15


Masih pada semangat hujat Aska? Yuk hujat terus nggak apa-apa ahahha...

❄❄❄

Pria tanpa kemeja yang menutupi bagian atas tubuhnya itu mendesah lega. Akhirnya setelah menunggu sekian minggu Nala berhasil ia bawa pulang. Sekian minggu itu pula ia harus menahan keinginan liarnya, ya walaupun beberapa kali ia terlibat intim dengan wanita berbeda tapi hanya sesaat setelah itu api dalam dirinya akan padam tak berbekas. Itu diluar kebiasanya. Dulu ia bisa bertahan namun sejak menikah dengan Nala reaksi tubuhnya berubah. Sedikit demi sedikit surut bahkan tak jarang ia harus membuang uang tanpa bisa menuntaskan gejolak dirinya bila dengan yang lain.

Namun mengapa ketika bersama Nala bara api dalam dirinya semakin besar tanpa dapat ia kendalikan. Respon dirinya berbeda 180°. Ia akui dirinya termasuk pria dengan gairah seksual tinggi dan ia tak memiliki masalah dengan hal itu, akan tetapi untuk saat itu hal tersebut menjadi masalah besar baginya. Dan, akan semakin besar persoalannya bila hanya Nala obatnya.

Mungkinkah Tuhan menghukum dirinya? Mungkin Tuhan memilih Nala menjadi pendampingnya agar dapat mengendalikan dirinya? Jika itu benar apakah dia harus kembali bertekuk lutut pada wanita? Tidak. Ia tak ingin bermain hati dengan Nala meskipun dia istrinya. Ia hanya ingin tubuhnya saja dan penerus mungkin? Entahlah, ia belum berpikir untuk memiliki anak dalam dekat ini. Beberapa tahun lagi mungkin sampai ia siap.

Gerakan kecil di tengah ranjang membuat ia menegakkan badan. Nala menyingkap selimut tebal menggapai baju tidurnya yang berupa terusan di pinggir ranjang kemudian memakainya menutupi tubuh telanjangnya. Menjejakkan kaki di lantai dingin terus menggulung rambut panjangnya dengan asal-asalan kemudian ke kamar mandi. Kegiatan itu tak luput dari pengawasan mata Aska yang duduk di sofa. Mungkin minimnya pencahayaan membuat Nala tak menyadari bahwa suaminya sudah tak berada di tempat tidur.

Setelah mengkosongkan kantung kemihnya Nala keluar dari kamar mandi, tatapannya tertumbuk pada ranjang berantakan tak karuan tanpa ada Aska di sana. Dahinya berkerut mengapa ia baru sadar jika suaminya tak ada? Hah, biar saja bukan urusannya. Nala merasa haus dan ingin mengambil air minum di dapur namun ia langsung terlonjak dan berteriak nyaring karena kaget saat matanya melihat sosok dalam kegelapan. Jantungnya serasa melompat keluar. Ia mengelus dada untuk menenangkan diri.

"Mau kemana? Bukankah ini masih terlalu pagi untuk keluar," cecar Aska tetap diposisinya.

"Ambil minum. Apa Kakak ingin ku bawakan juga?" Tawarnya.

"Nggak usah. Cepat kembali!" Tolaknya.

Nala mengangguk kecil kemudian berlalu tapi baru beberapa langkah Aska menghentikan dia. "Ada apa?"

Tanpa bicara Aska berdiri dari duduknya. Berjalan melewati dirinya ke lemari mengambil kemeja hitam lengan pendek miliknya lalu memberikan pada Nala. Wanita itu menerima dengan kebingungan. Ia melihat Aska seolah bertanya 'untuk apa?'

"Pakai. Baju tidurmu terlalu tipis pasti akan terlihat tubuhmu, apalagi kamu nggak pakai apa-apa di dalamnya."

Mulut mungil itu terangkat membentuk huruf O paham maksud Aska. Segara Nala memakai kemeja hitam kebesaran tersebut lalu mengancingkan tiga buah kancing teratas.

Dapur

Saat cairan bening tanpa rasa menyentuh kerongkongannya, Nala merasa lega karena hausnya teratasi. Ia tak segara kembali melainkan duduk di kursi plastik dan menyandarkan punggungnya di kabinet dapur dari kayu berpelitur coklat tua mengkilap.

Menyandang status sebagai istri Aska tak ada perubahan, bukan berarti ia ingin dihormati atau bagaimana namun ia ingin sedikit memperoleh secuil perhatian dari ayahnya nyatanya...

Ibu dan dua kakak perempuannya tak berbeda jauh mungkin mereka sekarang lebih membencinya. Apa yang harus ia perbuat agar mereka menerima jika Aska memilihnya? Apa begitu besar mereka menginginkan suaminya? Andaikan Aska sebuah barang mungkin dengan sukarela ia akan memberikan atau menukarnya pada saudaranya. Sayang, pria itu manusia dengan prinsip, kemauan, akal dan pikiran yang tak dapat ia tukar.

Jika saja mereka tahu tujuan Aska menikahi dirinya mungkin akan berpikir ulang. Apa enaknya jika dirimu diinginkan hanya untuk pemuas nafsu saja? Tak ada bukan? Atau memang itu yang dicari oleh saudaranya dan perempuan-perempuan lainnya.

"Non?"

Tepukan pelan di lengannya membuatnya kaget. Ia lantas menoleh pada Mbok Sih yang berdiri di sebelahnya. "Ya ampun, Mbokkk. Bikin kaget Nala aja!" sungutnya, tangannya mengelus dadanya menenangkan jantungnya.

Mbok Sih malah tersenyum geli. "Abisnya Non kayak hantu nggak bisa balik ke asalnya gitu, duduk di pojokan pake baju item lagi," jawab Mbok Sih.

"Halah, Mbok, ngeles itu. Bilang aja sengaja kagetin Nala," sahut Nala tak percaya dengan jawaban orang yang sudah mengasuhnya sejak kecil itu.

"Lah, itu tahu." Mbok Sih menjauh darinya dengan kekehan di mulutnya lalu membuka lemari es mengambil bahan untuk memasak. "Non, ngapain jam segini di dapur? Nanti Den Aska marah-marah lagi, orangnya bangun Non nggak ada," ujarnya lagi. Begitulah tabiat baru tuan mudanya sejak kepulangan Nala ke rumah ini. Jika biasanya saat Nala pulang perempuan itu akan membantunya di dapur, berbeda dengan sekarang. Nala akan keluar kamar bersama dengan lainnya.

"Haus, Mbok. Lagian tadi sudah bi---"

Kata-kata Nala terputus saat terdengar derap langkah dari tangga menuju dapur. Ia menoleh mendapati Aska berdiri tegak dengan dua tangan dalam kantong celananya. Tatapan yang menusuk dan itu artinya ia sedang dalam keadaan marah. "Apa kamu nggak dengar perintahku, tadi?" Ujarnya keras.

"Dengar, kok. Ini mau naik, Kak." Nala berdiri dari kursinya kemudian berjalan melewati Aska kembali ke kamarnya.

Tak banyak kata Aska pun berlalu dari dapur menyusul istrinya ke kamar. Ia tak suka jika Nala harus bangun di jam-jam seperti ini lalu membantu Mbok Sih di dapur sedangkan lainnya masih tertidur. Memang benar itu kemauan dia sendiri dan Mbok Sih selalu melarangnya tapi Aska tetap tak suka apalagi setelah Nala jadi istrinya.

Kamar Aska.

Sedikit menyentak saat menutup pintu menimbulkan dentuman cukup keras hingga membuat perempuan itu terlonjak kaget dan hampir menjatuhkan laptop di pangkuannya. Untuk ketiga kalinya dalam kurun berapa jam dibuat kaget oleh Aska dan Mbok Sih.

Untung jantung ini buatan Tuhan jika buatan Jepang sudah lepas dari tadi.

Pria itu melepas kaosnya dan melemparnya entah kenapa lalu merebahkan diri di kasur. Seperti itu jika Aska tidur dan rupanya Nala sudah biasa tidak malu lagi. Rasanya sudah terlambat untuk malu karena istrinya sudah melihat lebih dari ini.

Dengan ekor matanya ia melirik wanita di sampingnya. Adik kecilnya itu mungkin sudah nyaman di sisinya, buktinya ia tak terpengaruh dengan nya. Wanita itu terlihat serius mengetikkan sesuatu di laptopnya. Nala terlihat berbeda jika berkonsentrasi seperti itu dengan kacamata bertengger di hidungnya.

"Jangan berisik, La. Aku mau tidur," hardiknya keras.

Sudah begitu artinya ia pun harus tidur paling tidak berbaring. Menghela napas sebentar lalu menutup laptop setelah menyimpan tulisan yang sudah ia ketik. Sudah beberapa bulan cerita yang ia publis di dunia maya terbengkalai. Bila kemarin ia sibuk karena pekerjaan sekarang sibuk dengan suami mesumnya. 

Meletakkan laptop di laci meja samping tempat tidur dan mematikan lampu di sebelahnya Nala menyusupkan dirinya dalam hangatnya selimut dan lebih hangat lagi ketika lengan kokoh itu menarik dalam dekapannya. Berontak pun percuma melawan pria itu tenaganya tak sebanding jadi ia memilih diam lalu tertidur.

❄❄❄

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top