8
❄❄❄
Masih tak bergeming di tempatnya Leta menunggu jawaban dari Nala perihal kissmark di pangkal leher temannya itu yang ia lihat satu bulan lalu. Dia tak habis pikir bagaimana bisa wanita itu tak menyadari hal tersebut padahal orang lain dapat dengan jelas melihatnya.
Nala terlihat gelisah di tempatnya membelakangi cermin ragu-ragu mengatakan sesuatu. Apa ia harus mengatakan pada Leta tapi ia malu sekali. Sebenarnya Nala tahu apa yang dimaksud temannya karena baru tadi pagi ia bertanya pada Rosa yang di lehernya ada semacam bekas dicubit berwarna merah, sama seperti bekas di pangkal lehernya yang ia dapat sewaktu pulang dari hotel, tak hanya pangkal leher tapi di beberapa bagian tubuh lainnya.
Mengingat itu benar-benar membuatnya malu. Astaga! Ia tak pernah menyangka kakaknya bisa seperti itu dan dirinya yang bertingkah layaknya wanita murahan. Awalnya ia berpikir kalau Aska tidak akan menuntut hak nya mengingat pernikahan mereka karena terpaksa tetapi perkiraannya salah.
Setelah mereka menghabiskan makan malam Nala bingung harus berbuat apa, pasalnya ia tak pernah berada dalam satu ruangan dengan laki-laki baik itu kakaknya ataupun orang lain. Ingin tidur tapi terlalu sungkan dengan suaminya tapi badannya cukup lelah.
"Kak, aku...eum...apa...nggak apa-apa aku tidur duluan?" tanyanya dengan ragu-ragu, ia tak ingin berbuat hal yang membikin Aska murka.
Dengan alis terangkat sebelah Aska mengangguk dan berkata, "Tidurlah, isi tenagamu sebelum aku meminta hak ku."
Mata yang tadi ingin terpejam seketika melebar tak percaya pendengarannya, kantuk yang ia rasakan tiba-tiba lenyap seperti disiram air dengan kencang. "Apa--apa maksud, Kak Aska?"
Seringai licik itu kembali hadir di wajahnya. "Kamu udah tahu apa yang aku maksud, Adik kecil."
"Tapi itu tidak ada dalam kesepakatan kita, Kak!" bantahnya keras.
Pria itu berjalan mendekati dirinya dengan tatapan lapar seolah singa siap menerkam mangsanya, insting Nala berwarna merah tanda bahaya lalu membiaskan ke otaknya memerintahkan kakinya agar melangkah mundur. "Kesepakatan? Jika maksudmu yang di kantor tersebut..iya aku akan menepatinya tapi bukan berarti aku tak memenuhi semua kewajiban dan hak ku sebagai seorang suami begitu juga denganmu aku menuntut hal yang sama," ucapnya panjang dan menekankan pentingnya Nala mengetahui kemauan dirinya.
Sudah tak ada lagi ruang untuk Nala bergerak dirinya terjepit antara pintu kaca balkon dan tubuh Aska, ia menelan ludahnya dengan susah payah. "Ta--tapi kita--kita bersaudara, Kak," bantahnya berharap ucapannya mampu mengurungkan niat suaminya.
Terkurung sudah mangsanya dan berharap dirinya akan melepaskan Nala dengan perkataannya? Yang benar saja. Saudara? Dalam mimpi. Orang bodoh pun tahu tak akan membiarkan pernikahan sedarah terjadi. "Saudara katamu?" tanya tepat di depan wajah Nala yang didonggakkan ke atas olehnya, senyum miring kembali menghiasi wajah itu. "Apa menurutmu mereka melegalkan pernikahan ini jika kita bersaudara? Ayolah, kamu nggak sebodoh itu kan, Adik kecil?"
Ia tak menemukan suaranya untuk membantah, apa yang dikatakan Aska benar tapi ini...ini diluar perkiraannya dan...
Tubuhnya mendadak kaku saat embusan udara hangat menyapu lehernya, membuat bulu kuduknya meremang. Tiupan-tiupan ringan menggoda di telinganya, menjadikan aliran darahnya dengan cepat bergejolak, kakinya lemas layaknya jelly jika dirinya tak cepat-cepat mencengkeram lengan padat milik Aska.
Reaksi tubuh Nala cukup memberitahu bahwa istrinya ini memang belum tersentuh siapa pun dan itu membuatnya bersorak gembira dalam hatinya dirinya menjadi yang pertama dan yang pasti satu-satunya. Aska mengarahkan bibirnya mengecup belakang telinga Nala membuat napas wanita di depannya ini menahan desahan yang ingin keluar.
Ia mulai menjilat lembut telinga Nala membuat tubuh kaku dalam kungkungannya tersebut mulai terasa hangat, suhu tubuhnya mulai naik. Ia berlama-lama menempelkan hidung serta bibirnya di ceruk leher Nala dan cukup menjadikan napas perempuan itu tersengal putus-putus. Cengkramannya pada lengan berotot itu semakin menguat mungkin kukunya menancap walaupun tidak terlalu panjang.
"Kak.."
Cicitan kecil Nala bagai oase di padang pasir luas, kering dan gersang membuat Aska semakin menjadi, namun bagi Nala sebuah protes agar menghentikan semuanya tapi bukannya berhenti laki-laki itu dengan kurang ajarnya membuka kancing piyama katun miliknya. Dan, anehnya ia tak menolak, otaknya sudah tak mampu berpikir, kewarasannya sudah pergi entah kemana meninggalkan dirinya dengan kebodohan.
Dengan cepat Aska menutup protes kecil tak berguna dari Nala, mencium dua sudut bibirnya lalu menjilatnya pelan-pelan kemudian pindah dan mengulum bibir bersih tanpa lipstik milik istrinya. Dirasakan lengannya perih akibat kuku Nala, ia membujuk, menggoda, menggigit kecil bibir itu sampai terbuka. Tak menyia-nyiakan kesempatan lidahnya menyusup masuk dalam rongga hangat istrinya, menjelajahi setiap inci dari kedalaman mulut Nala. Membelit, dan menghisap hingga perempuan tersebut kewalahan menerimanya.
Pasokan udaranya menipis ia mengurai ciuman panas tersebut, menatap mata sayu dengan gairah milik Nala. Ia sendiri pun terengah-engah kehabisan napas, gigitan kecil di bibir bawah perempuan itu memicu gairahnya apalagi ketika ia menunduk melihat gundukan payudara milik Nala yang masih tersimpan rapi di tempatnya. Aska semakin menekankan tubuh besarnya pada Nala dan menurunkan wajahnya di sisi leher istrinya.
Menyentuh kulit kuning bersih itu dengan lidahnya naik turun, mengembuskan napas panas dari mulutnya, kemudian menggigit kecil beberapa kali, menghisap kuat sampai terdengar pekikan tertahan dari Nala. Menghirup dalam aroma tubuh istrinya lama dan sesukanya, tubuh dalam dekapannya mulai rileks dan memang itulah tujuan Aska. Kembali ia mencecahkan tanda merah di leher depannya membuat Nala harus menengadahkan wajahnya ke atas memberi akses bebas untuk suaminya.
Mengecup setiap senti cekungan leher depan merambat naik ke dagu lalu ke sisi kanan-kiri dagu Nala kemudian turun lagi ke sisi leher samping yang belum Aska kecupi. Membubuhkan kissmark di sana, meniupnya lalu kembali mengecup dan menggigit kecil sampai hisapannya menjadi kuat. Desahan Nala sudah tak tertahankan, gelombang panas menerpa tubuhnya. Ingin menghindar namun dirinya terkurung dan kemudian ia merasakan dingin menyentuh kulit tubuh atasnya.
Atasan piyamanya sudah teronggok di kaki dan Nala sudah tak peduli, titik fokusnya hilang tak berbekas berganti kenikmatan yang baru dan belum pernah ia rasakan. Seperti anggur yang membuatnya kecanduan, letupan-letupan hasrat primitif dalam dirinya berhasil Aska pancing ke permukaan dan membuat frustasi. Ia ingin memuaskan dahaga tubuhnya akan surga yang Aska tawarkan.
Entah bagaimana dirinya sudah bersih dari sisa pakaian dan sudah dalam dekapan Aska di ranjang. Pria itu tak kalah polosnya hanya boxer yang melekat di bagian inti laki-laki itu sebagai pembeda mereka. Aska menekan telapak tangannya ke kasur di bawah Nala. Bibirnya mengecupi dua mata istrinya hingga perempuan tersebut harus memejamkan mata. Turun ke hidung, pipi dan berakhir di bibir. Melumatnya lembut namun menuntut membuat Nala yang minim pengetahuan kewalahan. Puas bermain-main dengan bibir Nala, kecupannya merambat turun ke tempat yang mulai detik ini menjadi favoritnya yaitu leher istrinya.
Mengecup pada leher halusnya, menggigit pada kulit lembut menindih warna merah yang tadi dengan yang baru. Nala menggigit kuat bibirnya menahan erangan yang hampir lolos, tangannya meremas rambut Aska yang menggelitik pipinya. Kecupan itu turun ke bahu telanjang Nala, menghisapnya kuat hingga berbekas, beralih pada bahu satunya dan Aska melakukan hal yang sama. Bibirnya bergerak meraih puncak dada istrinya yang sudah mengeras masuk dalam rongga hangat mulutnya, lidahnya memainkan daging mungil itu sampai-sampai Nala meliukkan badannya. Jari-jari tangannya tak hanya diam. Dengan kasar diusapnya puncak itu dengan kasar namun menimbulkan sensasi hebat dalam dirinya Nala.
Remasan tangan Nala semakin kuat pada rambutnya, wanita itu tak tahan pada siksaan yang Aska berikan. Lenguhan itu akhirnya keluar dari bibir mungilnya semakin membuat kendali diri pria tersebut meledak. Mulut itu berganti pada puting satunya bermain di sana. Dijilat, dikulum dan digigit kecil tak lupa cap merah karyanya. Tangannya tak berhenti memainkan puncak dadanya yang terbebas dan mengeras.
"Kak..."
"Nikmati apa yang kau rasakan karena mulai detik ini seperti itulah yang akan aku beri dan kamu rasakan," ucap Aska dengan suara serak. Kabut gairah dan hasrat membuat pandangan mata terlihat semakin tajam ingin segera melahap Nala.
Aska kembali bermain dengan tubuh meskipun dirinya tak tahan lagi namun Aska tahu ini pengalaman pertama bagi istrinya. Tulang selangka istrinya tak luput dari sapuan bibirnya setiap inci dan Senti tubuh di bawahnya itu tak luput dari bibirnya dan tanda merah. Aska menyukai tanda merah buatan sebagai klaim kepemilikannya akan diri Nala. Kembali lenguhan keras terdengar di telinganya saat ia menyapukan tangganya di daerah paling sensitif wanita itu dan ketika bibirnya, lidahnya bermain-main di pusar Nala menyusuri kelembaban kulit perut istrinya menambah frekuensi gairah perempuan tersebut naik dengan cepat.
Jari-jarinya bermain di sana pada inti dirinya, hanya tekanan kuku kakinya dan cengkraman kuat di lain pelapis ranjang yang menguatkan dirinya dari rengekan agar segera Aska penuhi. Nala memejamkan mata menikmati sensasi yang melandanya. Rupanya Aska benar-benar menyiapkan Nala sebelum pria itu bersatu dengan wanita tersebut. Isakan frustasi dari istrinya ia hiraukan. Ia duduk di antara kaki Nala, mengangkatnya sebelah lalu mengecupi betisnya dengan perlahan kecupan itu naik hingga pangkal pahanya membuat pernapasan Nala seakan tercekat.
Berganti kaki satunya, bibirnya mencecap tanpa jeda kulit halus tersebut, Nala lagi-lagi hanya bisa mengeliat liar saat hantam gairah menerpanya kala bibir suaminya mencumbui kakinya dan dibagian paling sensitifnya.
"Kak..."
Aska benar-benar ingin membuat mati tak berdaya Nala dengan menggantungnya saat ledakan itu akan menggapainya. Mencumbui harum khas pusat diri Nala dan kali ini Aska ingin membebaskan dirinya dari siksaan manis itu. Dengan masih tatapan tertuju pada wajah dan tubuh merah Nala yang penuh gairah Aska membebaskan inti dirinya yang sudah meronta.
Dengan hati-hati dan kelembutan Aska mencium bibir Nala diiringi tubuh bagian bawahnya menyentuh titik kenikmatan istrinya. Remasan kuat pada punggung Aska ia berikan saat pria itu berhasil memenuhi dirinya, suaminya diam memberinya waktu ketika rasa tak nyaman menyerangnya. Menunggu beberapa saat dan mereka melebur menjadi satu dalam irama beraturan. Menerjang gulungan gairah primitif, gelombang ombak kenikmatan membungkus mereka dalam palung hasrat nyata.
Mendaki puncak kepuasan yang melebur mereka menjadi pecahan bahkan puing-puing hasrat tak terelakkan, menjadi buih dalam kesatuan yang sempurna.
❄❄❄
Fuihh....lap keringat dulu 😁😁.....gak pada gerah kan? Coz di rumah eike lagi hujan so di sindang dingin😝😝
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top