25

❄❄❄

Presentasi karyawannya di depan tak satupun masuk dalam otaknya. Jangankan masuk dalam otaknya terdengar saja tidak oleh kupingnya. Benar-benar mematikan virus yang perempuan itu tinggalkan untuk Aska. Hari tepat 50 hari Nala lepas dari tangannya cukup membuatnya frustasi, ia tak menyangka sama sekali. Pantas saja malam sebelum Nala pergi perangai istrinya aneh, tidak biasanya perempuan tersebut agresif dan meminta untuk bercinta dengannya, rupanya hanya siasat Nala saja dan kewajiban terakhirnya.

Awalnya ia tak ambil pusing dengan kepergian Nala, ia masih bisa melakukan aktivitasnya seperti biasa namun kenyataan seolah menghantam dirinya sewaktu melihat satu strip pil KB utuh yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Ketika marah ia tak melihatnya namun setelah di bersihkan barang-barang yang mengingatkan tentang perempuan membuatnya berpikir lagi. Pil KB. Ada kemungkinan wanita itu hamil bukan? Mengingat ketika mereka berada cottage dan sekembalinya ke rumah saat bercinta dia melarang minum pil itu.

Kini rasa marah, khawatir, cemas dan takut mulai menjalari dirinya. Marah karena efek yang Nala timbulkan padanya terlalu besar dan seharusnya ia sadari sejak awal jika gadis itu masih bertahta dalam hatinya. Gadis yang merupakan cinta pertamanya. Selama ini ia berlindung dibalik tameng sakit hati karena penolakannya dulu nyata ia salah, cinta itu masih menguasai dirinya. Bahkan saat Amy mengkhianati dirinya tak pernah merasa sesakit ini dan hanya dalam waktu singkat ia bisa melupakan. Kini hidupnya tak sama lagi, ia hanya tubuh tanpa jiwa.

Cemas dan takut karena perempuan itu pernah mencoba tindakan bunuh diri namun berhasil ia gagalkan, dan bukan tak mungkin kali ini Nala nekat melakukan lagi. Memikirkan hal itu membuat kepala Aska rasanya mau pecah dan benar-benar akan pecah jika ia tak mendengar keberadaan Nala. Ditambah lagi ayah dan Ivan mulai bertanya kemana Nala sedangkan ibu, Rima dan Dhea seperti biasa menyimak saja. Lalu apa yang harus ia katakan?? Aska mengatakan jika Nala ingin berlibur ke Malang tapi apa mungkin selama ini? Lama kelamaan mereka pasti akan curiga.

Sialnya, orang yang ia sewa untuk mencari keberadaan wanita itu berakhir ditempat homestay yang kemungkinan disewanya. Ia mengutuki dirinya yang lebih mementingkan rapat sialan itu daripada mengantarnya sampai tempat Leta. Semakin bertambah kekhawatirannya saat kartu ATM dan kredit pemberiannya tak Nala bawa, lalu perempuan itu hidup dengan apa? Sedangkan saldo di rekeningnya utuh.

Brak!

Suara keras di hadapan Aska menyadarkan dirinya. "Ya, bagaimana?" Tanyanya sambil membenahi duduknya dan memfokuskan perhatianya ke wall screen.

"Ck. Apanya yang bagaimana?" Jawab Eru sedangkan Gara memperhatikan Aska. Mereka jadi rekan kerjasama untuk pembangunan resort di pulau Lombok.

"Loh? Udah kelar? Kok cepet banget," tuturnya bingung. Rasa rapat pembahasan pembangunan baru saja dimulai.

Gara mendengkus dan mutar bola matanya sebal. "Cepet apanya? Ngaco aja kamu, As," timpalnya. "Ada masalah? Nggak fokus gitu. Kamu nggak biasanya gitu."

"Nggak dapat jatah dari bininya kali, Ga," imbuh Eru dengan cengengesan.

Bukan lagi soal 'jatah' seperti dugaan Eru meskipun itu benar. Ini sudah mencakup hati dan kehidupannya. Nyawa Nala juga bayinya mungkin jika istrinya benar hamil. Tuhan, untuk kali ini izinkan ia meminta satu permohonan saja. Ia berharap Nala baik-baik saja. Itulah manusia, saat kehidupan mereka baik-baik saja banyak dari mereka melupakan Tuhannya, namun ketika menerima ujian baru mereka mengingatnya. Dan, ia pun seperti itu. Selama ini dirinya lupa pada kewajibannya.

Hah. Haruskah ia menceritakan permasalahan rumah tangga? Ah, bukan dirinya yang berbuat salah hingga menyebabkan Nala pergi darinya. Ia ingat dua Minggu setelah kepergian Nala, ia menghampiri Dani dan Frans di klub langganan mereka, dua temannya itu mengernyit heran. Pasalnya sejak dia menikah, dirinya jarang menerima ajakan mereka dan beruntung kawannya tak memaksa. Aska berusaha yakinkan dirinya bahwa Nala tak dapat mempengaruhi dirinya. Bahkan ia mulai minum-minum lagi melebihi batasnya.

Akhirnya mereka terpaksa mengantarnya ke apartemen dan betapa terkejutnya Dani dan Frans saat memasuki apartemen itu dalam keadaan kacau balau. Berantakan seperti di terjadi tsunami. Mereka membaringkan Aska di ranjangnya dengan rentetan racauan dari mulutnya. Pasti terjadi masalah dengan Aska dan tak mungkin mereka meninggalkan pria itu. Esoknya Aska bangun dengan kepala pening, ia mengalami hangover. Keluar dari kamar ia di sambut tatapan penuh tuntunan agar menjelaskan semuanya. Setelah menceritakan segalanya bukan dukungan yang ia dapatkan tapi hantaman dari Dani, beruntung Frans berhasil menjauhkan temannya jika tidak entah bagaimana rupa Aska. Hingga sekarang mereka masih tak bersedia bicara padanya.

"Begitulah," tegasnya tanpa semangat.

Jawaban Aska tak memuaskan rasa penasaran keduanya. Begitulah? Hanya itu saja?

"Maksudmu?" Tanya Gara tidak paham.

Embusan napas kuat Aska keluarkan. Tak mungkin ia mengelak jadi dirinya bersiap-siap menerima pukulan dari dua temannya yang lain. Aska menceritakan dari awal sampai akhir Nala memilih pergi darinya juga ketakutannya dan kemungkinan Nala yang hamil. Bahkan cerita masa lalunya ia beberkan semua. Aska dapat melihat kekecewaan juga kemarahan dari Gara dan Eru.

"Jika ingin menghajar ku silahkan. Aku nggak akan menghindar."

"Heh. Terlalu ringan jika hanya di hajar, lagipula sakitnya juga sebentar nggak sebanding dengan yang istrimu rasakan. Ternyata kamu lebih brengsek dari kucing got dan kanebo," hujat Eru untuk Aska. Percuma memberi pukulan untuk pria yang sudah seperti mayat hidup di depannya. Rupanya hukuman dari Nala cukup membuat Aska menyadari arti perempuan itu dalam hidupnya. "Mati pelan-pelan lebih cocok buatmu dengan begitu kamu bisa merasakan apa yang dia rasakan," imbuhnya dengan sarkas.

"Jangan begitu, Ru. Kita pasti pernah melakukan kesalahan. Ini bukan saatnya menyalahkan tapi membantu dia menemukan istrinya jika masih hidup atau paling nggak mayatnya," sahut Gara dengan melirik Aska melalui ekor matanya. Rupanya ucapan darinya berhasil membuat Aska takut.

"Halah. Jelas kamu bela dia, Ga. Kamu kan sama kayak dia, kalau kamu nggak hamilin Kin dulu mana mau dia nikah sama kamu," balas Eru telak. "Dan, bagusnya buat kamu, As, ketemu Nala dia udah sama laki-laki lain yang jauh lebih baik dan anakmu panggil pria itu dengan Ayah. Saat itu aku akan menjadi orang pertama yang merayakan kesengsaraanmu."

Omongan Eru membuat Aska semakin kalut. Ia tak bisa bayangkan bagaimana dirinya menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kenyataan itu menyapa. Akankah ia dapat menerima dengan lapang dada atau memicu kegilaan pada dirinya.

"Ru..." ujar Gara memperingati Eru tapi pria itu acuh.

"Ayo, Ga. Tinggalkan saja laki-laki brengsek ini merutuki kebodohannya," ajak Eru yang kemudian berdiri dari duduknya berjalan menjauhi Aska diikuti Gara. "Selamat menuju kematian, As. Aku tunggu kabarnya," tambahnya lalu keluar dari ruangan itu.

Gara hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Eru. Jika sudah begitu Eru tak bisa dihentikan, pria itu paling pintar memancing emosi sasarannya. Teringat dirinya di rumah sakit saat menjaga Kinara, bahkan saat wanita itu selamat dari maut dia tak kunjung mengatakan cinta. Eru dengan jahilnya berhasil membuatnya mengaku cinta.

Sementara Aska berusaha menghalau air mata yang akan meluruh. Kenapa sakit lebih sakit saat menyaksikan ibunya dikebumikan. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Mencari kemana lagi? Orang-orang sewaannya saja tak berhasil melacak keberadaan Nala. Tuhan. Aku mohon bantulah aku. Kamu dimana, La? Aku mohon pulanglah.

❄❄❄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top