Harusnya

Mata Alyssa menatap lurus, di dalam mobil, dia melihat Al yang sangat perhatian kepada Ilea, membukakan pintu mobil. Saat bersama Alyssa, Al jarang melakukan hal itu.

"Harusnya aku yang di sana, di posisi Ily. Kamu cintai dan kamu perhatikan. Sayangnya, itu hanya aku yang mengharapkan, bukan kamu, Al." Alyssa menarik napasnya dalam dan mengembuskan kasar mengurangi sesak di dada.

Wajar saja dia masih cemburu melihat Al dengan Ilea dekat karena tidak mudah menghapus perasaan cinta itu.

"Kak Al, bukannya itu mobil Kak Alyssa?" Ilea melihat mobil Alyssa terparkir di bawah pohon, sedikit jauh dari rumah minimalis Al.

Al menoleh dan memerhatikan. "Iya, itu mobil Alyssa. Sejak kapan di situ?"

"Mungkin Kak Alyssa mau ke sini, tapi lihat aku nggak jadi. Kak Al samperin deh." Ilea belum tahu jika Al dan Alyssa sudah putus.

"Sebentar, ya?" Al pun berlari kecil menghampiri mobil Alyssa.

Melihat Al mendekati mobilnya, Alyssa buru-buru menyalakan mesin mobil. Al mengetuk kaca jendela mobil Alyssa, dadanya masih bergetar setiap melihat Al. Cintanya masih besar untuk Al, tetapi Alyssa sudah mengambil keputusan. Kaca jendela mobil terbuka, Alyssa tersenyum tipis saat Al membungkukkan tubuhnya menyapa Alyssa.

"Kamu sudah lama di sini?" tanya Al.

"Mmm ... aku ... aku ...." Alyssa bingung mencari alasan, dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Ayo, mampir dulu ke rumah. Aku baru saja pulang ngantar Ily belanja bulanan. Kebetulan dia mau masak buat kami makan siang."

"Lain kali saja, Al. Aku ke sini cuma mau cari alamat pasienku. Tadi dia telepon memintaku datang. Katanya sakitnya kambuh," alasan Alyssa untuk menghindari ajakan Al.

"Oh, gitu? Di mana alamatnya? Siapa tahu aku kenal."

"Oh, itu ...." Alyssa gelagapan, "mmm ... sudah ketemu kok, tadi aku sudah meneleponnya."

"Ya sudah kalau begitu. Kamu hati-hati, ya?" ucap Al menegakkan tubuhnya memberikan akses untuk Alyssa menjalankan mobil.

Sebelum pergi, Alyssa melirik Ilea yang masih setia berdiri di samping pintu mobil Al. Alyssa menjalankan mobilnya, saat sampai di depan rumah Al, dia menklakson tanda menyapa Ilea. Jendela kaca mobil Alyssa masih terbuka, dengan senyuman tipis Alyssa menyapa dan Ilea melambaikan tangan sambil melempar senyum terbaiknya.

"Kok nggak mampir?" tanya Ilea setelah Al berdiri di sampingnya.

"Nggak, katanya buru-buru, ada pasien yang butuh pertolongannya."

"Oh, gitu?" Ilea manggut-manggut.

"Masuk yuk!" ajak Al membawakan sebagian kantung plastik berisi bahan dapur dan kebutuhan bulanan Ilea.

Sampainya di dapur, Ilea mengeluarkan bahan yang akan dia olah untuk makan siang mereka dari kantong plastik. Sedangkan Al memasukkan buah-buahan, sayuran, dan lain-lain ke kulkas. Dering ponsel Al mengganggu pekerjaannya, segera dia mengangkat panggilan itu.

"Baiklah, saya segera ke sana. Terima kasih, Sus." Al menutup panggilan itu.

"Siapa?" tanya Ilea menghentikan pekerjaannya dan menoleh Al.

"Suster. Aku ke rumah sakit bentar, ya? Ada yang harus aku kerjakan, setelah selesai, aku langsung pulang. Kalau aku nanti lama, kamu makan duluan, jangan menungguku," tukas Al lembut sambil mengelus pipi Ilea.

Saat Al mengelus pipi Ilea, darah Ilea berdesir hangat. Perasaan cinta yang lama masih tersimpan rapi di sudut hatinya, mencuat ke permukaan dan kembali muncul semakin kuat.

"Aku berangkat, ya?" pamit Al.

Ketika Al baru melangkah satu kali, Ilea menahan tangannya. "Kak Al."

"Hmm." Al menoleh dengan tatapan lembut di balik kacamatanya.

Aku masih sayang sama kamu. Hanya dapat terucap dalam hati Ilea. "Nggak apa-apa. Hati-hati," ucapnya sambil tersenyum sangat manis.

Al tersenyum lalu berucap, "Iya. Hati-hati di rumah. Kalau mau istirahat di kamar saja."

Sebelum pergi, Al mengacak kecil rambut Ilea. Rambutnya yang diacak, tetapi hatinya yang berantakan.

***

Jam dinding menunjukan pukul 19.00 WIB. Masakan Ilea masih utuh di meja makan. Al belum pulang sedangkan Ilea menunggunya sampai ketiduran di sofa ruang tengah. Televisi menyala, tetapi orangnya tidur lelap. Suara pintu terbuka, Ilea yang mendengar, sontak terbangun dan mengucek matanya yang terlihat merah khas orang bangun tidur.

"Maaf, aku baru pulang," ucap Al meletakkan kunci mobilnya di bufet samping televisi.

"Iya, nggak apa-apa." Suara Ilea serak, rambutnya sedikit berantakan lalu diikat.

"Tadi ada operasi dadakan, aku diminta mendampingi Dokter Imanuel," jelas Al mendaratkan pantatnya di samping Ilea.

"Iya, Kangkung. Gimana operasinya? Lancar?" Ilea menurunkan kakinya, dia siap mendengarkan cerita Al.

"Alhamdulillah, tapi sampai aku pulang tadi dia belum sadar."

"Memangnya dia sakit apa?"

"Hati," jawab Al singkat sambil membuka dua kancing hemnya.

"Aku serius tanya." Ilea berpikir jawaban Al bercanda.

"Aku juga serius, Dedek Gemeeeeees." Al mencubit pipi Ilea.

"Oh, dia sakit liver?"

"Iya. Sudah makan?" tanya Al dijawab Ilea dengan menggelengkan kepala. "Kenapa belum makan?"

"Nunggu kamu."

"Kan tadi aku bilang, jangan menunggu, makan dulu."

"Aku pikir kamu pulang cepet. Kamu sudah makan?"

"Belum."

"Ya sudah, aku panasin dulu masakan yang tadi." Ilea beranjak dari duduknya.

"Emang kamu masak apa?" Al mengikuti Ilea ke dapur.

"Aku bikin soto daging sapi sama bergedel kentang. Kesukaan kamu," ujar Ilea merapikan makanan yang tadi dia sajikan di meja makan lalu dibawanya ke dapur dan dipanasi.

"Mantap! Pasti enak," tukas Al menghirup dalam aroma khas soto yang kaya rempah-rempah hingga menggugah selera makannya.

Krucuk krucuk krucuk

Suara perut keroncong, Ilea sontak menoleh dan menatap Al yang tersenyum sambil mengerling.

"Suara apa itu tadi?" goda Ilea dengan senyuman jahil.

"Hehehehe, cacing dalam perut," jawab Al cengengesan.

"Hahahahaha." Ilea tertawa puas, setelah kuah sotonya mendidih dia matikan kompor. "Selesai!" pekiknya.

"Siap santap!" timpal Al mengambil nasi di rice cooker disusul Ilea.

Setelah piring sama-sama terisi nasi, soto, bergedel kentang, sambal, dan kerupuk sebagai pelengkap, saking tak sabarnya mereka makan di dapur, lesehan di lantai. Seraya bercanda, Ilea dan Al menghabiskan makanannya, malah Al nambah satu piring sampai kekenyangan.

***

"Tapi, Maaaa ...." Ilea ingin membantah.

"Nggak ada bantahan, Ly. Ini sudah keputusan bersama. Pokoknya kamu besok Sabtu pulang, nggak ada tawar-menawar," ucap Vina tak terbantahkan.

"Ma, aku nggak mau dijodohkan, titik!"

"Jangan bikin malu, Ly. Papa sudah ada kerja sama dengan keluarganya. Ini demi kelangsungan bisnis keluarga. Kamu anak satu-satunya Papa sama Mama, untuk memperkuat bisnis keluarga kita dan perusahaan teman bisnis Papa. Tolonglah mengerti, Nak."

"Kenapa sih jadi gini!" keluh Ilea kesal sambil mengentakkan kaki di lantai.

"Soalnya perusahaan kita menjalin kerja sama dengan perusahaan teman Papa, Ly. Setengah saham perusahaan kita ada di tangan dia, usaha Papa sedang dalam posisi waspada. Kamu mau kita didemo karyawan karena tidak bisa gaji mereka? Hanya dia yang mau membantu bisnis kita, Ly. Kamu mau bisnis Papa gulung tikar?" ancam Vina supaya Ilea mau menerima perjodohannya dengan anak teman bisnis Ardian.

"Nggak mau, Ma. Tapi apakah nggak ada cara lain selain aku dan dia menikah? Kami belum saling kenal, bagaimana kalau aku sama dia nggak cocok? Mama tega lihat rumah tanggaku nggak bahagia?"

"Makanya itu, kamu Sabtu pulang dan lihat dulu anaknya. Tak kenal maka tak sayang, Ly! Mama pengin kamu move on jangan terbelenggu dengan masa lalu."

"Kata siapa aku belum move on? Aku sudah melanjutkan hidup, Ma. Aku sudah bahagia sekarang."

"Sudah, Mama pusing, Ly. Pokoknya kamu Sabtu pulang, Mama pesenin tiket pesawat hari ini."

"Tapi, Ma ..."

"Ssssssssttt!" Vina memotong ucapan Ilea lalu memutus teleponnya.

Merasa terdesak dan tidak bisa membantah permintaan orang tuanya, Ilea kesal sampai mengacak rambutnya hingga berantakan seperti orang gila.

"Aaaaaa ... bagaimana ini? Ya Allah, apakah cerita hidupku bakalan kayak di novel-novel yang awalnya dijodohkan dan berakhir saling mencintai? Mustahil! Itu kan sekadar khayalan penulis." Ilea menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur.

Pulang dari kampus sudah sore, sehari ini Ilea tak bertemu Al karena Al sedang sibuk praktik di rumah sakit. Ilea hanya ingin memberikan waktu untuk Al supaya fokus pada pekerjaannya. Saat pikirannya berkecamuk, dentingan ponsel tanda pesan masuk bersuara. Ilea langsung mengecek ponselnya, ternyata pesan dari Al.

Dedek Gemes, sudah makan?

Tak butuh waktu lama, Ilea langsung mengetik jawabannya.

Sudah, tadi pulang dari kampus sekalian mampir makan. Kak Al masih di rumah sakit?

Iya nih, masih. Sudah salat Magrib?

Alhamdulillah sudah, Kak. Oh, iya, Kak. Besok Sabtu aku disuruh Mama pulang.

Kenapa? Ada sesuatu?

Nggak kok, cuma tadi Mama bilang memang aku harus pulang. Penting.

Apa perlu aku temenin?

Nggak usah, aku bisa pulang sendiri. Katanya Kak Al belum bisa meninggalkan RS? Dokter kan harus standby kapan pun. Hehehehehe.

Masih calon, belum beneran. Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati, ya?

Baik, Kangkung.

Chating mereka berakhir, Ilea meletakkan ponselnya di naskah. Dia terlentang di kasur sambil melihat langit-langit kamar. Pikirannya berkecamuk, banyak hal yang dia pertimbangkan.

"Cinta, serumit inikah? Apakah jika Kak Al tahu aku akan dijodohkan terus dia bakalan membawaku kabur sebelum pernikahanku? Ah, sepertinya itu cuma khayalanku. Otakku sudah terkontaminasi dengan novel," gumam Ilea tak sadar air matanya meleleh mengalir dari ujung matanya.

Ya Allah, jika aku tidak berjodoh dengan Kak Al, maka hilangkan rasa cinta hamba yang masih tersimpan selama ini. Namun, jika kami berjodoh, berikan jalan untuk kami agar dapat bersatu. Ilea hanya membatin, di sudut hatinya paling dalam, dia masih mengharapkan Al. Ilea galau, dia mencintai Al, tetapi bisnis keluarganya juga penting bagi Ilea.

Dari bisnis itu, kebutuhan keluarga mereka tercukupi. Tidak hanya itu saja, bisnis akan terus berjalan sampai bisa diwariskan kepada keturunan kita. Bisa juga menjadi aset keluarga yang tidak akan mati jika pengelolaan baik.

###########

Mohon maaf menunggu lama, ya? Karena sibuk di dunia nyata, ngetik dicicil-cicil terus, baru bisa selesai ngetik hari ini. Mohon dimaklumi. Terima kasih atas kesabaran kesayanganku semua.😘

Makasih juga untuk vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top