20
Hueee...otak eike bener-bener perlu di getok biar balik ke tempatnya 😂😂. Nggak tahu kenapa kali ini aku pengen banget bikin orang kek Aska yang mecumers 😝😝. Skip aja kalo kalian mulai merasa ilfil.😂😂😂
❄❄❄
Semilir angin pantai menerpa dirinya yang bertelanjang dada dengan tangan bertumpu pada pagar besi mengelilingi cottage sewaannya tak membuatnya beranjak dari posisinya. Bangunan dari material kayu terbaik yang menjorok ke bibir pantai berjarak lebih dari 20 km dari laut, beratap semacam daun tapi terbuat dari bahan sintetis menyuguhkan pemandangan indah.
Aska memandang sapuan cahaya keemasan di ufuk timur, menyebar menguasai langit gelap berganti pendar cahaya terang. Warna air laut turquoise belum tampak sehingga menyembunyikan keindahan alam bawah laut. Ombak menggulung di bawah papan pijaknya, dan hantaman gelombang pada batu karang menjadi alunan musik mengiringi setiap kegiatan dalam pondok-pondok bertebaran dalam jarak cukup jauh.
Masih dengan tatapan tajam namun tak seperti saat ia datang ke tempat ini yang dipenuhi oleh gejolak amarah dalam dirinya saat ia menyaksikan Nala diantar pulang oleh laki-laki yang tak ia kenal. Dan, dengan beraninya perempuan itu pulang telat padahal ia tahu peraturan yang Aska berikan. Tanpa banyak kata saat Nala masuk ke kamar, Aska menyuruhnya memasukkan beberapa potong baju untuk mereka ke koper.
Meskipun dengan kemarahan yang menggelegak, Aska berusaha meredamnya sampai mereka tiba ditempat ini. Ia tak ingin rencana yang disusun gagal karena Gara memberinya hadiah paket honeymoon dari travel agen wisata milik Eru. Sejak menjalin kerjasama dan Gara yang notabene temannya juga sahabat Eru, mereka jadi lebih akrab. Benar kata Gara, Eru seorang teman yang loyal.
Gara menghubungi dirinya saat makan siang dan menyuruh Aska untuk datang ke rumah makan milik Eru. Dalam waktu 30 menit, ia sudah sampai ditempat tersebut. Ia masuk kemudian pelayan laki-laki mengantar ke gazebo yang sudah direservasi oleh Gara. Ia pikir hanya merka berdua ternyata ada partner bisnisnya, Eru.
Mereka berbincang-bincang membahas segala sesuatu mulai dari hal kecil hingga kisah cinta mereka. Baru ia ketahui jika istri Gara merupakan adik tirinya dan temannya berhasil menikahi Kinara dengan cara menghamilinya lebih dulu. Ia lebih kaget lagi saat mengetahui Eru berhasil mendapatkan Arumi setelah mengejarnya selama satu tahun lebih.
"Wajah istrimu nggak asing, As. Apa aku pernah bertemu dengannya?" Tanya Gara.
"Ya, dia adikku," jawab Aska tanpa berusaha menutupi hubungan mereka.
Dahi Eru mengernyit. "Adik? Inces?"
Dengan cepat Aska menggeleng. "No. Yang jelas kami bukan sedarah."
"Wah," sahut Eru lagi tapi dengan seringai yang tak dapat dijabarkan. "Jangan bilang kisah kalian sama seperti kucing got itu." Tunjuk Eru pada Gara dengan dagunya.
"Sepertinya, Ru," timpal Gara manggut-manggut. "Kamu menikahinya karena cinta?"
"Cinta? Yang benar saja. Dalam kamusku nggak ada cinta. Aku hanya ingin tubuhnya. Ingin keturunan darinya yang belum tersentuh oleh siapapun meskipun aku brengsek, dan lagi aku lelah harus berpindah dari satu wanita ke wanita lain."
Eru berdecak keras. Aska benar-benar seperti dirinya dulu yang tersesat dalam dosa sampai akhirnya ia menemukan Arumi. "Yakin tubuhnya? Bagaimana jika kita taruhan? Mobil SUV keluaran terbaru?" Usul Eru. Ia takkan salah menangkap virus cinta itu mulai menyerang Aska hanya saja pria itu tak menyadarinya.
"Ikut," Sambung Gara yang tengah menyeruput es kuwut khas pulau Bali pesanannya.
"Ck, nggak ada yang namanya taruhan. Aku nggak cinta dia. Titik!" tolak Aska pada usul Eru juga Gara. Gila aja.
Dengan senyum meremehkan Eru berujar, "Cemen. Benar-benar pengecut kamu, As."
"Betul."
"Terserah kalian mau bilang apa aku nggak peduli," sahut Aska.
"Nggak peduli karena emang kamu pengecut, As. Ngaku aja lah kalau kamu cinta dia tapi malu." Eru mencoba memanasi Aska.
Perkataan Eru cukup menyinggung egonya sebagai laki-laki. "Oke! Bakal aku buktikan aku nggak cinta dia. Siap-siap kalah kalian." Aska menerima tantangan itu. Ia bukan pengecut dan akan ia buktikan jika dirinya yang menang hingga bisa membungkam mulut comberan Gara dan Eru. Tidak. Ia tak mungkin merasakan cinta pada istrinya. Ia hanya ingin kehangatan di ranjang saja. Cinta? Tak akan pernah ia libatkan di dalamnya. "Syaratnya?"
"Enam bulan dimulai dari sekarang atau sampai kamu berhasil menghamili istrimu. Bagaimana?" Eru memberinya pilihan batas waktu taruhan mereka.
"Deal." Mereka bertiga sepakat dengan syarat yang diajukan Eru.
"Memangnya istrimu belum hamil, As?" Gara yang penasaran karena ia tahu bagaimana Aska.
"Belum, aku nggak tahu. Lagipula aku belum berpikir sejauh itu."
"Masa kalah sama kucing got itu, dia sekali tembak jadi," goda Eru lagi.
Gara yang teringat dirinya datang ke pernikahan Aska tanpa membawa apapun karena saat itu ia baru saja datang dari Aussie langsung menuju rumah Aska. "Ru, aku minta satu paket honeymoon buat dia. Dulu aku datang nggak bawa apa-apa."
Pria itu mengangguk. "Oke, mau kemana?"
"Dekat-dekat sini aja. Adakan? Pulau Umang, mungkin? Tidak jauh. Paling lima sampai enam jam dari Jakarta."
"Oke. Aku kabari dulu travelnya."
Dan, akibat taruhan konyol itu, di sinilah dirinya beserta Nala yang masih terlelap dalam tidurnya. Ia terbangun karena suara alarm di ponselnya. Sengaja ia memasang alarm karena ia ingin menyaksikan arunika yang jarang bisa ia lihat di Jakarta. Dengan menghela napasnya ia kembali masuk dalam pondokan setelah puas menyaksikan matahari terbit.
Ia menuju bar kecil di sudut ruangan. Mengambil teko listrik kemudian mengisinya dengan air mineral lalu memasukkan steker pada stopkontak. Sembari menunggu air mendidih, ia membuka gula juga kopi sachet yang tersedia ke dalam cangkir. Sembari menunggu Aska memandang sesosok tubuh meringkuk seperti bayi di balik selimut biru hangat. Wanita yang mampu memicu sisi liarnya.
God! Ia harus mencari cara untuk mengendalikan keinginan untuk terus berada dalam kehangatan istrinya. Ia harus bisa meredam sedikit demi sedikit hasratnya. Seperti kemarin selepas makan malam, Aska bertanya mengapa Nala melanggar aturan darinya dan siapa lelaki yang mengantarnya. Meskipun ia mendapat alasan dan siapa pria tersebut, amarahnya tetap berkobar. Ia melampiaskan kemarahannya dalam diri Nala. Dalam setiap penyatuan yang mereka lakukan, Aska menumpahkannya pada Nala hingga dia bertindak sedikit kasar.
Akhirnya, ia melepaskan Nala saat wanita itu benar-benar tak berdaya di bawah kungkungannya, dan peringatan yang disahuti istrinya dalam keadaan setengah sadar. Ia mengusap wajahnya sedikit kasar. Jika seperti ini terus bisa-bisa mati muda dirinya dibakar amarah. Aska tidak suka jika istrinya berbicara dengan pria lain selain dia atau keluarganya. Tak suka jika Nala tersenyum atau beramah-tamah pada laki-laki lain.
Bunyi air mendidih menarik perhatiannya. Segera ia cabut steker lalu menuangkan air itu ke cangkir, meletakkan kembali di tempatnya kemudian mengaduk-aduk kopi tersebut. Dibawanya kopi dalam cangkir putih ke sofa di depan jendela untuk menikmati view terbaik yang menyajikan hamparan laut biru turquoise dan sinar terang matahari. Layaknya lukisan-lukisan dalam kanvas. Indah.
Erangan samar dari ranjang memicu Aska untuk menolehkan wajah ke sumber suara. Dilihat perempuan itu menggeliatkan badannya dari posisi meringkuk meluruskan kakinya, selimut melorot hingga menampakkan tubuh atas Nala penuh kissmark. Tak ada bagian tubuh istrinya yang terlewat dari jejak merah itu. Bahkan yang lama ia tumpuk dengan yang baru. Sedikit tarikan kecil selimut itu menutupi dada Nala, sedangkan bagian belakang hanya sampai pinggang.
Bagai singa melihat rusa, Aska naik ke ranjang. Bibir dan tangan nya bekerja. Mata Nala masih terpejam tapi berusaha menepis gerakan tangan Aska hingga matanya terbuka. Berkedip menyesuaikan retinanya dengan pencahayaan kamar ini.
"Kak, biarkan aku istirahat. Please." Tubuhnya benar-benar tak bisa digerakkan. Remuk redam karena Aska 'mengerjainya' beberapa kali.
Tak mengindahkan permintaan Nala, pria itu semakin menjadi. "Akibat dari mengabaikan aturan ku," jawab Aska dengan suara serak sarat akan gairah.
❄❄❄
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top