9
❄❄❄
Belitan tangan di dadanya membuat napas Nala terasa berat dan membangunkan dirinya dari buaian mimpi. Membuka matanya menatap langit-langit kamar hotel, awalnya bingung namun ingatan akan percintaannya bersama Aska membuatnya malu bukan tak karuan, ditundukkan kepalanya melihat lengan besar sedikit kecoklatan akibat sering meninjau pekerjaan di lapangan membuatnya yakin jika Aska sekarang benar-benar suaminya. Dream come true. Baginya tetapi belum tentu bagi Aska, mungkin untuk pria itu dirinya hanya penghangat ranjangnya, tempat menguras kantong spermanya. Miris bukan? Nala menyesal pun percuma.
Lengan itu menariknya lebih dekat dan Aska semakin merapatkan wajahnya di kedalaman leher Nala menjadikan gidikan untuk Nala akibat embusan napas hangat pria itu. Sedikit nyeri dibagian tubuh bawahnya saat ia beringsut menjauhkan dirinya dan berbaring miring membelakangi tubuh telanjang Aska. Mengangkat lengan suaminya di dadanya, berusaha berhati-hati agar tidak menggangu tidur pria tersebut, belum lepas benar rangkulan Aska, suaminya mengeratkan kembali tubuhnya ke tubuh pria tersebut hingga punggungnya melekat erat di dada Aska.
Huft. Jika begini bagaimana bisa ia lepas dan ke kamar mandi, ia mencoba lagi dan lagi-lagi Aska semakin merapatkan dirinya ditambah kini kaki panjang itu menindih kaki menjadikan dirinya guling. Apalagi yang bisa ia lakukan jika bukan diam sambil menunggu Aska bangun.
Berpikir. Itulah yang dapat ia kerjakan saat ini, andai mereka menikah karena cinta mungkin penyesalan ini tak akan mengikatnya namun mana mungkin Aska melirik dirinya yang seperti upik abu ini. Sungguh bodoh Nala, Aska memilihnya menjadi istrinya saja sudah bagus malah berharap cinta dari Aska, sungguh tidak tahu diri sekali Nala.
Embusan itu semakin memburu dan merambat turun ke tengkuknya lalu belakang telinga, basah pada bahunya terus menjalar sepanjang punggungnya, gigitan pun tidak lepas ia rasakan. Ya Tuhan, rupanya....
"La! Lu belum jawab pertanyaan gue. Siapa yang kasih kissmark di leher lu waktu pulang dari rumah lu sebulan lalu," tuntut Leta tak sabaran.
Mulutnya membuka lalu menutup lagi, mengambil napas kemudian mengembuskan dengan cepat. "Dia...eum itu...dia..." Bukan menyebut namanya yang memicu kegugupannya tapi bayangan saat Aska menjamah tubuhnya yang seolah tak ada puasnya membuatnya malu tidak kepalang. Selama di hotel tiga hari selama itu pula Aska terus mengurungnya dalam kamar. Ia hanya dibiarkan mandi, makan lalu selebihnya... Ya Tuhan, ia tak mengetahui hal itu jika kakaknya yang terlihat kalem bisa...
Leta berdecak keras. "La! Apa sih dari tadi dia--dia terus nggak jelas, buruan kasih tahu gue siapa yang udah berani kurang ajar sama lu, lecehin lu. Gue samperin biar juga gue harus ke rumah lu."
Menghela napas panjang. Percuma juga berbohong sama Leta pasti dia akan bertanya ini itu dan akan membuatnya semakin pusing. "Gue cerita tapi janji ya lu jangan ketawain gue, marah atau bego-begoin gue," pinta Nala agar Leta bersumpah padanya dan Leta mengangguk cepat. Nala beranjak dari berdiri lalu duduk di samping Leta menghadap sahabatnya itu.
Kemudian, mengalirlah semuanya dari bibir Nala dari pertama ia pulang ke Jakarta sampai kembali ke kota ini. Leta memeluk perempuan itu dengan kuat memberinya semangat agar mampu menghadapi semuanya. Ia juga mengutuk sikap Aska yang seolah-olah tak menganggap Nala sama sekali dan malah menanggapi kelakuan kakak perempuannya.
"Jadi kakak lu itu anak angkat? Terus kenapa harus lu yang nikah sama dia?"
Mengedikkan bahunya cepat dan gelengan kepala cukup menjawab pertanyaan Leta. Jangan kan Leta, dirinya saja masih bingung. Kata kak Ivan, Aska bukan anak kandung ayahnya, lalu dia anak siapa dan bagaimana bisa Aska masuk dalam keluarganya. Dan, satu lagi kenapa pria itu terkesan memaksanya agar menikah dengan laki-laki tersebut.
❄❄❄
Tak!
"Bangke lu. Apaan sih?" umpat Aska saat sebuah pulpen yang di lempar Dani salah satu dari duo gila mendarat mulus di kepalanya. Entah apa yang membuat Dani juga Frans datang mengunjunginya di kantor. Apa mereka tidak tahu jika dirinya sibuk dan malah mengganggu dirinya.
Suara tawa keras menggema dalam ruangan yang tidak begitu besar itu. "Santai aja kali, Bro, baru juga sebulan nggak dapet big O udah uring-uringan. Kalau nggak tahan tinggal nyari yang lain toh banyak yang antre itung-itung sama nunggu dia balik," saran sesat Dani tawarkan karena ia hapal Aska bagaimana. Pria dengan gairah seksual yang bisa dikatakan cukup besar, tidak mungkin tahan jika tak menguras benihnya.
"Nggak minat," jawabnya cepat terus memperhatikan layar laptopnya. Tugasnya banyak dan sialnya duo gila tak kunjung pergi. "Pergi kalian kerjaan gue banyak nih," usir Aska.
"Mi apa lu nggak minat sama cewek?Lu nggak lagi impotensi, kan?" seru Frans tak percaya. Tidak berminat? Memang servis apa yang istri dari temannya itu berikan sampai berhasil mengubah seorang Aska.
"Anjayy lu, ya. Pergi sono atau lu berdua mau gue tendang?!" hardik Aska keras, bisa-bisa mereka pikir Aska impotensi. Dirinya masih normal hanya saja setelah melakukan dengan Nala di hotel itu membuatnya enggan menyentuh wanita lain. Sihir apa yang telah Nala tiupkan padanya sampai-sampai hasratnya padam. Saking takutnya ia memberanikan diri konsultasi ke dokter untuk mengetahui dirinya menderita impotensi apa tidak, nyata dia normal-normal saja.
Dani dan Frans langsung berdiri melihat Aska yang siap murka pada mereka, dengan cengengesan mereka keluar dari ruangan sahabat itu. Mereka saling pandang heran dengan perubahan yang terjadi pada Aska kemudian berlalu pergi. Dalam benak Dani juga Frans bertanya-tanya begitu hebatkah istri kawannya sampai-sampai membuat laki-laki tersebut tidak bergairah pada perempuan lain padahal selama ini temannya itu.....
Sudahlah, itu bukan urusan mereka. Jika memang perempuan itu berhasil mengubah Aska lebih baik mereka oke-oke saja setidaknya kawannya itu berada di tangan yang benar. Mereka akui Nala kalah jauh jika dibandingkan dengan perempuan yang selama ini kencani bahkan dari dua saudarinya tetapi bila menatap wajah Nala tak ada kata bosan dan itu pun berlaku pada mereka berdua.
Nala. Rasanya Aska sudah tidak sabar menunggu wanita itu pulang, dirinya sudah tak tahan ingin merengkuh istrinya dalam dekapannya. Ia ingin bangun dan pertama kali melihat Nala. Andai kawannya tahu mungkin dia akan dibully habis-habisan yang terlihat seperti ABG jatuh cinta. Bahkan Aska sendiri tak yakin jika cinta telah menyentuh hatinya setelah keyakinannya pada hal itu pecah berkeping-keping.
Tetapi apakah secepat itu ia merasakan cinta pada Nala yang selama ini tak pernah ia perhatikan? Adiknya itu jika pulang ke rumah selalu menghindari dirinya setelah waktu itu, dan Aska tak ambil pusing pada perilaku Nala karena baginya bukan hal yang penting baginya. Namun hanya dalam tiga hari bersamanya mampu memicu otaknya terus menerus memikirkan Nala.
Dan, sialnya jika ia terus-menerus memikirkan wanita itu mendatangkan bayangan percintaan mereka membuatnya mengerang frustasi ingin pelepasan tetapi ia tak bisa jika bukan dengan Nala. Bukan itu saja otaknya mengirimkan perintah terus menerus tanpa jeda untuk segera menyusul Nala ke kotanya tak peduli ia melanggar janjinya yang ia ucapkan pada perempuan itu untuk memberi waktu sendiri.
Sial!
❄❄❄
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top