40

Pict. Anggap seperti narasi cerita ya 😁😁

❄❄❄

Perempuan itu benar-benar menikmati kebebasannya, ketika suami posesifnya memperbolehkan dirinya untuk pergi sendiri ke pusat perbelanjaan. Ia ingin melihat-lihat perlengkapan bayi beserta baju-baju bayi yang lucu. Sampai usia kandungan menginjak tujuh bulan, mereka tak ingin mengetahui jenis kelaminnya. Mereka hanya memantau perkembangan kesehatan si bayi.

Dengan diantar Pak Mu'is, Nala pergi ke salah satu mall besar di Jakarta. Kali ini ia menggunakan pakaian santai, kaos warna kuning gading milik Aska yang tidak terlalu besar dan celana legging hitam panjang. Sepatu sandal yang nyaman serta tas selempang kecil. Wajahnya ia poles make up tipis hanya agar terlihat sehat, tak lupa rambutnya ia cepol ala-ala Korea dengan beberapa helai dibiarkan lepas membuat rupa Nala tampak ayu.

Dari satu gerai khusus bayi ke gerai yang lain, perempuan itu membeli beberapa pakaian dengan warna netral. Beberapa helai bedung, gurita, kaos kaki dan gendongan bayi. Tak lupa korset dan bra menyusui untuknya. Untuk stroller dan lainnya ia menunggu persetujuan Aska.

Beberapa kantong belanjaan sudah di tangan, sekarang ia ingin mengisi perutnya yang sudah meronta padahal baru tiga jam lalu ia isi. Jika seperti itu terus bisa dipastikan hanya dalam waktu sebulan ia akan terlihat seperti gajah. Bobotnya saja, saat ini sudah naik kurang lebih lima belas kilo. Nala mengerang dalam hatinya membayangkan bagaimana cara ia bisa mengembalikan bentuk tubuhnya seperti semula. Berapa lama diet yang harus ia lakukan. Jelasnya tak bisa langsung karena ia harus menyusui si kecil.

Nala memilih duduk di restoran yang menyediakan masakan Jawa. Ia memesan sate plus lontong dan es jeruk. Sembari menunggu pesanannya datang, Nala membalas pesan dari teman-temannya di Malang. Tanpa ia sadari semua gerak geriknya diperhatikan oleh seorang pria.

"Hai," sapa Dany kemudian menarik kursi di depan perempuan itu dan duduk. "Sendirian?" Pria itu meletakkan handphone di meja.

Perempuan itu menatap bingung pada pria di hadapannya, berusaha mengingat-ingat. Senyumnya terbit saat pikirannya mengetahui sosok lelaki ini. "Mas Dany?" Tanyanya meyakinkan dirinya. Dany pun mengangguk kecil. "Iya, tapi udah izin sama Kak Aska," ujarnya dengan tersenyum kecil. Entah mengapa bila bersama Dany meskipun baru dua kali ini bertemu, ia merasa nyaman. Bukan berarti bersama Aska tidak nyaman tetapi dengan pria ini berbeda.

"Oohh." Mulut Dany membentuk huruf O dan manggut-manggut. "Udah berapa bulan kandunganmu, La. Laki-laki apa perempuan?" Tanya Dany kemudian.

"Makasih," ucap Nala saat pelayan menyajikan hidangan pesanannya dan berlalu dari hadapannya. "Masuk tujuh bulan, Mas. Belum tahu, biar surprise," ujarnya lagi. "Mas Dany nggak makan?"

Dany menggeleng. "Udah, sekalian ketemu klien. Waktu mau keluar aku lihat kamu masuk, jadi kupikir apa salahnya aku menyapamu."

Perempuan itu meringis malu. "Kalau gitu Mas Dany temenin aku aja. Nggak ada temen juga," pinta Nala tanpa sungkan. Dany pun mengangguk.

Diam-diam Dany mengambil foto Nala yang sedang menikmati makanan.

Beautiful and single lady.
#Gandariacity#gemes.

Gambar itu Dany kirimkan pada Aska. Seringai jahil muncul. Bisa dipastikan dalam waktu kurang dari satu jam paling cepat Aska sudah di depannya.

Ruang rapat.

Drtt drrtt

Ponsel dalam kantung celana bahan Aska bergetar, tangannya menarij keluar benda pipih itu. Membukanya dalam diam. Kemarahan merajai dirinya. Darahnya mendidih sampai ke ubun-ubun. Kuasanya mengepal erat dan kuat membenamkan jari-jarinya dalam kepalan hingga memutih.

Sialan!

Dalam gerakan cepat, Aska merentak berdiri hingga karyawannya yang sedang presentasi di depan berhenti seketika begitu juga anggota rapat lainnya ikut menatap Aska dengan ketakutan. Pria itu pucat menerka-nerka apakah dirinya berbuat salah, pasalnya Aska terlihat murka. Bahkan untuk menelan ludah saja mereka tak berani.

"Ma-maaf, Pak. Apa-apa ada yang salah?" Tanya pria itu gugup.

Manik mata Aska bergerak liar dan tajam. "Tidak. Rapat kita akhiri, saya ada keperluan mendesak." Tanpa menunggu jawaban dari anggota rapat, Aska melangkahkan kakinya panjang dan tergesa-gesa meninggalkan ruangan.

Dalam perjalanan menuju mall tersebut, Aska menelepon Nala. "Di mana?" Tanyanya ketus.

"...."

"Tunggu di sana, jangan kemana-mana!" Perintahnya lalu menutup ponselnya.

❄❄❄

Benar saja dugaan Dany. Tidak lebih dari satu jam Aska berjalan masuk dengan wajah mengeras tanpa senyum cukup untuk menciutkan nyali lawannya, ke restoran tempat mereka berbincang. Nala yang duduk di sisi samping pintu masuk tak menyadari kehadiran Aska. Kepalan tangan pria itu benar-benar erat kala melihat Nala tertawa lepas dengan si brengsek, Dany.

Melalui ekor matanya, Dany dapat menangkap aura kemarahan dari Aska. Dany tersenyum kemenangan dalam hatinya. Rupanya Aska benar-benar takluk pada perempuan di hadapannya. Dan, jika boleh Dany akui. Nala mempunyai paras yang tak membosankan, dengan lesung pipi saat tertawa maupun berbicara. Tatapan yang meneduhkan hingga memicu minat lawan jenisnya.

Bila keadaan Nala berbeda, mungkin Dany akan merebut perempuan tersebut dari tangan Aska. Wanita berbadan dua itu terlalu baik untuk Aska yang brengsek, meskipun dirinya juga brengsek tetapi saat ia terikat dalam pernikahan ia akan berusaha setia.

"Boleh aku tanya?" Dany memamerkan senyum menawannya. "Apa kamu mencintainya?" Tanya Dany dengan menyeringai lebar. Langkah Aska terhenti ketika mendengarnya.

Muka Nala merona merah hanya dengan pertanyaan biasa seperti itu. Entahlah, setiap memikirkan Aska, tak pernah jantungnya berdetak layaknya. Debaran yang ia rasakan menjadi kuat dan kencang. "Heum."

"Meskipun dia nggak mencintaimu?" Dany mancing lagi dengan sengaja.

Wanita itu mengangguk mantap. "Iya. Bodoh kan? Padahal aku tahu dia nggak ada perasaan apa-apa padaku. Dan, aku juga tahu kalau aku buka wanita satu-satunya dalam hidup dia," jawabnya dengan senyum kecut. Pembicaraan ini memicu emosionalnya. "Bego kan aku, Mas? Sempat aku berpikir ingin membuang jauh cinta ini, namun rasa itu kembali dan kembali lagi. Mungkin ini karma untukku karena dulu aku menolaknya." Setetes, dua tetes air matanya turun. Semakin bertambah volume air mata yang keluar. "Aku tahu, jika aku nggak pantas bersanding dengan dia. Karena itu, aku hanya bisa menunggu dia membuangku setelah aku tak lagi dia butuhkan," ucapnya kemudian. Punggung tangannya ia gunakan untuk menghapus air mata yang mengalir.

Mengapa melihat Nala berderai air mata membuat hati dan tubuh Aska sakit. Dirinya seolah-olah ditusuk ribuan jarum tajam menembus kulitnya.

"Kenapa kamu berpikir seperti itu?" Rasanya miris melihat perempuan di depannya menangisi teman bejatnya. Apa Aska benar-benar setega itu terhadap Nala? Apa tak ada sedikitpun nurani dalam dirinya. Rasanya Dany sungguh-sungguh ingin menghajar Aska sampai babak belur untuk mewakili sakit yang Nala rasakan.

"Iya. Kak Aska yang mengatakan sendiri. Saat aku berguna untuknya, maka dia akan mempertahankan diriku. Tapi dia akan membuangku bila aku sudah nggak bermanfaat baginya." Nala masih berupaya menghalau buliran bening itu merembes keluar dari sudut netranya.

Tak habis Dany pada kelakuan Aska. Meskipun ia baru mengenal perempuan itu, tetapi jauh dalam lubuk hatinya ia merasa jika Nala merupakan pribadi yang hangat dan baik. "Lalu apa kamu akan menerimanya begitu saja?" Selidiknya.

Menghela napas sebentar lalu melanjutkan ucapannya, "Apa aku punya pilihan lain? Nggak ada. Aku hanya perlu menyiapkan diri jika Kak Aska membuangku sewaktu-waktu."

"Jika dia melepasmu, datanglah padaku. Aku siap menerimamu, La." Dorongan setan berhasil membuat Dany berkata demikian, walaupun ia tahu jelas Aska menatap tajam padanya.

Nala tertawa kecil diantara tangisnya. "Mas Dany, baik. Maka-"

"Ekhem!"

Mereka berdua sontak menoleh ke samping belakang asal deheman Aska. Melihat Aska, Nala cepat-cepat memalingkan wajahnya dan menghapus cepat bekas air matanya. Memasang senyum manis untuk suaminya yang kini duduk di sebelahnya.

"Kok lama, Kak. Macet?" Nala berupaya tampak ceria di hadapan Aska.

Pria itu mengangguk cepat. "Iya. Kalau kamu sudah selesai kita pulang."

Wanita itu mengiyakan perintah Aska. "Sudah," tuturnya. "Mas Dany, makasih ya udah temani aku. Aku permisi dulu." Nala beranjak dari duduknya. Ia akan mengambil barang belanjaannya namun Aska melarangnya.

"Aku bayar dulu makanan, Kak."

"Iya. Tunggu di luar, oke?"

Dengan anggukan kecil, Nala berjalan ke kasir meninggalkan Aska dan Dany. Tak ada kata terucap sampai beberapa menit.

"Kamu dengar, As. Aku siap merebut Nala darimu jika kamu menyakiti dia. Tak perlu waktu lama untuk jatuh cinta pada istrimu. Jangan berpikir hanya aku saja yang mudah jatuh cinta padanya, bisa saja ada laki-laki lain yang juga jatuh hati pada Nala. Jadi, bersiaplah kehilangan dia bila kamu nggak pinter menjaganya." Dany berdiri kemudian berlalu dari hadapan Aska, yang menatap tajam kursi di seberangnya dengan pandangan yang tak dapat diuraikan.

Dany harus melangkahi mayatnya jika ingin meraih Nala darinya, karena Aska tak akan melepaskan wanita itu dari genggaman tangannya. Selamanya.

❄❄❄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top