Tuhan, Jagakan Dia
Dua hari di Paris, tak serta merta membuat Al mudah melupakan semua kenangan tentang Ilea. Gadis itu sudah menguasai hati dan pikirannya, sangat menyesakkan dada jika teringat tentang gadis itu. Al pun memutuskan untuk pergi ke Menara Eiffel, berharap bisa mengurangi beban pikirannya.
Di pelataran yang luas dengan pemandangan menara yang tinggi, ciri khas Paris, Al duduk di bangku kayu. Dia mengeluarkan ponselnya lalu membuka aplikasi Instagram. Dia memosting foto Ilea dan membumbui caption yang mewakili isi hatinya saat ini.
46 suka
al_zaidan.f
Perlu kamu tahu, mengakhiri sebuah cerita sebelum mencapai ending bahagia itu sangat menyakitkan! Namun, terpaksa aku lakukan karena jari ini tak mampu lagi menulis kisahnya. Meninggalkan bukanlah sebuah pilihan, tetapi keputusan! Bukan karena aku membenci, melainkan menjaga hati yang sudah retak supaya tak hancur. Kenangan tak akan pernah dapat kuhapus, karena jejak yang kita lalui sudah terlampau banyak. Masa lalu tak akan dapat kulupa, karena sekeras apa pun dilupakan pasti akan teringat lagi suatu saat nanti. Aku akan menyimpannya, terima kasih sudah pernah menjadi bagian dalam kisah hidupku. Kututup cerita tentangmu dengan goresan luka dan tinta merah tetesan dari hati yang hancur.
Tuhan, jagalah dia karena aku tak bisa lagi menjaganya.
____________
ulfha_u Kalian putus? Sedih banget deh dengarnya
denta_ileana_akleema 😭
al_zaidan.f
@denta_ileana_akleema 🙏
al_zaidan.f
@ulfha_u 🙏
safridahnm ya ampun apa apa ini kenapa harus putus 😭
alifialoveista Kok putus? Nyesek ih baca captionnya Al
ghiaputri30 Nooo ,jangan putus dong😭
rara234nur Putus lebih bagus Al daripada sama ilea yg nge duain kamu, cari cewek yang dewasa aja
rinaaratnareal Kenapa putus☹️ jangan dong,, keep strong buat pertahanin hubungannya sama ilea😞
Tak lupa Al juga mengganti foto profilnya. Banyak yang bersedih melihat kabar putusnya hubungan mereka, tetapi Al bisa apa? Dia sudah mengambil keputusan dan baginya ini jalan terbaik agar Ilea bisa berpikir secara dewasa. Setelah membalas komentar Ilea, Al lalu memasukkan ponselnya ke saku celana, dia butuh waktu, setidaknya agar perih di hatinya mereda.
"Hai," sapa seorang wanita menghampiri Al.
Kepala Al mendongak, senyum ramah menyapa.
"Boleh aku duduk?" tanya wanita itu tak melepas senyumannya.
"Silakan, ini bangku umum. Tidak ada yang melarangmu," ucap Al memaksakan diri untuk tersenyum pada teman sekelasnya itu.
Wanita itu duduk di sebelah Al, beberapa detik mereka saling diam. Karena merasa tak nyaman saling berdiam, Al memulai obrolan.
"Ngapain kamu ke sini, Lys?" tanya Al basa-basi.
"Hanya ingin menyegarkan pikiran," jawab Alyssa.
Alyssa adalah gadis bewarna negara Indonesia, hanya saja dia dan keluarganya sudah lama tinggal di Paris. Sesekali mereka pulang ke Indonesia, sekadar liburan atau mengurus bisnisnya. Dia teman satu kelas Al, beberapa kali mereka terlibat tugas bersama, Alyssa maupun Al saat itu belum terlalu dekat, karena memang dari Al pribadi menjaga pergaulannya dan bahkan mempersempit komunikasi dengan teman wanita untuk menjaga perasaan Ilea. Padahal mereka saling berjauhan, tetapi Al selalu memegang komitmennya hanya untuk Ilea.
Obrolan demi obrolan terjalin antara Al dan Alyssa, semakin lama duduk di tempat itu, mereka bertambah akrab.
***
Pulang sekolah, Ilea ke rumah Ali, menjenguknya. Sudah beberapa hari dia tidak masuk sekolah karena kecelakaan waktu itu. Sampainya di depan rumah Ali, Ilea tertegun di depan pagar besi yang tingginya setengah badan. Ali keluar beriringan dengan seorang gadis berambut pendek lurus sebahu, bertubuh mungil, wajahnya hampir mirip dengan Ilea.
"Ily?" ucap Ali pelan.
"Hai, sudah sembuh?" tanya Ilea basa-basi. Ali terlihat sudah bisa berjalan walaupun pincang, luka gores yang ada di lengan maupun kaki juga sudah kering.
"Alhamdulillah, lumayan," jawab Ali tersenyum kikuk.
Mata Ilea melirik gadis yang berdiri di samping Ali, ada tatapan yang sulit diartikan, apakah Ilea cemburu pada gadis itu? Merasakan atmosfer di antara mereka canggung, Ali pun memperkenalkan gadis itu kepada Ilea.
"Eh, Ly. Kenalin ini Prilly." Berbeda dengan nada bicara Ali kepada Ilea, saat berucap dengan gadis itu Ali sangat lembut. "Prilly, ini Ilea. Teman sekelasku."
Sakit, perih, seperti tertusuk sembilu rasa hati Ilea. Teman kata Ali? Iya! Sekadar teman! Rasa sakit hati yang Al tinggalkan bertumpuk dengan kenyataan bahwa Ali hanya menganggapnya teman, tidak lebih! Lalu apa maksud Ali selama ini mendekatinya? Memberikan harapan-harapan yang kadang membuat Ilea terlena dan sering melupakan Al karena keberadaan Ali.
Gadis itu dan Ilea saling berjabat tangan. "Prilly," ucapnya dengan senyuman sangat manis.
"Ilea, tapi sering disapa Ily," susul Ilea dengan senyuman getir.
"Senang bertemu denganmu, Ly." Prilly basa-basi dengan Ilea.
Hanya anggukan kecil dan senyuman tipis yang Ilea lempar kepada Prilly. Dia menahan sesak di dadanya, sedangkan tatapan Ali kepada Prilly tersirat sesuatu yang dalam. Apa itu cinta? Entahlah, Ilea perlu penjelasan dari Ali.
"Oh, iya, Li, aku pulang sendiri saja, kamu ada tamu. Besok aku datang lagi," ucap Prilly mengelus lengan Ali. "Cepat sembuh, ya? Aku pulang dulu," imbuhnya tersenyum sangat manis kepada Ali.
"Iya, kamu hati-hati."
"Iya," tukas Prilly lalu mengalihkan pandangannya ke Ilea. "Ly, aku pulang dulu, ya? Kapan-kapan mampir ke rumahku kalau pas kamu main ke sini. Rumahku di ujung jalan sana." Prilly menunjuk rumah deretan seberang rumah Ali dan berada selisih beberapa rumah, hampir dekat dengan pertigaan komplek perumahan itu. Cukup berjalan kaki dan tak begitu jauh.
"Iya," sahut Ilea dengan perasaan yang sudah hancur seperti diaduk-aduk tak berbentuk.
"Aku lihat dari sini, sudah sana," ucap Ali mengacak rambut Prilly pelan.
"Dadah." Prilly melambaikan tangannya sambil melangkah.
Pandangan Ali tak lepas dari gadis mungil itu, sampai suara Ilea menyadarkannya. "Li."
"Eh, iya, Ly. Ayo masuk!" ajak Ali merangkul Ilea mengajaknya masuk ke rumah.
Entah apa yang saat ini Ilea rasakan, tetapi benar-benar rasanya campur aduk. Ingin marah pada Ali, apa hak dia? Pacar bukan! Terus apa alasan dia marah? Tidak jelas! Rasanya Ilea ingin menangis, tetapi dia sendiri tak tahu alasannya kenapa ingin menangis. Kacau! Hatinya sangat kacau!
"Duduk, Ly," titah Ali setelah mereka sampai di ruang tamu.
"Iya, Makasih, Li." Ini bukan kali pertama Ilea ke rumah Ali, sudah beberapa kali Ali mengajaknya main ke rumah itu. Ilea pun duduk, Ali mengikutinya duduk. Beberapa menit mereka saling terdiam, sebelum berucap, Ilea menarik napasnya dalam, dia mengumpulkan keberaniannya ingin menuntut penjelasan pada Ali.
"Li, siapa Prilly?" tanya Ilea menatapnya intens.
Sampai saat ini Ali belum tahu jika Ilea dan Al sudah putus. Niatan Ilea datang ke rumahnya untuk memberi tahu Ali tentang itu dan mencurahkan isi hatinya agar beban pikirannya sedikit berkurang. Namun, yang terjadi justru Ali menambah beban pikirannya.
"Mmm ... Prilly itu ... eeeeeng." Tampak seperti orang kebingungan, Ali gelagapan sampai menggaruk-garuk tengkuknya.
"Kalian terlihat sangat akrab," imbuh Ilea, padahal Ali belum menjawab pertanyaannya tadi.
Sesaat Ali diam, dia menghela napasnya dalam dan mengembuskan kasar.
"Jadi, Prilly itu sahabat gue sejak kecil, Ly. Kami dari dulu ke mana-mana bersama."
"Lalu?" Ilea memiringkan kepalanya menanti kejujuran dari Ali.
"Lalu apa, Ly?" tanya Ali menatap Ilea seperti menyembunyikan sesuatu.
"Li, lo harus jujur sama gue. Sebenarnya ada apa? Posisi gue sekarang serba salah, Li. Gue butuh kejelasan! Gue nggak mungkin terus-menerus menunggu harapan yang lo kasih ke gue, sedangkan keadaannya sekarang gue ...." Hampir keceplosan, Ilea memotong ucapannya sendiri, air matanya menggantung di pelupuk.
Wajah Ali tampak bingung. "Kenapa keadaan lo?" tanya Ali.
"Sudahlah, itu bukan urusan lo. Sekarang lo harus kasih gue kepastian, Li. Jangan permainkan perasaan gue. Sekarang kita harus menegaskan perasaan kita sendiri, sebenarnya siapa yang kita cintai."
"Prilly," jawab Ali menyahut cepat.
Pandangan Ilea semakin mengabur, dia menatap Ali dengan bola mata melebar. Yang ditatap langsung menunduk tak berani membalas tatapan menyakitkan Ilea.
"Maaf, gue minta maaf sama lo, Ly." Ali masih saja menunduk menyesal.
"Bisa lo jelaskan sama gue, Li?" pinta Ilea menahan tangisannya. Suaranya tercekat di tenggorokan, sudah jatuh tertimpa tangga pula, peribahasa ini mungkin cocok untuk Ilea.
"Mulai masuk SMA, Prilly pindah ke Bandung karena pekerjaan ayahnya dipindahtugaskan ke sana. Saat itu gue merasa kehilangan sosok sahabat dan cewek yang gue taksir selama ini. Saat MOS, gue lihat lo, ingatan tentang Prilly nggak bisa gue lupain setiap melihat lo, Ly. Wajah lo mirip sama dia, gue pikir selama ini, perasaan gue ke lo tuh sama seperti apa yang gue rasakan ke Prilly. Ternyata gue hanya terbawa suasana dan terbawa perasaan.
"Kemarin, saat dia pulang dari Bandung, rasanya perasaan itu bergejolak semakin tak tertahankan. Gue kayak orang bodoh, apalagi hampir setiap hari dia datang merawat luka gue, rasanya tuh gue sudah nggak bisa lagi menyia-nyiakan kesempatan. Tadi malam gue mengungkapkan perasaan yang sudah lama tersimpan untuknya, ternyata sudah lama Prilly juga menunggu gue menyatakan cinta duluan, Ly. Kita saling mencintai dan bodohnya gue terlalu takut mengungkapkannya sampai membuatnya menunggu. Gue minta maaf kalau selama ini kesannya memberikan harapan ke lo, gue pikir ..."
"Cukup, Li." Ilea memotong ucapan Ali, dadanya naik-turun terasa sangat sesak. "Penjelasannya sudah sangat jelas, gue paham kok." Air mata yang sedari tadi menggantung, kini menetes.
"Ly, maaf, gue ...." Ali ingin meraih tangan Ilea, tetapi dengan cepat Ilea menghindar.
"Li, gue pulang dulu, ya?" Tergesa Ilea mencangklong tasnya lalu melangkah lebar keluar dari rumah Ali sambil menyeka air matanya.
Ingin mengejar, tetapi kaki Ali masih terasa nyeri. Akhirnya dia hanya bisa duduk dan menyesali kebodohannya yang sudah memberikan harapan palsu kepada Ilea. Namun, sebenarnya bukan itu maksud Ali, dia pikir selama ini mencintai Ilea, padahal kenyataannya dia hanya mengaguminya karena Ilea mirip dengan Prilly.
***
Malam hari, Ilea menangis sepuasnya di kamar. Dia tak ikut makan malam dan sejak sore, pulang dari rumah Ali, Ilea tak keluar kamar. Ardian dan Vina sampai kebingungan, mereka bergantian membujuknya agar keluar, tetapi tak ada sahutan dari dalam. Orang tuanya sangat cemas, mereka menunggu Ilea, duduk di sofa panjang, di ruang keluarga lantai dua yang ada di samping kamar Ilea.
Sedangkan Ilea yang di kamar sedari tadi tengkurap di tempat tidur, tisu berantakan di lantai dan di kasur. Hanya menangis dan menyesal yang bisa dia lakukan.
"Kak Al, aku kangen banget sama kamu," gumam Ilea di tengah sesenggukannya. "Aku kangen kamu peluk seperti dulu lagi. Aku sadar dan aku menyesal sudah menyia-nyiakan kepercayaanmu. Andai waktu bisa diputar kembali."
Berkali-kali Ilea berusaha menghubungi Al, sayang nomornya diblokir. Akhirnya dia pun meluapkan isi hatinya melalui posting di Instagram.
20 suka
denta_ileana_akleema Terima kasih sudah mengajarkan aku banyak hal. Cinta, kesabaran, dan kesetiaan adalah hal yang paling mahal di dunia ini. Kusadari kamu orang yang paling sabar menghadapiku. Merasa sangat kehilangan, sudah pasti! Aku harap kita masih punya kesempatan untuk bertemu.
_______________
al_zaidan.f Jaga diri baik-baik dan jaga kesehatan jangan sampai sakit.😊
denta_ileana_akleema
@al_zaidan.f Kak Al.😭
ulfha_u Ikut sedihhh Ilea, yang sabar yaa. Kalau jodoh nggak bakal ke mana
safridahnm engga setuju 😭
ghiaputri30 Loh loh ada apa lagi ini @al_zaidan.f@denta_ileana_akleema
rinaaratnareal Ah my couple😭😭jangan putus dongg😭
Tangis Ilea semakin keras setelah membaca komentar Al. Penyesalannya semakin dalam, tak lupa Ilea juga mengganti foto di profilnya.
###########
Duh, kan!😂 Cup, cup, cup, cup. Sini aku peluk Ly, kasihan banget kamu. Malam Minggu ditemani mereka apa rasanya?
Terima kasih untuk vote dan komentarnya. Semoga bisa ngebut, biar cepet selesai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top