Rahasia Kita
Di koridor sekolah, Ali berlari mengejar Ilea yang berjalan bersama Ulfha.
"Ilya!" teriaknya sambil berlari.
Ilea menoleh, saat melihat Ali yang mengejar, langkah kakinya dipercepat.
"Ly, kenapa sih, buru-buru?" protes Ulfha yang mulutnya penuh dengan pentol cilok.
"Sudah, jangan protes." Ilea menarik tangan Ulfha agar mengikuti langkahnya.
Uhuk uhuk uhuk
Ulfha tersedak, terpaksa langkah mereka terhenti dan Ilea membantu Ulfha mengusap-usap punggungnya.
"Makanya kalau makan tuh jangan sambil jalan," omel Ilea seraya menyodorkan es tehnya yang dikemas dengan plastik.
Dengan cepat Ulfha menyedot es teh itu, dia mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Setelah napasnya teratur, dia pun membantah Ilea, "Lo juga sih, sudah tahu gue lagi makan cilok, tangan malah ditarik-tarik."
"Iya, maaf. Gue ...."
"Ly, kenapa sih, malah kabur?" Belum juga Ilea meneruskan ucapannya, Ali sudah sampai di samping Ilea dan memotong percakapannya dengan Ulfha.
Napas Ali tersengal, keringat mengalir di pelipisnya. Seragam putihnya pun berantakan dan sudah keluar dari celana abu-abunya.
Tanpa menggubris pertanyaan Ali, Ilea menarik tangan Ulfha. Tapi, dengan cepat pergelangan tangan Ilea ditahan Ali. Entahlah, saat kulit itu menyentuh kulitnya, ada sesuatu yang sejuk masuk ke dalam diri Ilea membuat jantungnya berdebar-debar tak keruan. Berdegup dag, dig, dug, seperti genderang yang ditabuh. Ilea termangu, lantas Ali memaksa memutar tubuhnya supaya menghadap dia.
"Apa salah gue sama lo, Ly? Kenapa sih, lo kesannya hindari gue? Apa kita punya masalah?" tanya Ali bertubi-tubi.
"Nggak kok, gue cuma lagi males sama lo," jawab Ilea dengan wajah sok dibuat ketus tapi mata tak berani memandang wajah Ali.
Kedua alis tebal Ali bertautan, lantas dia berucap, "Kenapa? Gue salah apa sama lo?"
"Pikir saja sendiri," ucap Ilea ingin berpaling tapi kedua bahunya dicegah Ali.
"Ngomong, apa salah gue?" Ali mendesak, Ulfha yang berdiri di samping mereka bersikap tak acuh, dia sudah terlalu sibuk dengan es teh dan ciloknya.
"Li, bisa nggak sih, lo jangan deket-deket gue lagi?"
"Nggak bisa," jawab Ali cepat.
"Iiiih!" Ilea mengentakkan kakinya di tanah.
"Emang kenapa? Apa gue bawa wabah yang bisa menular?" Ali bingung dengan sikap Ilea sekarang.
"Bukan itu, cuma Kak Al nggak suka lihat kita deket."
"Cuma itu alasannya? Siapa dia?"
"Pacar gue."
"Iya, gue tahu. Maksudnya, dia kan baru pacar lo, bukan suami lo, ngapain sih over protektif begitu?"
"Ya karena dia nggak mau kehilangan gue."
"Segitunya, baru pacaran. Bisa saja putus di tengah jalan. Yang sudah nikah saja bisa cerai, lah ini ... baru pacaran."
"Ih, Ali! Lo nyebelin banget sih." Ilea nampar lengan Ali pelan.
"Kita kan temenan, ngapain sih dia ngelarang-ngelarang gitu? Apalagi dia jauh, kalau ada apa-apa sama lo di sini, nggak mungkin juga kan dia bisa langsung datang? Yang pertama akan nolongin lo tuh, yang ada di depan mata lo sekarang." Dalam hati terdalam Ali, berharap Ilea memandangnya lebih dari teman.
"Ly, panas nih. Ngapain sih kalian ribut di sini? Nyingkir yuk! Cari tempat yang adem, di bawah pohon sana loh, kan gue bisa nunggu kalian sambil duduk," sela Ulfha yang sudah kepanasan dan camilannya pun sudah habis.
"Gue traktir siomay deh, mau nggak?" tawar Ali yang ada maksudnya.
"Mau! Sama es sirup, ya, Li?" pinta Ulfha tak memahami maksud Ali.
Padahal Ulfha dimanfaatkan Ali supaya dia tidak pulang lebih dulu. Kalau dia pulang, berarti Ilea juga ikut pulang bareng dia, artinya Ali tidak bisa puas mengobrol dengan Ilea.
"Sip, beres. Yuk!" Ali tersenyum sangat manis, Ulfha berjalan lebih dulu. Tapi tidak untuk Ilea, dia masih bergeming di tempatnya, banyak hal yang Ilea pikirkan, dia takut Al akan tahu lagi tentang kedekatannya dengan Ali, bisa-bisa Al bakalan ngambek dan tidak mau lagi menghubunginya.
"Heh, malah ngelamun." Ali menggerakkan bahu Ilea, tanpa persetujuan Ilea, tangan Ali menarik lengannya, mau tidak mau langkah kakinya pun ikut bersama Ali dan Ulfha yang keluar dari gerbang sekolah untuk mencari lokasi penjual siomay.
Penjual jajanan berjejer di depan sekolahan, ada yang berjualan menggunakan gerobak dorong, lapak yang berjajar meja dan kursi, dan gerobak yang diletakkan di atas motor. Ulfha tinggal memilih karena banyak yang menjual siomay dan batagor di sana.
"Li, sana aja, ya?" tunjuk Ulfha di lapak dengan atap tenda kain bewarna putih, beberapa meja berukuran kecil tertata rapi di trotoar, dan tempat duduk lesehan di bawah pohon pinggir jalan yang teduh.
"Ya, boleh-boleh," ucap Ali berjalan sambil menggandeng tangan Ilea agar tidak kabur, yang digandeng hanya pasrah dan mengikuti kemauan teman baiknya yang akan ditraktir Ali.
Wajah Ulfha semperingah, lantas dia memesan siomay dan es sirup.
"Berapa, Li?" tanya Ulfha menoleh Ali dan Ilea yang sudah duduk di lesehan saling berhadapan, hanya terbatas meja kecil berukuran lebar kurang lebih 1.5 meter.
"Tigalah, emang lo mau makan sendiri?" jawab Ali.
"Hehehehe, kirain kalian nggak mau." Ulfha menyengir dan cengengesan. "Bu, siomay tiga sama es sirup tiga." Ulfha pun memesan.
Setelah mendapat jawaban dari penjual, lalu dia duduk bergabung dengan Ali dan Ilea.
"Masih nggak mau ngomong?" tanya Ali sangat lembut karena sedari tadi Ilea hanya merunduk memainkan gelas emas di tangannya, kado ulang tahun dari Al saat usianya 17 tahun beberapa bulan lalu.
"Mau ngomong apa?" jawab Ilea yang entah kenapa sangat berat mengangkat kepalanya menatap Ali.
"Ya, terserah lo, Ly. Kayak biasanya saja. Emang biasanya gimana?" ujar Ali masih terus berusaha memulihkan keadaannya bersama Ilea supaya kembali seperti biasa.
"Kalian nih kenapa sih?" Ulfha menatap Ali dan Ilea bergantian. Dia bingung melihat sikap mereka.
"Tanya aja sama Ilya," sahut Ali.
"Kenapa, Ly?" Ulfha menggoyangkan lengan Ilea.
"Nggak apa-apa," jawab Ilea tetap menunduk.
"Ya sudah, kalau lo masih marah sama gue." Ali menghela napas dalam dan mengembuskan pelan.
"Bukan gitu, Li. Gue cuma menjaga perasaan Kak Al." Ilea kali ini memberanikan diri menatap mata Ali yang menyorotkan suatu hal. Tapi, Ilea tak dapat mengartikan tatapan lembut Ali itu.
"Menjaga perasaannya, bukan berarti lo jaga jarak sama gue, Ly. Dia aja yang pencemburu."
Terdiam, Ilea memikirkan ucapan Ali. Apa iya Kak Al cuma cemburu? Batin Ilea menimbang pemahamannya.
"Ly, kita kan semua temen. Kalau Kak Al membatasi pergaulan lo, gimana lo bisa punya banyak teman?" Kali ini Ulfha angkat bicara.
"Nah, betul itu, Fha. Tos dulu." Ali mengatakan tangannya lalu mereka bertos.
"Iya, gue minta maaf, Li. Tapi, lo janji dulu sama gue," ucap Ilea.
"Apa?" sahut Ali.
"Kalau lo mau posting foto gue, jangan tag Instagram gue, ya?"
"Cuma itu?" tanya Ali.
"Iya," jawab Ilea.
"Siap! Gampang, Kurcil, kalau soal itu." Ali menyetujui, mereka berjabat tangan untuk menerima kesepakatan itu. Ditambah Ali mengacak rambut Ilea, saat itu hati Ilea berdesir dan sontak muncul perasaan aneh.
***
Sampainya di rumah, Ilea langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidur. Melayang-layang ingatannya tentang Ali.
"Jantung gue kenapa, ya?" gumam Ilea menyentuh dadanya. Dia teringat saat Ali mengacak rambutnya, masih terasa tangan Ali menyentuhnya lembut. Ilea lalu mengambil ponselnya yang masih ada di dalam tas, lalu mengunggah foto di Instagram menggunakan foto lamanya. Ilea memosting foto dengan caption yang menggambarkan perasaannya saat ini.
13 suka
denta_ileana_akleema Yang diacak rambut gue, kenapa yang berantakan hati gue? Apa coba salah hati gue?😬
_______________________
ulfha_u Hatinya abis diapain Ilea? Kok sampai berantakan
denta_ileana_akleema
@ulfha_u habis diacak-acak sama Kak Al. Hahahaha 😄
ulfha_u
@denta_ileana_akleema hahaha kasian, tapi sekarang udh seneng kan dah balikan
ghiaputri30 Cieee yg udah baikan tapi kenapa masih galau terus sihh??
Setelah membalas komentar dari teman-temannya, Ilea pun meletakan ponselnya. Dia menghela napas panjang, sejenak memejamkan mata dan membayangkan perlakuan manis Ali kepadanya selama ini. Biarpun Ali terkadang bikin dia jengkel, tetapi Ilea nyaman berada bersamanya.
Dentingan WhatsApp mengusik bayangannya, segera tangan putih nan mulus itu menggapai ponsel yang tergeletak di samping kepala. Ilea membuka chat dari Ali.
Lagi apa?
Berbaring.
Keluar yuk!
Ke mana?😟
Mana aja, asal sama lo. Ke pelaminan juga boleh.😋
Seperti tertarik secara otomatis, bibir Ilea tersungging senyuman sangat manis. Hatinya berbunga-bunga, entahlah, Ilea merasa dibuat gila oleh Ali.
Oke deh. Tunggu 30 menit, gue mau mandi dulu.
Siap, Kurcil. Gue OTW ke rumah lo.
Oke.
Chat berakhir, Ilea pun bergegas ke kamar mandi membersihkan diri.
***
Taman kota tempat yang mereka tuju, sore begini banyak pengunjung dengan berbagai aktivitasnya sehingga membuat tempat itu ramai. Dari olahraga sampai urusan perut, ada di situ. Beberapa orang asyik bermain skateboard, ada juga komunitas sepeda BMX, dan siapa pun bisa bermain di sana secara gratis karena tempat itu terbuka untuk umum. Kereta, becak mini, skuter, dan bianglala banyak anak-anak yang menikmatinya.
"Tempatnya asyik, ya, Li?" ujar Ilea menyapu pandangannya. Senyum merekah tak pudar dari bibir merahnya, beberapa kali Ali sengaja mengambil foto Ilea secara diam-diam dengan kameranya yang dikalungkan di leher.
"Ke sana yuk!" ajak Ali menunjuk salah satu tempat yang unik dan instagramable. Tembok sebagai pembatas lahan digambari dengan berbagai karakter dan dicat warna-warni.
Mereka berjalan beriringan ke tempat itu, ini kali pertama Ali mengajak Ilea ke taman.
"Ly, lo pose di sana. Gue foto lo," pinta Ali menunjuk ke salah satu tembok.
"Hah? Gue nggak bisa pose ala model, Li."
"Ah, bisa. Asal gerak saja, kayak lo swafoto." *catatan kecil : swafoto adalah foto sendiri atau mengambil foto dengan usaha sendiri. Kata ini muncul sebagai kata serapan dari selfie.
"Oke deh." Ilea berjalan sambil berjingkrak seperti anak kecil, dia berpose menggemaskan. Kedua tangannya mengapit pipinya yang chubby dan kepala merunduk sambil mata terpejam tetapi bibir tersenyum lebar.
Beberapa kali Ilea berganti-ganti pose, Ali pun berkali-kali mengambil gambarnya.
"Sudah ah, cape," keluh Ilea mendekati Ali yang sedang fokus melihat-lihat hasil fotonya.
"Ya sudah, mau makan nggak?" tanya Ali lembut mengacak rambut Ilea, lagi-lagi sikap Ali itu membuat jantung Ilea berdebar-debar tak keruan.
"Maulah! Dari tadi pulang sekolah gue belum makan," jawab Ilea dibikin sok biasa, padahal dalam hati perasaannya sudah tak teratur.
"Ayo!" Ali merangkul Ilea pergi ke salah satu penjual nasi goreng dan mi goreng yang sudah membuka tendanya di salah satu deretan penjual makanan.
Setelah memesan dua piring nasi goreng dan dua gelas es teh, mereka pun duduk di bangku. Sembari menunggu, Ali tak bosan-bosan memandang Ilea.
"Ly," panggil Ali memecah kecanggungan di antara mereka.
"Hm," jawab Ilea hanya bergumam, namun mata indahnya menatap lembut Ali.
"Lo kalau begini cantik, kayak masih SMP," puji Ali setengah meledek.
"Lo ngeledek gue atau muji gue, Li? Soalnya dari kata-kata lo tadi bedanya tipis."
"Hahahaha, emang lo cantik kok, Ly. Serius, gue nggak peres." Ali mengangkat kedua tangannya seperti membentuk huruf V yang tandanya yakin.
"Apaan sih!" Ilea senyum-senyum tak jelas, pipinya terasa panas dan wajahnya berubah merah bak kepiting rebus.
Senyum manis terukir di bibir Ali karena sukses membuat Ilea luluh.
"Sayang, lo sudah punya pacar."
Deg!
Seperkian detik jantung Ilea seperti berhenti berdetak, Ali seperti mengingatkan janji Ilea kepada Al. Bibirnya seperti terkunci rapat, Ilea tak mampu bicara apa pun.
"Tapi." Ali meraih tangan Ilea yang ada di atas meja, "gue akan selalu ada buat lo, biarpun lo nggak menginginkan gue ada, biarpun bukan gue yang lo butuhin, tetep gue akan selalu ada."
Hati Ilea terenyuh oleh kata-kata manis Ali, matanya menatap ke dalam pupil hitam yang menatapnya lembut. Rasanya hati Ilea tenang dan nyaman.
"Tapi, gue sudah punya Kak ...."
"Kalau kita lagi bareng, please, jangan sebut nama cowok lain kecuali nama gue." Ali langsung memotong ucapan Ilea.
Mendapat kode penuh arti tersebut, Ilea paham. Dia mengangguk mengiyakan permintaan Ali. Senang bisa menyentuh langsung tangan Ilea dan bisa berbincang tanpa ada gengsi. Perasaan Ali sedikit lega, meskipun sadar, dia tetap bukanlah siapa-siapa Ilea.
"Ini rahasia kita." Ilea mengangkat jari kelingkingnya.
"Rahasia kita." Ali menautkan kelingkingnya di kelingking Ilea.
***
Malam ini seperti berpihak pada Ali, langit seakan tahu jika hatinya sedang bahagia. Taburan bintang menghiasi malam ini. Setelah mengantar Ilea pulang, dia bergegas membersihkan diri dan berbaring di tempat tidur. Ali menggapai ponselnya yang ada di nakas, dia memosting sebuah foto.
15 suka
arga_ali.w Kita ibarat sandal jepit, selalu jalan bareng, tapi nggak bisa bersatu. Menyedihkan!😬
______________________
ulfha_u satu kata untukmu, sabar.
dilla_fadddd Pelukk alii🙌🙌🙌🙌🙌
angelia_sari1011 Nyesekk bangett 😢
ebiiefebriana Tapi kan saling melengkapi, kalo cuma sebelah jadi sandal bekas doank, di jual juga gak laku
arga_ali.w
@ebiiefebriana ini beda, Tan.😢 Kami malah semakin jauh, dia menghindariku terus. Salahku apa?
ghiaputri30 Sabar Li,jodoh gak bakal kemana ko kalo memang kalian berjodoh pasti ada jalan buat bersatu.😊
rinartn02 Masih ada kesempatan kok😊😂
Saat asyik membalas komentar, chat melalui WhatsApp masuk. Ternyata dari Ilea.
Maksud postingan lo apa, Li? Dan kita kan sudah baikan, kenapa ngomongnya sama Tante Ebie begitu?
Seperti tak terima dengan jawaban komentar Ali pada tantenya, Ilea memprotes.
Nggak apa-apa, sekadar posting aja. Maaf, kan memang begitu kenyataannya.
Kita kan udah baikan, gue juga udah nggak hindari lo.
Iya-iya, apa perlu nih gue klarifikasi di IG kalau sekarang kita ....
Ali sengaja menggantung tulisannya.
Lo mau bikin se-Indonesia raya gempar, Li?
Kalau perlu gue akan guncang dunia.
Ih, Ali! Jangan gitulah, cukup kita yang tahu. Ini rahasia kita, jangan sampai ada yang tahu.
😆Hahahaha, oke-oke, Sayang.😘
Setelah itu tidak lagi ada balasan dari Ilea. Hati Ali sudah cukup bahagia dengan keadaan mereka yang sekarang. HTS alias hubungan tanpa status, mungkin akan menyakiti salah satu pihak, tapi mau bagaimana lagi? Mereka merasa nyaman dan cocok.
###########
Siapa yang korban HTS? Jujur! Hahahaha.
Terima kasih komentar dan like-nya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top