Terjalin Baik
Senyum merekah di bibir Ilea di depan ponselnya yang sedang menampilkan wajah Al tersenyum sangat manis. Mereka sedang video call, sekitar satu bulan Ilea tak masuk sekolah karena menunggu hasil kelulusan. Ilea duduk di tempat tidur, bersila sambil memangku gitar. Dia menyanyikan lagu Aku Pergi yang dinyanyikan oleh Karis Alika Islamadina. Namun, setiap kata 'aku' diganti Ilea dengan 'kamu' yang menunjukan jika lagu itu harusnya dinyanyikan Al untuk Ilea.
Kamu pergi
Bukan berarti tak setia
Kamu pergi
Demi untuk cita-cita
Maaf bila
Mungkin kita harus terpisah
Relakanlah
Mungkin ini sudah takdirnya
Kau tak ingin ada benci
Kau tak ingin ada caci
Yang kau ingin kita selalu
Baik-baik saja
Kenangan kita tak kan kau lupa
Ketika kita masih bersama
Kita pernah menangis
Kita pernah tertawa
Pernah bahagia bersama
Semua akan selalu kau ingat
Semua akan selalu membekas
Kita pernah bersatu dalam satu cinta
Dan kini kita harus terpisah
Kamu pergi
Ho-oo-ooo
Kamu pergi
Kamu pergi
Ho-oo-ooo
Kamu pergi
Ho-oo-ooo
Kau tak ingin ada benci
Kau tak ingin ada caci
Yang kamu …
Prok prok prok
Al bertepuk tangan, dia memang sudah rindu mendengar suara merdu Ilea saat bernyanyi.
"Yang mutusin kan aku, harusnya aku yang nyanyi itu." Al menggoda Ilea.
"Aaaah, Kak Al ... jangan diingetin, nangis nih aku." Bibir Ilea cemberut sangat menggemaskan. Al di seberang tertawa terbahak.
"Wajahnya jangan gitu dong, biasa aja. Pengin banget sih!"
"Pengin apa?" sahut Ilea cepat.
"Mmm ... apa, ya?" Al pura-pura menatap ke atas dan sok berpikir keras sambil mengelus-elus dagunya.
"Ish, kelamaan jawabnya." Ilea sebal, bibirnya semakin manyun.
"Gimana hubungan kamu sama Ali? Sampai mana kalian?" tanya Al yang sebenarnya nyeri hatinya membahas soal itu.
"Ali?" Ilea mengerutkan dahi. "Emang ada apa aku sama Ali?"
"Bukannya kalian sudah jadian?" Al terlihat bingung dan mengerutkan dahi dalam.
"Hah! Jadian sama Ali? Kak Al ngaco! Aku sama Ali itu cuma temenan doang, orang dia sudah punya pacar kok."
"Oh, iya?" Al terkejut melebarkan matanya, ada sedikit rasa bersalah dan menyesal dalam hati.
"Iya, pacar Ali namanya Prilly."
"Oh, begitu? Maaf aku nggak tahu," ucap Al menunduk merasa bersalah.
"Ih, Kak Al apaan sih! Biarpun kita sudah putus, tapi kita masih bisa adik-kakakan, kan?"
"Iya-iya. Terus kapan pengumuman kelulusannya?"
"Mmm ... besok aku ke sekolah, katanya sih pengumumannya besok. Doain aku lulus dengan nilai terbaik, ya, Kak Al."
"Pasti. Oh, iya, aku mau ke kampus dulu. Pulang kampus aku VC lagi, ya?"
"Siap! Hati-hati kakakkuuuuuu." Bibir Ilea sampai monyong.
"Hahahahahaha," gelak tawa Al pecah. "Oke adikku. Tidur siang saja sana! Mau ngapain kamu? Nggak ada kerjaan juga."
"Ih, kata siapa nggak ada kerjaan? Aku tuh mau ke rumah Kak Al tahu!"
"Mau ngapain?" Al mengerutkan dahinya.
"Mau nganterin jaket Bunda."
"Jaket Bunda? Kok bisa di kamu?"
"Iya. Kan kemarin kami habis shoping."
Al menepuk jidatnya. "Kebiasaan kalian nggak berubah, ya? Shopiiiiiiiiing teruuuuus!"
"Bunda yang ngajakin, masa sih aku nolak? Kan aku juga nggak ada kegiatan, daripada bengong di rumah, ya sudah, aku mau aja."
"Iya nggak apa-apa sih, cuma kalau kamu nggak butuh, jangan dibeli. Beli saja yang memang kamu perlukan. Belajar hemat biar nanti kalau sudah nikah bisa mengontrol pengeluaran dan membaginya untuk keperluan yang penting dulu."
"Ciyeeeee ... Pak Dokter bahas nikah. Emang sudah mau nikah, ya? Sama yang itu?" goda Ilea sambil mengerling. Dalam hati Ilea sebenarnya ada perasaan tak rela dan cemburu.
"Sama kamu aja gimana?" Al menaik-turunkan kedua alisnya sambil tersenyum lebar.
Pipi Ilea bersemu merah, dia malu lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Hahahahahaha." Al kembali tertawa lepas. "Sudah ah, aku mau siap-siap. Salam buat Bunda kalau kamu mau ke rumah."
"Siap!"
Video call mereka pun berakhir, hubungan mereka semakin dekat dan lebih intens setelah putus.
"Ya Allah, jagalah hatiku, jangan sampai kembali merasa sakit untuk ketiga kalinya." Ilea susah payah mengontrol perasaannya, supaya cintanya kepada Al tak kembali bersemi. Namun, bagaimana jika rasa cinta itu masih ada?
***
Wajah semua siswa di ruangan itu terlihat tegang. Ulfha, Ilea, dan Safridah saling bergenggaman tangan erat. Pagi ini semua siswa yang sudah mengikuti ujian akan menerima hasilnya, pengumuman kelulusan akan dibagikan secara langsung yang tertulis di selembar kertas dalam amplop.
"Gue deg-degan banget nih," ucap Ilea sedari tadi duduk gelisah, kaki terus digerakkan agar rasa gugupnya sedikit berkurang.
"Lo mah pinter, Ly. Seenggaknya pastilah lulus. Lah, gue sama Safridah? Nilai harian aja dapat delapan senengnya setengah mati." Ulfha menimpali ucapan Ilea yang pesimis.
Sebuah tangan mengelus pundak Ilea, sambil berkata, "Tenang, Ly. Gue yakin lo lulus dengan nilai terbaik."
Ilea menoleh sambil tersenyum dan berucap, "Aamiin. Makasih, Li."
"Denta Ileana Aleema!" Seorang pria berdiri di depan para siswa yang duduk di ruangan itu memanggil Ilea dengan suara tegas dan keras.
Sebelum melangkah maju, Ilea menarik napasnya dalam. Jantungnya berdebar-debar kencang. Saat sampai di depan dan berhadapan dengan guru yang sudah tiga tahun mendidiknya di sekolahan itu, detak jantungnya semakin tak terkontrol.
Senyum lebar terlihat puas terukir di bibir guru itu. Dia memberikan amplop putih kepada Ilea sambil menjabat tangannya dan berucap selamat dan dibalas Ilea dengan ucapan terima kasih. Setalah menerima amplop, Ilea keluar. Di luar ruangan, sudah banyak siswa yang bergembira sampai menangis bersujud syukur dan ada pula yang menangis sedih lantaran tak lulus. Ilea duduk di teras kelas, dia mengeluarkan ponselnya dari saku seragam OSIS lalu video call Al.
Yang di seberang sana merasa tidurnya terusik. Tengah malam di Paris, Al harus membuka mata dan menerima video call dari Ilea.
"Apa adik kecilku," sahut Al dengan suara serak, tetapi tetap terdengar maco.
"Maaf, ganggu tidur Kak Al," ucap Ilea tak enak hati.
"Nggak apa-apa. Sudah pengumuman, ya?" Al bangkit dari tidurnya, menyalakan lampu kamar agar Ilea dapat melihat jelas wajahnya yang masih berantakan khas orang bangun tidur, tetapi masih terlihat tampan.
"Sudah, ini amplopnya." Ilea memamerkan aplomnya di depan ponsel.
"Terus hasilnya?"
"Belum aku buka." Ilea menunduk.
"Kenapa?" Al mengerutkan kening bingung.
"Takut nggak lulus. Tadi lihat teman ada yang nangis karena nggak lulus, jadi aku takut mau buka."
"Ya Allah." Al mengusap wajahnya dan menarik napas panjang. "Kalau nggak dibuka, mana tahu hasilnya, Dedek Gemes."
"Kalau aku nggak lu---"
"Optimis, pasti lulus!" Al menyerobot ucapan Ilea. "Kamu buka, kita lihat bareng-bareng, kalau hasilnya bagus, aku janji besok pagi pesan tiket untuk pulang ke Indonesia dan aku bakalan nemenin acara perpisahan kamu. Gimana?"
Hati Ilea berbunga-bunga, matanya berbinar dan bibir tersenyum sangat manis.
"Serius?" tanya Ilea tak dapat menutupi kebahagiaannya.
Untuk membuktikan kepada Ilea, Al mengambil laptop dan menyalakannya. Dia membuka aplikasi yang biasa digunakan untuk memesan tiket pesawat.
"Masih nggak percaya? Tinggal klik, transfer, tiket pulang tergenggam. Ayo buka, kalau hasilnya bagus, aku klik pesan."
Dengan perasaan bahagia, Ilea membuka aplop itu lalu merentangkan selembar kertas yang ada di dalamnya. Isinya rekapan nilai yang tertulis lulus. Al sudah dapat menebak dari raut wajah Ilea yang berubah sempringah.
"Aku bilang apa, pasti lulus. Lihat hasilnya," pinta Al.
Segera Ilea memamerkan kertas itu di depan ponselnya. Seperti janji Al, dia pun mengeklik tulisan pesan di laptopnya. Artinya, nilai Ilea memuaskan dan Al besok pagi akan terbang ke Indonesia.
***
Paginya, hati Ilea berbunga-bunga, seperti dulu saat menanti kepulangan Al. Namun, suasana hatinya terganggu setelah melihat instory Al.
"Aku pikir Kak Al bakalan pulang sendiri. Ternyata sama Kak Alyssa." Sedih dan ada perasaan kecewa dalam hati Ilea. "Kenapa aku sedih, ya, lihat Kak Al sama Kak Alyssa? Harusnya aku ikut bahagia kalau lihat Kak Al sudah bahagia sama pilihannya." Ilea menarik napasnya dalam dan mengembuskan pelan. Dia berbicara pada dirinya sendiri. "Ily, kamu sama Kak Al cuma adik-kakak, nggak bakalan Kak Al ngasih kamu kesempatan lagi, dia sudah bahagia sama Kak Alyssa. Semangat Ily!"
Walaupun hatinya tak yakin, tetapi Ilea tetap memaksa untuk yakin jika Al dan dirinya hanya sebatas kakak-adik.
Entah mengapa hati Ilea antara dibuat bahagia sekaligus panas. Postingan Al menyayat hatinya, tetapi caption itu sedikit melegakan perasaan Ilea. Apa maksud semua itu?
6 suka
al_zaidan.f See you Jakarta 👋 and ... the owner of hazel👀.
Tak terasa air mata Ilea menetes melihat postingan mesra Al.
"Aku iri sama Kak Alyssa. Dulu kamu juga bersikap manis padaku, tapi sekarang kita hanya bisa bercanda, curhat layaknya adik ke kakaknya. Bolehkah aku protes pada takdir-Mu, Tuhan?"
Karena tak tahan melihat postingan Al, Ilea pun memosting foto mata Al di instory untuk menyindirnya.
Setelah menunggu, tak ada respons apa pun dari Al. Ilea kesal dan mengomel, lalu dia memosting fotonya sendiri dibumbui caption yang juga menyindir Al.
***
Sebelum sampai di Indonesia, pesawat yang ditumpangi Al dan Alyssa transit di salah satu negara. Mereka menunggu pemberangkatan berikutnya di kafe bandara. Senyum merekah di bibir Al saat membuka Instagram-nya dan melihat postingan Ilea. Gatal rasanya jari Al, segera dia mengomentarinya.
9 suka
denta_ileana_akleema Aku nanti dia ... pemilik hazel👀.
________________
al_zaidan.f Dedek Gemeeeeees.😝
denta_ileana_akleema
@al_zaidan.f 😬
al_zaidan.f
@denta_ileana_akleema 😆
Melihat sang kekasih memainkan ponselnya sambil tersenyum sempringah, Alyssa pun curiga.
"Ehem! Happy amat kayaknya," sindir Alyssa sambil meniup teh panasnya.
Sekilas Al menatap Alyssa sambil tersenyum, lalu dia mengusap layar ponselnya yang menampilkan wajah Ilea dengan ibu jari.
"Spesial banget, ya, Ily?" Lagi-lagi Alyssa menyindir.
"Apaan sih! Kamu cemburu?" Al menegakkan duduknya sambil menatap Alyssa santai.
Sebelum menjawab, Alyssa meletakkan cangkir tehnya di meja. Dia menatap binar di sorot mata Al yang tak biasa. Kali ini terlihat lebih bahagia dibandingkan dengan hari yang lalu saat bersamanya.
"Apa sangat spesial dia buatmu? Sampai kamu rela mendadak pulang ke Indonesia." Alyssa bertanya masih tetap menatap kedua mata Al.
"Wajar dong, siapa yang nggak seneng lihat adiknya lulus dengan nilai terbaik seangkatan?"
"Kalau itu terjadi kepada Qodir, apakah kamu akan melakukan hal ini juga?"
Sejenak Al berpikir. Belum tentu jika Qodir yang lulus dengan nilai terbaik, dia akan melakukan hal seperti saat ini. Namun, entah mengapa Al rela melakukannya demi Ilea.
"Iya, aku akan melakukannya," dusta Al mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menghindari tatapan intens Alyssa.
Sebenarnya Al berencana pulang ke Indonesia sendiri. Namun, saat Al berpamitan kepada Alyssa, Alyssa justru memaksa bareng dan memajukan jadwal keberangkatan ke Indonesia yang harusnya masih dua hari lagi. Alyssa punya acara pertemuan penting di Indonesia, makanya dia harus pergi. Diam-diam Al mengirimkan pesan kepada Ilea.
Miss you, Dedek Gemes. See you tomorrow.
#########
Kalau masih cinta mah susah. Kedoknya aja adik-kakak, tapi hatinya masih sayang-sayangan.😆
Selamat menikmati akhir pekan kalian. Sampai jumpa di bab berikutnya, ya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top