Ini yang Terjadi
Maaf, ya, Dedek Gemes. Aku nggak bisa antar kamu ke bandara. Aku masih di RS.
Chat Al membuat Ilea lesu. Ilea menarik napasnya panjang lalu mengembuskan pelan.
Iya, nggak apa-apa kok, Kangkung. Semangat kerjanya. Aku pulang Jakarta dulu, ya? Insya Allah Minggu malam sudah balik sini.
Dua hari mereka tidak bertemu, Al sibuk di RS. Ilea pun belum sempat menceritakan masalahnya kepada Al. Dengan berat hati, Sabtu siang Ilea berangkat ke bandara sendiri. Ini bukan yang dia mau, tetapi karena demi keluarga, Ilea terpaksa menurut.
***
Sabtu malam, Ilea bercermin di meja rias. Wajahnya sudah terpoles make up tipis yang tampak natural sesuai kulitnya. Dress merah jambu dan rambut sebahunya tergerai memakai dua jepit di samping kanan, Ilea tampak cantik. Hatinya bersedih, hanya pagi tadi Al menghubunginya, itupun sekadar mengingatkannya bangun untuk salat Subuh. Ilea menggapai ponselnya yang ada di meja rias, dia membuka aplikasi WhatsApp lantas menghubungi Al. Menelepon berkali-kali, tetapi tak ada jawaban. Ilea menarik napasnya panjang dan mengembuskan kasar.
Tuk tuk tuk
Pintu kamarnya terketuk.
"Ly, sudah siap belum?" tanya Vina dari balik pintu bewarna putih yang tertutup rapat. Ilea masih merenung, dia memikirkan sesuatu hingga tak mendengar suara Vina.
Tuk tuk tuk
Kali ini Vina mengetuk lebih keras hingga Ilea yang sedang melamun di depan cermin terkesiap dan langsung menyahut, "Iya."
"Sudah siap belum?" Vina mengulangi pertanyaannya.
"Sudah, Ma." Ilea lekas membuka pintu.
Setelah pintu terbuka, Vina tersenyum sangat manis. Dia menyisihkan rambut Ilea ke belakang telinga.
"Cantik anak Mama," puji Vina, Ilea hanya tersenyum tipis. Namun, hati Ilea sedih karena nasib percintaannya berujung seperti ini.
"Oh, iya. Tamu kita sudah menunggu di bawah. Ayo turun!" Vina menggandeng tangan Ilea. Dia selalu tersenyum memperlihatkan perasaan yang bahagia, bertolak belakang dengan Ilea.
Sedangkan di ruang tamu, terlihat sepasang suami-istri berbincang hangat bersama Ardian. Pria yang ingin dijodohkan dengan Ilea tak terlihat di tengah mereka. Melainkan dia menunggu di teras rumah sambil bercanda dengan seseorang.
"Pa," sapa Vina sesaat dia dan Ilea sampai di ruang tamu.
Ilea tercengang melihat tamu itu. Mulutnya sampai sedikit terbuka, mata Ilea berkaca-kaca, dan wajahnya tampak kebingungan.
"Al!" Maya memanggil seseorang yang menunggu di teras bersama Qodir.
Bergegas Al berdiri dan ketika ingin masuk ke ruang tamu, dia melihat Ilea mematung di samping Vina dengan pandangan yang sulit diartikan. Mata Ilea berkaca-kaca, entah mengapa tiba-tiba kaki Al sangat berat untuk melangkah dan mendekat.
Pandangan Al dan Ilea terkunci, beberapa saat keadaan di sana sunyi. Al setia mematung di tempatnya, dia tampan mengenakan blazer hitam dengan dalaman kaus merah jambu yang tak sengaja serasi dengan dress Ilea. Dia terlihat dewasa dengan kacamata bacanya, aura dokter muda keluar dari jiwa Al. Tak tahan lagi, Ilea langsung berhamburan ke pelukan Al dan menumpahkan air mata yang sulit diungkapkan. Semua tersenyum melihatnya, Al mendekap tubuh mungil Ilea.
"Jahat!" Ilea memukul lengan Al tanpa melepas pelukannya.
Al hanya tersenyum, dia mengelus kepala Ilea.
"Sudah pelukannya, jangan lama-lama, belum sah," sela Maya, Ilea dan Al terperanjat langsung saling melepaskan diri.
Lainnya terkikih melihat wajah Ilea tersipu malu sedangkan Al menggaruk tengkuknya kikuk.
"Kita mulai saja acaranya, bagaimana? Kan sudah lengkap," ajak Irwan.
"Boleh, boleh, boleh. Mari kita duduk." Ardian menyambut bahagia ajakan Irwan.
"Qodir, masuk, Nak," titah Maya dari dalam. Qodir yang sedari tadi masih di teras lalu masuk, duduk di antara Maya dan Irwan.
Sedangkan Al duduk berseberangan dengan Ilea yang diapit kedua orang tuanya. Pandangan mereka sesekali bertabrakan, senyum pun mengembang dan jantung mereka berdebar tak keruan seperti saat pertama bertemu dan mulai jatuh cinta. Pembahasan serius pun terjadi, malam itu rencana besar didiskusikan kedua belah pihak keluarga.
Setelah acara pembahasan, lanjut acara makan malam. Usai makan malam, saat kedua orang tua mereka masih asyik mengobrol di meja makan, Ilea dan Al memisahkan diri. Mereka ke samping rumah, duduk dekat kolam renang, tempat biasa Ardian dan Vina bersantai meluangkan waktu berdua.
"Kenapa Kak Al bohong?" tanya Ilea setelah beberapa menit saling terdiam.
"Bohong apa?" Al bingung sembari menatap Ilea dengan kerutan di dahi.
Dengan pandangan lembut, Ilea menoleh membalas tatapan bingung Al. "Kak Al nggak bilang kalau mau melamar aku. Bohong, katanya sibuk kerja."
Al terkikih lalu mengelus kepala Ilea. "Maaf, ya, Dedek Gemes. Aku takut kamu bakal menolak kalau kuajak balikan. Aku nggak butuh penolakan, jadi aku berunding sama Bunda dan Ayah, meminta pendapat mereka mengenai hal itu. Mereka menyarankan supaya aku langsung melamarmu, yang pastinya aku sudah memastikan jika kamu belum punya pacar."
"Iiiiih ...." Ilea mencubit perut sixpack Al.
"Aw!" Al memekik sambil memegang tangan Ilea yang masih di perutnya.
"Sebel aku!" sungut Ilea antara kesal tapi senang.
"Seneng betul?" sahut Al mengerling dengan senyuman menggoda Ilea.
Pipi Ilea berubah merah, dia malu. "Apaan sih!" elak Ilea mengalihkan pandangan dan mengulum bibir menyembunyikan senyuman malunya.
"Ciyeeeee, malu-malu kucing." Al mencolek pipi kenyal Ilea.
"Iiiiih ... Kak Al! Jangan gitu, aku malu." Ilea menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Al tertawa lepas lalu menarik kepala Ilea supaya bersandar di dadanya dan tubuh Ilea Al dekap. Hangat dan nyaman! Begitulah yang Ilea rasakan. Dekapan yang sudah lama Ilea rindukan. Beberapa menit mereka saling diam menikmati kebersamaan yang sebenarnya sudah lama mereka rindukan.
"Kangkung," panggil Ilea pelan tanpa beranjak dari posisi ternyamannya.
"Hmmm ... apa?" Al menyahut dengan nada suara lembut.
"Kak Alyssa ...?" tanya Ilea ragu.
"Ada apa dengan Alyssa?"
Karena menurut Ilea ini pembahasan serius, dia pun menegakkan duduknya dan menghadap Al.
"Bagaimana hubungan Kak Al sama Kak Alyssa?"
"Aku sama dia sudah beberapa bulan lalu putus."
"Hah! Serius?" Ilea terkejut.
"Iya. Kami bersepakat untuk berpisah."
"Apa karena aku?"
Al menaikkan satu alisnya dan bibirnya tersenyum. "PD banget kamu." Dia mencubit pipi kanan Ilea pelan tanpa menyakitinya.
"Aku merasa bersalah saja jika alasan kalian putus itu karena aku."
"Menjalani hubungan, tapi perasaan tertinggal di mantan tuh nggak enak." Al menyahut sambil mengerling.
"Maksudnya?"
"Aku nggak bisa selamanya bersama Alyssa jika hatiku masih mencintai kamu. Aku nggak bisa melupakan kamu apalagi menghapus perasaan cintaku ke kamu. Meskipun berulang kali aku memaksakan diri untuk belajar mencintai Alyssa, aku nggak bisa. Justru perasaanku sakit. Maaf karena kecemburuanku membuatku bodoh dan meninggalkanmu. Aku menyesal." Al menunduk menyesali keputusannya yang dulu.
"Yang dekat memang selalu ada jika kita butuhkan. Namun, yang jauh lebih pantas untuk dipertahankan. Maafkan aku sempat menghianati kepercayaanmu. Kita sama-sama melakukan kesalahan, sekarang keadaannya telah berubah. Bisakah kita menutup buku lama dan membuka yang baru untuk kita isi dengan kisah yang indah?"
Al menegakkan kepalanya, dia tersenyum dan mengangguk yakin. "Bisa! Kita akan merencanakan ulang apa yang lalu telah gagal. Kita akan susun outline yang indah, tetapi biarkanlah Tuhan yang mengatur skenarionya."
Mendengar ucapan Al, Ilea menyambut bahagia. Saking bahagianya dia langsung memeluk Al.
Percayalah, sesuatu yang terjadi kepada kita, Tuhan sudah memperhitungkan dan selalu berujung manis meskipun awalnya pahit.
"Al." Maya memanggil dari ambang pintu. Bergegas Al dan Ilea melepaskan pelukannya. "Maaf mengganggu," ucap Maya tak enak hati merasa mengganggu kebersamaan mereka.
"Nggak apa-apa, Bun," sahut Al supaya Maya tidak merasa bersalah.
"Kita pulang, yuk! Qodir sudah ngantuk, besok dia sekolah."
"Iya, Bun," sahut Al. Maya lebih dulu masuk ke rumah lalu disusul Al dan Ilea.
Keluarga Al berpamitan, Vina, Ardian dan Ilea mengantar mereka sampai teras. Setelah mobil keluarga Al menghilang dari pandangan, mereka lalu masuk ke rumah. Sampai di ruang tamu, Ilea langsung memprotes Vinda dan Ardian.
"Papa sama Mama kenapa sih bohongin aku? Bilang dijodohkan segala. Kalau tahu Kak Al, kan, aku nggak bakalan nolak."
"Cailaaaaah, Papaaaaa ... ternyata bener dia belum move on." Bukannya menjawab, Vina justru langsung menggoda Ilea.
"Ih, Mama!" Ilea menghempaskan pantatnya di sofa ruang tamu. Ardian dan Vina mengikutinya duduk. "Move on belum tentu melupakan, Ma, Pa. Aku sudah move on, melanjutkan hidupku tanpa dia tapi belum bisa melupakannya. Terus Mama juga bohong, bilang ini perjodohan karena bisnis."
"Memang! Mama nggak bohong soal itu," sahut Vina. "Perusahaan kita merger sama perusahaan Om Irwan. Sekarang Om Irwan yang memegang saham kita. Pernikahan kamu sama Al tidak sekadar menyatukan dua keluarga, tetapi dua perusahaan besar. Harapan kami cuma kamu, Ly."
"Maksudnya, Ma, Pa?" Ilea menatap Vina dan Ardian bergantian.
Sebelum menjelaskan, Ardian menarik napasnya dalam. "Kamu tahu, kan, seberapa besar bisnis Om Irwan? Harapan Papa sama Om Irwan di tangan kamu, Ly. Om Irwan tidak bisa memaksakan kehendak Al yang ingin jadi dokter. Menunggu Qodir? Terlalu lama karena dunia bisnis berputar sangat cepat. Kita ketinggalan sedikit saja, bakalan kalah dengan yang lain. Kamu paham, kan?"
Sejenak Ilea terdiam dan berpikir, dia mencerna ucapan Ardian.
"Iya, Pa. Aku mengerti sekarang."
"Maaf, jika kami membebanimu. Tapi cuma kamu harapan kami satu-satunya saat ini. Papa sama Om Irwan berharap, kamu bisa memimpin perusahaan itu dengan baik dan menghasilkan produk yang bisa unggul dan laku di pasaran saat ini. Zaman sudah berubah, jadi berinovasilah menyesuaikan minat masa ke masa."
Beberapa bulan lalu memang perusahaan Ardian sempat mengalami kesulitan finansial karena beberapa faktor. Salah satunya kalah persaingan produk dan beberapa rekan bisnis yang menanam saham di perusahaannya menarik diri. Hampir saja gulung tikar, untungnya Irwan bersedia membantu dan membeli sebagian saham dan perusahan mereka menjalin kerja sama yang disebut merger.
#############
Alhamdulillah, akhirnya aku bisa melanjutkan. Sekian lama libur hari ini aku bisa menyelesaikan satu bab. Bagaimana puasa hari ini? Masih kuat, kan? Harus!
Terima kasih atas vote dan komentarnya.
Banyuwangi, 14 Mei 2019
Pukul : 14.00 WIB
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top