Please Stay With Me

Dua tahun berlalu, hubungan Al dan Alyssa masih berjalan datar dan mengalir apa adanya. Al sekarang sibuk menjadi koas di salah satu rumah sakit Jogjakarta, sedangkan Alyssa menjadi koas di klinik 24 jam, masih dalam satu wilayah dengan Al. Beberapa bulan lalu Al memutuskan untuk pulang ke Indonesia setelah lulus kuliah selama 4 tahun di Paris. Sejak tahu Ilea kuliah di Jogja, diam-diam Al jauh hari mempersiapkan diri mencari informasi rumah sakit di Jogja yang mau menerimanya menjadi dokter muda di sana. Sekadar informasi saja, koas saat ini diubah menjadi sebutan dokter muda.  Namun, sebetulnya sama saja, jadi penguntit konsulen. 

Sekarang, Al terjun praktek menjadi koas sebelum nanti ujian lagi menjadi dokter sungguhan. Perjalanannya masih panjang, Al dan Alyssa harus bersabar, sebelum menjadi dokter. Dokter muda belum boleh menulis di rekam medis pasien. Jika strata tenaga medis diurutkan dari yang paling tinggi yaitu dokter sub spesialis, residen dokter subspesialis, dokter spesialis, residen dokter spesialis, perawat spesialis, dokter umum, perawat senior, perawat pra senior, perawat hampir senior, perawat junior, koas. Jadi, sudah tahu, kan, di mana posisi Al sekarang? Masih butuh waktu dua tahun untuk menyelesaikan praktik koas supaya benar-benar menjadi dokter.

"Darling, mau makan di mana?" tanya Alyssa ketika mereka mencari tempat makan untuk mengisi perut siang ini.

"Di gudeg biasanya saja, ya?" jawab Al kembali fokus menyetir.

Semakin lama, perasaan Al kepada Alyssa hambar. Namun, Al bingung jika ingin mengakhiri hubungan ini. Al terlalu takut menyakiti perasaan Alyssa yang selama ini sudah berusaha melakukan terbaik untuknya.

Ting!

Suara chat masuk dari WhatsApp Al. Namun, tak langsung dia buka ponselnya.

Sampainya di tempat parkir, mereka keluar dari mobil. Al langsung mengecek ponselnya, pertama yang dia buka chat dari Ilea.

Di mana?

Setelah itu, Al langsung membalasnya. Sedikit berbohong untuk menjaga perasaan Ilea yang sudah jauh lebih baik ketimbang dua tahun lalu. Benar-benar Al dilema dalam hidupnya, menjaga dua hati wanita, meskipun harus melukai hatinya sendiri.

"Darling," panggil Alyssa yang sudah di depan pintu rumah makan.

"Iya." Al mendongakkan kepala dan memasukkan ponsel di saku celana.

"Ayo!" ajak Alyssa menarik tangan Al dan menggandeng lengannya.

Mereka masuk ke rumah makan itu, mencari tempat duduk. Setelah pesan dan saat menunggu makanan datang, Alyssa memerhatikan wajah Al yang lesu seperti ada sesuatu yang dipikirkan.

"Darling, kenapa?" tanya Alyssa lembut mengusap lengan Al yang ada di atas meja.

"Nggak apa-apa, cuma cape aja. Banyak kerjaan," jawab Al menghela napas mengurangi sesak di dadanya.

"Gimana Ilea?" tanya Alyssa yang mengetahui kedekatan Al dan Ilea.

Itu karena saat Maya dan Irwan berkunjung ke Jogja, di depan Alyssa pun selalu mengingatkan Al supaya mengawasi dan menjaga Ilea. Al juga menjelaskan kepada Alyssa, perhatian dan kepeduliannya kepada Ilea sebatas kakak kepada adiknya. Namun, apakah Alyssa percaya begitu saja?

"Maksudnya?" tanya Al mengernyitkan dahi.

"Katanya kemarin malam dia sakit. Kamu ke kosannya dan ngantar ke klinik." Alyssa mengingatkan Al kejadian dua hari lalu saat mereka makan malam dan Al harus pergi ke kos Ilea.

"Oh, itu. Alhamdulillah, sudah sehat. Cuma salah makan saja, anaknya memang punya riwayat sakit mag dan pernah tifus."

"Iya, memang kalau orang punya penyakit begitu harus rutin makan. Kasihan, anak tunggal, jauh dari orang tua, pasti sudah biasa dimanja, terus sekarang harus mandiri. Untung ada kamu."

"Jangan mulai membahas sesuatu yang memancing perdebatan di antara kita."

Seketika bibir Alyssa mengatup rapat, jika Al sudah berucap datar sambil menatapnya tajam, Alyssa tak berani melanjutkan ucapannya. Memang Al tak pernah marah padanya, hanya saja Alyssa terlalu takut membuat Al marah dan berujung perpisahan. Alyssa sadar, memulai hubungan dengan Al butuh waktu dan keberanian, dia tak ingin berakhir sia-sia.

***

Di kampus, Ilea merasa terganggu. Kehadiran Rehan, seniornya yang terus mengusik harinya. Sejak pertama pertemuan mereka, dua tahun lalu ketika Ilea ospek, Rehan pada waktu itu menjadi salah satu senior pembimbing, terus menjahilinya. Sampai Ilea sebal dan kesal padanya. Dua tahun berlalu pun Rehan tak berhenti mengejar-ngejar Ilea. Dia berusaha menaklukkan kerasnya hati Ilea. Entah, sejak putus dengan Al, Ilea seperti menutup hatinya. Dia sulit jatuh cinta, tertarik dengan lawan jenis saja rasanya sulit. Saat ini, Ilea hanya fokus belajar dan menyusun masa depannya.

Hubungannya dengan Al baik, Ilea masih menunjukan sifat aslinya yang manja dan kekanak-kanakan jika bersama Al. Cocok dengan sifat Al yang ngemong, penyayang, dan sabar. Namun, jika di depan orang lain, Ilea sok menjadi wanita kuat dan tangguh. Apalagi di depan Rehan, Ilea menunjukkan penolakan.

"Kok nggak dibalas sih!" sebal Ilea karena chat-nya tidak segera Al balas.

Dia duduk sendiri di teras kelas, menunggu dosen yang tak kunjung datang. Sebagian teman-temannya sudah di kelas. Sebal rasanya jika ada mata kuliah siang dengan cuaca panas, malah dosen tak kunjung hadir atau malah tidak hadir.

"Halo, manis." Suara pria yang selalu mengusik harinya muncul.

Pria humoris, berwajah tampan asli Jogjakarta, tinggi badan sekitar 170 sentimeter, dan berkulit sawo matang itu tersenyum sangat manis kepada Ilea.

"Apaan sih!" Ilea langsung membuang muka. Meskipun Ilea menunjukkan sikap ketusnya, tetapi justru Rehan semakin menyukai.

"Jangan ketus gitulah." Rehan menjawil dagu Ilea.

"Biarin!" sahut Ilea mengusap dagunya.

"Cantiknya hilang loh." Masih saja Rehan betah menggoda Ilea, padahal sikapnya seperti itu.

"Bodoh amat!" Saat Ilea ingin beranjak dari tempatnya, Rehan menahan pergelangan tangan Ilea.

"Mau ke mana?"

"Masuk kelaslah!"

"Aku tunggu, ya? Kita pulang bareng." Kedua alis Rehab naik-turun sambil tersenyum lebar.

"Nggak usah!" tolak Ilea mengayunkan tangannya kasar sampai tangan Rehan terlepas dari pergelangan tangannya.

Setelah itu, Ilea masuk kelas. Menatap punggung Ilea, Rehan tersenyum miring.

"Aku bisa bikin kamu takluk padaku. Lihat saja!" seringai Rehan.

***

Kelas pun berakhir, Ilea ke luar kelas sambil melihat ponselnya. Balasan chat Al membuat bibirnya tertarik seperti bulan sabit. Rehan yang sedari tadi menunggunya di depan kelas, melihat itu.

Apa Dedek Gemes? Aku masih kerja, nanti pulang kerja aku ke kosan kamu. Ngampus nyetir sendiri atau naik ojek online?

Segera Ilea membalas chat itu.

Aku baru keluar kelas, Kangkung. Tadi aku naik ojek online, males ngeluarin mobil. Parkiran kos penuh.

Tak ada balasan, mungkin Al masih tugas. Kangkung julukan spesial Ilea untuk Al, kepanjangan dari kakak jangkung. Alih-alih menolak dengan panggilan itu, Al justru senang. Karena ternyata dia masih punya tempat spesial di hati Ilea.

"Ehem!" Rehan berdeham menyadarkan Ilea.

"Astogfirullah haladzin!" Terkejut, Ilea langsung memegang dadanya. Dia menghela napas panjang dan mengembuskan pelan sambil mengusap-usap dada.

"Senyum-senyum begitu, dapat chat dari siapa sih?" goda Rehan mengerling.

"Bukan urusan lo!" Ilea memasukkan ponselnya di tas.

"Kalau aku mau ngurusi urusanmu, gimana?"

"Nggak boleh!" jawab Ilea judes sambil melangkah pergi, Rehan mengikutinya.

"Kamu kok nggak menghargai aku sih. Aku kan sudah menunggumu dari tadi."

"Siapa suruh nungguin gue. Gue nggak minta lo nunggu."

"Ya Allah, masih judes aja. Nggak baik loh nolak kebaikan orang. Ini salah satu rezeki."

"Terserah!" Saking sebalnya dan tidak punya cara mengusir Rehan, Ilea membiarkan pria itu mengikutinya dan mengantarkan sampai kos.

Sampainya di kos, Rehan tak langsung pulang, dia malah duduk di teras kamar kos Ilea. Mau tak mau Ilea pun menemaninya, walau obrolan Rehan kebanyakan tak Ilea respons. Sampai sore, Rehan tak mau pulang, padahal Ilea sudah mengusirnya berkali-kali.

Mobil sedang mengkilap parkir di depan kos, di luar pagar. Bibir Ilea tersenyum lebar saat melihat Al keluar menjinjing plastik putih. Melihat wajah kusut Ilea berubah sempringah, Rehan mengikuti arah pandangnya. Kening Rehan mengerut, dia penasaran dengan pria berkacamata, tinggi, mengenakan kemeja biru muda dimasukkan ke celana kain hitam hingga memperlihatkan gesper bermerek, lengan panjangnya digulung setengah, tampak dewasa dan kalem.

"Hai, Dedek Gemes," sapa Al langsung mengacak rambut Ilea. "Ini, kamu makan nanti." Al memberikan plastik yang dia bawa kepada Ilea.

Setelah menerima, Ilea membuka plastik itu dan menghirup aromanya. "Hmmm ... ayam goreng. Kebetulan aku belum makan. Kangkung kok cuma beli satu sih?"

"Kenapa? Kurang?" tanya Al belum menyadari adanya Rehan di sana.

"Nggak, kamu nggak makan?"

"Oh, aku sudah makan tadi."

"Sama Kak Alyssa, ya?" Ilea langsung menebak, membuat hati Al tak enak.

"Ly." Rehan memberi tanda keberadaannya.

Al langsung menoleh ke samping kiri, dia menatap Rehan tak suka.

"Kangkung, ini Rehan seniorku di kampus." Buru-buru Ilea mengenalkan Al kepada Rehan supaya mulut Rehan tak bicara macam-macam yang akan menyulitkan posisinya.

"Oh, iya." Al hanya merespons singkat dan menganggukkan kepala menyapa Rehan.

"Lebih tepatnya sih calon pacar. Iya, kan, Ly?" tukas Rehan tersenyum menaik-turunkan kedua alisnya kepada Ilea.

"Ih, siapa? Nggak!" sangkal Ilea cepat sambil melirik Al yang wajahnya berubah. Tadi mimiknya terlihat senang, sekarang seperti orang yang menahan sesuatu. Apakah Al cemburu?

"Ya sudah, aku langsung pulang saja, ya?" ujar Al ingin menghindari suasana yang tak membuatnya nyaman.

"Kenapa? Sebentar banget, biasanya sampai mau Magrib baru pulang." Ilea langsung menahan lengan Al.

"Nanti malam saja kalau aku nggak ada kerjaan lagi, ke sini. Kamu lagi ada tamu, takutnya ganggu." Al berucap sambil menahan nyeri di dadanya.

Ketika Al ingin melangkah, genggaman tangan Ilea semakin erat di lengan Al. Ada rasa tak rela jika Al pergi, Ilea menahannya.

"Kak Al," suara Ilea parau seperti ingin menangis.

Kaki yang tadinya siap melangkah jadi terasa sangat berat. Al menghela napas dalam, lalu dia menatap lembut Ilea.

"Apa?" tanya Al bernada sangat lembut.

Rehan yang masih di sana gusar melihat manjanya Ilea kepada Al. Seperti tak biasa, Rehan menemukan sisi lain dari Ilea. Gadis judes dan yang selalu bersikap tak bersahabat padanya, sekarang menunjukan sikap manja kepada pria lain.

"Jangan pergi, please," mohon Ilea dengan sorotan mata berkaca-kaca.

"Ini sudah sore." Al menyisihkan rambut Ilea yang dulu sebahu kini sudah panjang ke belakang telinga.

"Please stay with me." Lagi-lagi Ilea memohon. Ilea melakukan itu supaya Rehan cepat pergi dari kosannya.

Akhirnya Al pun mengangguk, senyum lebar Ilea mengukir bibirnya yang tipis.

"Thank you, Kangkung." Ilea memeluk lengan Al dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Al.

Seperti pupus harapan Rehan, melihat sikap Ilea kepada Al sudah dapat menarik kesimpulan jika mereka memiliki hubungan spesial. Jika tidak, tak mungkin Ilea akan bersikap begitu.

"Ly, aku pulang dulu. Sudah sore," pamit Rehan mencangklong tasnya.

Ini yang Ilea mau, membuat Rehan tak nyaman di kosnya. Kehadiran Al tepat waktu, bukan maksud Ilea memanfaatkan Al, tetapi hanya dengan sepeti ini Rehan mau pergi.

"Iya," sahut Ilea singkat.

Rehan pun menunggangi sepeda motornya lalu pergi.

"Kok kamu bersikap begitu sih sama dia?" tanya Al heran karena tak biasanya Ilea seperti itu kepada orang. Sikap yang tak ramah!

"Aku nggak suka dia, Kangkung. Dia itu ...." Ilea menghentikan ucapannya.

##########

Hayoooo .... Maaf, ya? Nyicil ngetiknya lama. Hehehehe. Terima kasih atas vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top