18


Maaf ya kalau bosen sama Eru ma Gara kok ikut nimbrung dimana-mana. Abisnya Batikk gak bisa mupon dari ayahable ini 😭😭

❄❄❄

Dari pertemuan itu Aska membawa Nala ke pusat perbelanjaan. Mereka naik ke lantai dua pusat gerai handphone. Pria itu berjalan dengan angkuh di depan sedangkan Nala di belakang mengekor. Dapat ia lihat tatapan memuja wanita-wanita yang berpapasan dengan Aska. Mata mereka tak dapat teralih dari sosok laki-laki tersebut.

Pria tersebut masuk ke salah satu gerai merk handphone terkemuka dan disambut SPG cantik dengan tubuh proporsional, kulit putih mulus. Senyum manis tersinggung di bibir salesgirl itu saat menjelaskan keunggulan handphone merk nya. Tidak jarang wanita tersebut berusaha melakukan kontak fisik dengan Aska. Hal yang menjadikan Nala merasa jengah karenanya ia memilihi melihat-lihat produk ponsel lainnya.

"Tolong berikan ponsel keluaran terbaru," pinta Aska datar tanpa senyum.

"Baik. Tunggu sebentar, Pak." Salesgirl itu pergi mengambil barang yang diinginkan Aska.

Aska menoleh ke sampingnya tak menemukan Nala. Keningnya berkerut mengetahui hal itu. Matanya menyusuri seluruh lantai dan mendapatkan Nala sedang berbicara dengan pria asing. Dengan langkah lebar serta panjang, ia mendekati istrinya.

"Maaf, Pak, saya nggak sengaja. Biar saya ganti handphone milik Bapak," tawar Nala meskipun dalam hatinya mengerang keras karena tabungan miliknya berkurang akibat kecerobohan dia.

Laki-laki itu tersenyum ramah. "Nggak usah, Mbak. Lagipula saya memang ingin membeli yang baru. Ini diservis saja," tolaknya atas tawaran Nala.

Karena tetap merasa tak enak hati Nala berusaha menawarkan untuk membayar separuh dari harga ponsel baru milik pria tersebut. "Bagaimana kalau saya bayar yang sebagian. Saya benar-benar nggak enak hati sudah merusakkan handphone Bapak," ujarnya lagi.

Pria tersebut tersenyum. Baru kali ini ia menemui wanita dihadapannya yang begitu ngotot mengganti kerugian yang sebetulnya bukan karena ulahnya. "Nggak usah, Mbak--"

"Nala. Saya Nala," sahutnya cepat.

"Nggak usah,  Mbak Nala. Selular ini memang sudah trouble makanya saya bawa ke sini untuk diservis."

"Bener? Saya nggak apa-apa kok kalau harus ganti," tawarnya lagi. Ia bukan orang yang suka lari dari tanggung jawab oleh karena itu ia harus benar-benar memastikannya.

Pria itu mengangguk dan tersenyum. "Iya, saya yakin sekali," tutur pria tersebut. "Oh ya, kenalkan saya Haiqal." Pria itu mengulurkan tangan dan Nala menyambut uluran itu. Haiqal menoleh kembali kearah pria dibalik counter lalu menyerahkan ponsel tadi. "Sedang mencari ponsel?" Tanya Haiqal yang kini berbalik badan menghadap Nala.

"Nggak. Hanya mengantar seseorang."

"Oohh. Saya kira sedang cari ponsel baru. Saya bisa menemani jika mau, sekalian saya juga melihat-lihat," tawar Haiqal. Dan, memang ia ingin membeli ponsel.

Nala menggeleng. Ia tak perlu handphone baru karena ponselnya masih bagus meski tidak secanggih dan selengkap fiture seluler terbaru. Terpenting baginya masih bisa untuk mengirim pesan dan menelepon teman-temannya. Ia juga jarang memakai sosial media jadi apa gunanya mempunyai ponsel baru jika tak ia gunakan.

"Nggak perlu. Saya yang akan menemaninya." Tangan kecoklatan melingkar di pinggang Nala.

Menyadari itu Nala menengadah menatap wajah Aska yang terlihat marah dan tak bersahabat. Ada apa lagi dengan pria ini? Batin Nala. Kenapa mood Aska cepat sekali berubah.

"Syukurlah. Kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya setelah melihat keposesifan yang pria di samping wanita itu tunjukkan. "Sampai jumpa lagi, Mbak Nala."

"Iya, Pak. Saya benar-benar minta maaf." Nala menunduk kepala untuk meminta maaf dan di angguki oleh Haiqal dengan senyum.

Lingkaran tangan Aska terlepas begitu pria dihadapannya berlalu. Ia memutar kaki ke belakang membawa tubuhnya kembali ke salesgirl yang sudah menunggunya. Merasa tak mendengar langkah di belakangnya, ia menoleh dan betul saja Nala terlihat berhenti di salah satu gerai.

"La!"

Merasa dipanggil, wanita itu menolehkan wajah kearah sumber panggilan. Segera memerintahkan kakinya untuk berjalan pada Aska. Setelah menyelesaikan pembayaran  lelaki tersebut membawanya pulang ke rumah. Saat ia bertanya mengapa tak kembali ke kantor, Aska menjawab percuma sebentar lagi jam pulang kantor. Lagipula ia capek dan ingin istirahat.

Hah. Baru saja menghirup udara bebas sudah harus kembali ke rumah dan istirahat? Nala tak yakin. Bagaimana pun ia sudah mulai mengerti arti kata istirahat bagi Aska. Bukan istirahat seperti yang orang lain lakukan duduk santai dengan koran, novel, atau stik game di tangan tapi...

❄❄❄

"Kemana istrimu, Aska?" Tanya Hesti saat mereka berkumpul di meja makan untuk bersantap malam.

Semua berkumpul hanya Gunawan dan Nala yang absen. Istirahat yang ia rencanakan berubah saat Nala naik ke tempat tidur dengan daster batik tanpa lengan. Hanya melihat seperti itu saja suhu tubuhnya naik secara drastis dan tanpa bisa ia bendung keinginan liarnya. Ya Tuhan. Ia tak habis pikir mengapa bisa gairahnya terpancing oleh Nala karena hal sepele. Apakah dirinya sekarang berubah menjadi seorang maniak seks? Astaga! Ia harus bisa mengendalikan dirinya.

"Tidur, Bu, kecapekan," jawabnya tanpa memandang Hesti. Tangan lincah mengisi piringnya. "Ayah kemana, Bu?"

"Ada pertemuan dengan teman SMA nya sekalian makan malam bersama," jawab Hesti.

"Capek? Yang benar saja. Memang apa yang dia lakukan seharian ini? Bekerja saja nggak, membantu Mbok Sih juga nggak. Ada-ada saja," sahut Rima tak percaya. Memang apa yang dikerjakan adiknya sampai capek jadi alasan untuk tidak membantu Mbok Sih dan melewatkan makan malam.

"Melayaniku di ranjang," jawab Aska santai dan membuat dua pasang mata mendelik padanya karena jawaban frontalnya.

"Wah, aku kira kamu nggak tertarik sama dia," sambung Ivan dari seberang.

Senyum miring ia perlihatkan di wajahnya. Dengan melirik kearah dua wanita muda ia berkata, "Kamu salah, Van. Nala lebih menarik daripada perempuan-perempuan diluar sana yang dengan mudahnya menyerahkan tubuh mereka pada laki-laki."

"Segel lebih menggoda, benar kan?"

Perkataan Ivan dijawab anggukan oleh Aska. Pria brengsek mana pun akan merasa bahagia jika menjadi yang pertama untuk seorang wanita.

Mendengar ucapan Ivan dan Aska membuat Rima dan Dhea mendidih. Apalagi perkataan Aska benar-benar menampar mereka.

"Sudah. Lanjutkan makan kalian. Ibu mau ke kamar dulu," titah Hesti yang kemudian beranjak dari kursinya meninggalkan makanan yang tinggal seperempat.

Ivan dan Aska terlibat obrolan tentang proyek yang sedang mereka kerjakan di Jakarta Selatan mengabaikan Rima juga Dhea. Aska nilai Ivan sekarang lebih fokus pada pekerjaannya ya meskipun masih perlu lebih banyak bimbingan dari ayahnya. Apalagi semenjak tampuk pimpinan ia pegang sepenuhnya dan menuntut kinerja yang maksimal dari semua karyawan baik pusat atau cabang. Ivan semakin  bagus kinerjanya.

Sesudah menghabiskan nasi di piringnya dan air putih dalam gelas, Aska pamit duluan ke kamar di susul Ivan. Saat memasuki kamar, ia melihat Nala yang tertidur dengan posisi semula telengkup dengan selimut menutupi sampai beberapa senti di atas pantatnya. Punggung bersih itu berhias bercak merah hasil buatan dirinya. Dan, itu membuat senang. Apapun yang terjadi ia tak akan melepaskan Nala karena hanya dia yang mampu menenangkan gejolak dirinya.

❄❄❄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top