Ch 4. Bimbang Bukan Jalan Cintaku
"Selamat pagi Edmon-sensei" teriak seseorang.
"Oh Bounjour! " balas sapanya singkat.
"Huh!? Barusan Sensei bilang apa?" tanyanya mendekatkan telinga ke guru bahasa prancis itu.
"Bonjour, halo, selamat pagi, selamat siang, selamat sore bukankah sudah ku ajarkan di kelas?" tanya Edmon menoel murid abadinya itu
Bagaimana tidak, sub tes prancis yang ia berikan, remed bahkan mengulang tes yang pernah diberikan pun tak satupun gadis ini bisa melewatinya.
Edmon sadar diri bahwa kehadiran mata pelajarannya yang tiba-tiba di sekolahi ini mungkin memberatkan para murid, jadi sebisa mungkin ia membuat bahasa Prancis menjadi mata pelajaran yang ringan.
Belajar santai lewat pemutaran film komedi romantis dan hafalan ringan, Edmon memberi waktu dan tempat untuk mengakrabkan murid-muridnya dengan bahasa Prancis. Namun tidak dengan gadis yang satu ini.
"Sensei hari ini adalah pekan terakhir pembuatan menu baru kan?" tanyanya, Edmon mengangguk bayangannya kembali memikirkan urusan restoran yang belum rampung.
"Tunggu dulu! Apa baru saja kau membicarakan Seven Butterfly?"begitulah dirinya menamai restoran warisan keluarga mereka itu, meskipun nyatanya hanya anak cabang restoran asli yang kini sedang ada di prancis.
"(Last Name) kau benar-benar harus menghentikannya, hanya kau satu-satunya gadis yang menghabiskan waktu liburan musim panas untuk remedi subjek bahasa prancis!" Edmon mencoba menyadarkan mu.
Iya, kaulah gadis yang tak lulus mata pelajaran bahasa prancis yang test nya setara dengan test bahasa anak sekolah dasar, ketika semua teman kelas mu hanya mengikuti beberapa remed yang dilakukan saat liburan musim panas kalian dan kau yang rumornya cukup pandai untuk menghindari remed mata pelajaran pokok namun terjebak di remed bahasa prancis.
"Bahasa prancis kan tetap bahasa prancis tak peduli jika ukurannya setara anak sekolah dasar, smp, sma ataupun tes masuk perguruan prancis" sanggah mu tak terima.
"Hanya untuk mu aku harus repot-repot datang kemari, sungguh hanya untukmu" dumel Edmon merogoh sakunya lalu mengeluarkan kotak kecil yang kau ketahui sebagai merk rokok yang selalu digunakan Edmon selama kalian saling mengenal itu.
Kau meraih nya sebelum pria itu mengeluarkan batangan rokok dari kotaknya.
"Sensei, kita sedang tidak berada di area restoran" cegahmu tertawa melihatnya linglung.
Bagimu, Edmon terlihat sangat membutuhkan seseorang yang bisa menjaganya dalam beberapa hal penting tentunya, dan ketika kau siap kau akan segera menawarkan diri.
"Toi petit morveux" balas Edmon mengacak suraimu pelan.
(Kau gadis sialan!)
"Juste comme toi" ujarmu tak berhenti tertawa ketika menyimpan kembali batang rokok itu di kotaknya.
(Sama sepertimu)
.
.
"Baik, itu bel istirahat. Kemarikan buku catatan mu dan kita akan mulai tes nya setelah istirahat"
Kau membuka bekal rumahan yang telah kau persiapkan sebelumnya, sepertinya kau membuat terlalu banyak. Tentu saja perut mu yang flexibel itu bisa melahapnya semua tanpa masalah.
Namun kau memiliki ide yang lebih baik daripada melahapnya sendirian.
"Sensei!" kau memanggil namanya, guru yang berhasil mencuri hatimu bahkan di situasi dimana kau berfikir bahwa kau takkan lagi bisa jatuh cinta itu.
"Hm?" tanyanya.
"Aku membuat terlalu banyak, jika kau tak keberatan mencicipinya" itu adalah usahamu yang terbaik, kau harus mati-matian menahan rasa malu mu demi selangkah lebih dekat dengan pria yang bukan hanya rumor namun kenyataanya dingin pada wanita itu.
"Hmmm, baiklah kita lihat seberapa banyak kemampuan memasak mu berkembang" ujar Edmon menerima tawaran mu.
Senang bukan main ketika kau menyuapi nya dengan telur gulung isi racikan mu sendiri.
"Tidak buruk untuk seseorang yang telah tiga bulan bekerja di Seven Butterfly" puji Edmon.
Tidak juga sebenarnya, jauh-jauh hari memasak sudah menjadi rutinitas mu semenjak kau dituntut untuk memenuhi kebutuhan gizi mu sendiri. Dan itu lah yang menjadi penolong saat kau melamar pekerjaan paruh waktu demi lebih mengenal Edmon yang saat itu bertanggung jawab sebagai manager di Seven Butterfly.
Meskipun kau tak menyangkal bahwa kini bakat memasak mu bertambah khususnya di masakan Prancis.
"Ah..." pekikmu.
"Ada masalah?" tanya Edmon.
"Tidak, hanya saja air minum ku habis kurasa aku tak sadar menghabiskannya di cuaca sepanas ini" tawa mu.
"Lalu? Kantin sedang tidak buka loh" tanya Edmon.
"Benar juga! Tak apa aku tau sebuah tempat untuk mendapatkan soda" jawabmu lalu merenggang pergi.
"Jangan bilang mesin otomatis?" tebakEdmon.
"Heheh" tawamu.
"Sensei, apa ada yang ingin kau minum?" tawarmu sekali lagi, menawarkan diri untuk membelikan apapun yang ia mau selama itu masih ada di mesin minuman otomatis yang berada di gedung olah raga lantai satu.
"Oh ayolah, kau tau kopi mereka benar-benar terasa buruk" balas Edmon.
Kau tertawa sampai terkekeh dibuatnya, entah sadar atau tidak, semua yang dilakukan Edmon membuatmu ingin tertawa bahagia. Bagaimana ia tak menyukai sesuatu dalam makanan.
Bagaimana ia terlalu pilih-pilih namun tak pernah menolak masakan mu, bagaimana Edmon menjadi sosok pria yang baik dan buruk dalam waktu bersamaan.
"Kopi hitan kan? Siap tunggu aku disini Mon cheri" sontak Edmon menatapmu yang telah melenggang pergi.
"Mon cheri?" gumamnya.
Dia tak lagi muda untuk merasa malu mendengar kata itu dari gadis muda seperti mu, masa-masanya telah berlalu lama sekali.
"Mungkin hanya salah pengucapan" ujarnya.
Apa yang Edmon harapkan dari murid remedial seperti mu?
.
.
"Itu dia, satu-satunya mesin penjual otomatis yang beroprasi di setiap waktu tak peduli terik menyengat atau badai salju dan sangat jauh" kau menatap mesin penjual minuman itu agak berkarat, entah berapa umurnya kau tidak tau.
Begini-begini mesin inilah yang selalu menyelamatkan mu, lebih tepatnya tim basket kalian yang selalu menjalani latihan musim panas super ketat.
Kau memasukkan selembar uang kertas, setelah itu berniat memencet minuman sport namun tak jadi, menggantinya dengan soda dingin dan kopi kaleng dingin.
Mesin itu bersuara, sistemnya mungkin tengah mengelolah uang kembalian mu namun tidak, kembalian mu maupun minuman yang telah kau pesan itu keluar. Ini bukan kecurangan perusahaan, hanya saja mesinnya terlalu tua dan terkadang atau sering sekali error, menelan uangnya tanpa mengeluarkan pesanan kalian.
Ketua Osis yang baru mengusulkan mesin penipu ini untuk segera dipindahkan, tapi sekali lagi di tahun ini para murid membuat petisi untuk mempertahankan mesin penjual otomatis sejuta kenangan itu.
Tau kenapa? Alumni dan kami menyukainya, rumor beredaran jika menuliskan nama seseorang yang kalian suka disana esoknya hubungan kalian berdua akan membaik, itulah mengapa sangat banyak nama di samping mesin ini.
"Baiklah cukup mengingat masa lalu, aku tidak akan meminta kembalianku tapi setidaknya beri aku sesuatu untuk diminum" tendang mu pada pintu keluar mesin.
Dan siapa sangka itu selalu berhasil, sebuah jus lemon dan kopi, beruntung sekali bisa mendapatkan keduanya.
"Lihat siapa yang datang kemari, seorang pemain cacat" kau menoleh pada asal suara itu.
"Azuki-senpai" sapa mu, lalu melenggang bersiap-siap untuk pergi.
Brakkk....
Terkejut bukan main dirimu saat mendengar hentakan hebat mesin penjual minuman itu, kau tau siapa pelakunya dan yang tadi itu disengaja.
"Apa kau punya sesuatu yang ingin kau sampaikan padaku senpai? " tanyamu.
"Hanya karna kau pemain unggulan tim kita, kau bisa berbuat seenaknya" teriaknya membentakmu.
Kakak kelas itu keterlaluan, mengungkit-ungkit hal yang lama telah kaulupakan bukan lah hal baik, menjadi unggulan tim bukan kemauanmu, pelatih sendiri yang bilang itu adalah bakat alami mu.
Kau mengabaikannya dan berencana berjalan pergi lagi.
"Itu tidak ada urusannya lagi dengan ku" ujarmu pergi.
Dukkk...
Bola basket yang berukuran lebih besar dari kepala itu menghantam kepalamu, membuatmu terkejut hingga harus menjatuhkan kopi pesanan Edmon.
Baiklah, sekarang kau marah.
"Apa masalah mu!" balas mu melempar bola basket sekuat tenaga hingga menghantam mesin disampingnya hingga penyok sengaja, tak ingin mengenai Azuki.
Azuki mendekat, sorot matanya terlihat semakin membencimu. Seolah dendamnya tak lagi bisa dihitung dengan jari.
"Apa maumu? " tanyamu
"Bertanding dengan mu" jawabnya, kau memasang ekspresi kebingungan.
"Kau tau anak-anak baru membicarakan mu, memuji mu seolah-olah kau adalah dewa basket sekolah kita dan aku hanya ingin menyudahi rumor itu, menunjukkan pada mereka bahwa sang ace (Full Name) telah tiada" ujarnya.
"Aku yakin bukan hanya itu masalahmu, Azuki-san, aku mengenalmu lebih dari siapapun member basket saat ini. Masalah kita benar benar berakhir di hari dimana aku memberikan surat pengunduran diriku, dan kau kembali untuk memastikan apakah aku masih bisa bermain atau tidak? Seperti bukan dirimu saja" ujarmu menaruh curiga padanya.
"Kau benar sekali, aku tak peduli lagi dengan mu! Tapi hubungan serta rumor rumor yang berlalu lalang antara kau dan Edmon-sensei itu. Aku tak bisa menerimanya begitu saja"
Kini kau tau apa yang ketua tim basket itu incar, ia pernah membuatmu menyerah akan basket, permainan yang kau cintai tapi Edmon? Kau rasa kau takkan mengalah.
"Baik, satu kali pertandingan. Siapa yang mencetak dua angka terlebih dahulu dialah pemenangnya, aku sangat marah sampai tak ingin menyisakan apapun darimu" ujarmu memungut kopi milik Edmon dan memasuki gedung olahraga itu.
Kau mencintai basket seperti kau mencintai cinta pertama mu, karna memang pada dasarnya ialah yang mengenalkan basket padamu dengan segala kerja keras, ambisi dan riuh dukungan penonton hingga kau harus menerima cedera cukup besar di kaki kanan mu dan menyerah pada olahraga itu.
"Apa yang ku harapkan dari latihan musim panas, ramai seperti biasanya"
"(Name)-cchi" sapa Luna berhamburan memelukmu.
"Luna, lama tak jumpa" sapa mu ramah, benar-benar melupakan masalah mu antara Luna.
"Kau baik-baik saja? Kita tak lagi bicara sejak itu. Aku benar-benar minta maaf, ku pikir kita sahabat namun nyatanya aku menaruh perasaan pada Kazu-san, aku ingin kita seperti dulu lagi (Name) cchi" jelasnya.
"Aku baik-baik saja, Kazu senpai?? Kau boleh menaruh perasaan pada siapapun aku tak lagi mempermasalahkannya, hanya saja aku sibuk dengan pekerjaan paruh waktu ku sekarang" tawamu, benar, keberadaan Edmon lah yang membuatmu melupakan bagaimana sakitnya cinta pertama yang kandas.
Dan keberadaan mu disini juga didasari Edmon.
"Lalu apa yang kau lakukan disini" tanya Luna, gadis itu adalah manager klub basket putra.
Sudah menjadi tugasnya jika ada disini selama musim panas, selama klub nya menjalani pelatihan.
"Azuki-senpai mengajakku bermain sekali lagi" balasmu.
"Kau yakin? Tapi kakimu-"
Prittt....
Bunyi peluit bergema, kaurasa mereka telah selesai meminjam lapangan untuk pertandingan kami berdua, entah apa yang Azuki katakan.
"Dah Luna" pamitmu
Permainan dimulai sangat cepat, perbabaknya memakan waktu 10 menit dan kalian berdua hanya akan bermain sekali, untuk awalannya Azuki lebih banyak menyerang sementara kau bertahan.
Sebenernya bertahan adalah strategi yang bagus digunakan ketika tim telah mendapat poin, bertahan sampai waktu habis niscaya kemenangan ada di tangan.
Strategi, ini itu, strategi bahkan ketika kalian hanya akan bermain sekali.
Dan kini nyeri di lutut mu telah mencapai batasnya, kau tak bisa membuang waktu lebih lama lagi.
"Celah mu terbuka lebar! " teriak Azuki melewatimu.
"Sial! " kau mencoba mengejarnya ketika ia mencoba memasukkan bola di ring milikmu.
Kau menepis lemparan jauh miliknya, dua point? Tidak! Lemparan jarak jauh di hitung tiga point. Bukan hanya kalah namun minus nanti kau dapatkan.
Bola menggelinding jauh diujung lapangan yang kalian gunakan untuk one on one, biarpun kau berhasil nenangkisnya, ini bukan lah akhir pertandingan kalian.
Kalian berdua sama sama mengejar bola itu, keuntungan berpihak padamu ketika kau tau bahwa bola itu dekat dengan sisi ring Azuki. Namun kau tak bisa sesantai itu, Azuki adalah Shooter tim, sekali bola ada ditangannya kemenangan juga ada di tangannya.
Kau genggam erat erat bola itu dan memasukkannya ke ring Azuki, sebuah loncatan besar baru saja kau buat dan tentu saja ada harga yang kaubayar atas loncatan itu.
Kini kau jatuh dengan lututmu yang kembali sakit, namun entah mengapa kau tak berhenti tersenyum, Azuki membawa kembali masa masa jaya mu sebagai ace tim ini.
Dan itu membuatmu senang, jika saja bukan karna beban yang member lain berikan padamu mungkin kau takkan pernah memberikan surat pengunduran diri itu.
Kau menatap Azuki, berbeda denganmu ia semakin muram. Kau lupa, permainan singkat ini mempertaruhkan sesuatu yang sangat berharga bagi kalian berdua, seseorang yang kalian cintai, guru bahasa prancis yang baru-baru ini hadir di hidup kalian berdua.
Edmon Dantes.
"Azuki aku-"
"Pergilah dasar orang asing! Kau bukan lagi bagian dari tim ini, tak perlu kau pamerkan dunk mu itu, masa-masa jaya mu telah usai, kau bukan lagi bintang" ujar Azuki.
Ia keterlaluan, tapi kau tak punya sesuatu untuk menyanggah ucapannya. Kau memang bintang tim ini, dulunya. Hingga kau mengacau di pertandingan final kalian dan mengecewakan semuanya.
"Tunggu dulu! (Name)-cchi tidak bersalah! Bukannya Azuki-senpai yang memulainya bermain!? Aku tidak bisa terima ketika kau mengolok sahabatku" teriak Luna turun dari batas penonton.
"Jauhi Edmon-sensei, aku memperingatimu. Kau takkan sanggup berdiri disampingnya" Itulah yang Azuki katakan padamu sebelum akhirnya ia pergi.
"(Name)-cchi, kau baik-baik saja? Lututmu sakit lagi bukan? " tanya Luna panik.
"Aku akan meminta tolong seseorang untuk mengangkut mu ke UKS" putus Luna, kau menarik jersey tim basket putra yang sedang ia kenakan, lalu menggeleng lemah.
"Aku baik-baik saja"
"Kau tidak baik-baik saja (Name)-cchi! " teriak Luna.
"Baik, jika kau tak mau tim basket membantu mu setidaknya biarkan aku memanggil guru, Kazu-kun tolong awasi (Name)-cchi" pinta Luna, lalu melenggang pergi sebelum mendengar penolakan mu lebih banyak lagi.
"Biarkan aku membantu membawamu ke pinggir lapangan, bahaya berada di dekat lapangan" ujar pria bernama lengkap, Akihito Kazuki seseorang yang menjadi cinta pertama mu.
"Kita sudah ada di pinggir" balas mu singkat.
"Kita ada di bawah ring! " pekiknya.
"Hahahah, benarkah? " tawamu, ternyata tertawa bersama cinta pertama yang telah kandas itu tak sulit.
Setelah Kazu membantumu menyingkir dari sana, kalian saling berbincang tentang bagaimana kondisinya, dan liga musim dingin nanti.
"Kau berubah (Name) " ujarnya, kau memasang wajah bingung yang kembali mengundang tawa Kazu.
"Ku pikir sampai mati kau takkan memaafkan pengkhianatan ku, namun aku salah! Kau memaafkan ku, kau berubah menjadi sosok dewasa, kau memaafkan secepat kilat bahkan lihat kita berdua yang tengah berbincang seolah tak terjadi apapun di masa lalu"
"Aku? Tidak, Kupikir kau salah mengenai ku. Aku tidak berubah menjadi dewasa atau apapun, aku berubah karna aku jatuh cinta. Aku tidak memaafkan mu karna aku lebih memilih untuk melupakan semua yang pernah terjadi antara kita berdua, karna kini aku memiliki seseorang yang kucintai dan kupikirkan setiap saat" balasmu memandang wajahnya.
"Itulah mengapa kau tak merasakan apapun di topik yang berat ini? " tanya Kazu.
"Benar" sontak Kazu tertawa, ada bagian dari dirinya bersyukur bisa melepasmu tau kenapa?
"Aku bersyukur bisa melepasmu, definisi mu tentang jatuh cinta itu begitu murni dan straight to the point. Aku yang masih awam ini takkan mengerti, kuharap kau jatuh cinta pada seseorang yang telah dewasa sempurna lalu kalian akan saling melengkapi" Kazu mengacak suraimu.
Kau menatapnya intens, seolah-olah mengatakan.
"Jauhkan tangan mu dariku! "
"Ahahaah, hanya tatapan mengerikan mu itu yang semakin kuat tiap harinya"
To Be Continue~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top