempel padanya dan kini itu seolah telah menjadi kebiasaan Edmon sendiri.

"Kau tau usiaku 45 tahun sebentar lagi" Edmon membuka percakapam antara kalian, suaranya terdengar cukup jelas biarpun hujan terdengar berisik dari atap shelter itu.

"Jadi usia mu masih 44 kan!" balasmu tak mau lagi menerima alasannya.

"Yang ingin ku katakan adalah, aku tak lagi muda tidak sepantasnya kau menaruh rasa padaku" ujar Edmon lagi.

"Apa aku perlu alasan untuk mencintai mu Sensei? " tanyamu sarkas.

"Tentu saja tidak, jika kau jatuh cinta dengan pria seumuran mu kau tidak memerlukan alasan, jika kau jatuh cinta tidak wajar denganku pasti ada alasannya" balas Edmon mencoba membuat mu paham, bahwa usia kalian terpaut jauh.

18 tahun dan 44 tahun.

"Aku-" kau menggigit bibir bawahmu, jika yang Edmon butuhkan adalah sebuah alasan mengapa kau mencintainya kau akan memberi nya alasan, bahkan lengkap dengan laporan proposal.

Tapi tidak sekarang, tidak ketika pikiran mu sedang kalut.

"Pikirkan baik-baik, kau punya banyak waktu untuk memikirkannya atau bahkan melupakannya"

"Kau menginginkan ku melupakan perasaan ini Sensei? Kau alasanku untuk bertahan hidup seperti orang yang membunuh dalam Novel Akutagawa itu kau juga arti hidupku seperti Nelayan yang tak memilih menjadi perampok itu, keberadaan mu menyelamatkan ku. Lantas mengapa kau ingin aku melupakan perasaan yang kubangun megah dalam sukma ku ini? Aku hanya meminta sebuah kesempatan padamu" tangis mu.

"Baiklah, baik! Jangan menangis! Kau boleh melakukan apapun sesuka mu, tapi aku takkan bisa kembali ke masa muda ku lagi, bersama ku kau mungkin takkan bisa merasakan kencan masa muda mu"

"Kencan? " tanyamu antusias.

"Apa Sensei baru saja mengajakku kencan?" tanyamu sekai lagi, mau tak mau Edmon mengangguk.

"Ah, kalau begitu sabtu ini bagaimana? Jadwal shiftku kosong, Sensei juga kan? Hari itu Yama-san yang akan mengambil alih restoran untuk reservasi yang telah di booking keluarga? " kau telah mencocokkan, semua jadwal Edmon kau paham betul.

"Baiklah, baik" pasrah Edmon..

Kemenangan telak ada di tangan mu kini.

"Ja, rumahku sudah dekat, hujan pun telah sepenuhnya berhenti, aku bisa melakukan sesuatu pada ayah Ibuku. Sensei segeralah pulang sebelum hujan kembali" ujarmu meninggalkannya berteduh sendirian di dalam shelter.

.To Be Continue ~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top