Hangout Bersama Bunda
Hari Minggu, Ilea tak ada rencana keluar rumah sebelum Maya menghubunginya akan mengajak hangout. Mereka akan menghabiskan waktu bersama untuk melakukan semua hal yang sudah terlewatkan beberapa bulan terakhir ini karena kesibukan masing-masing. Maya sibuk dengan bisnisnya sedangkan Ilea sibuk sekolah.
Pukul 08.00 WIB, Ilea sudah rapi dan cantik, rambut tergerai mengenakan kaus bergaris horizontal merah putih, dan bawahan senada, tetapi bergaris vertikal. Rantai tas mungil terselempang memanjang menyilang di tubuhnya.
"Tumben pagi gini sudah cantik dan wangi?" goda Ardian saat melihat Ilea turun dari tangga. Dia duduk di minibar menunggu Vina yang sedang membuatkannya kue.
"Iyalah, Pa. Pacar di Paris, kencan sama camer pun jadi!" timpal Vina yang ikut menggodanya.
"Aaaaaa, Mama, Papa, mulai deh!" rengek Ilea manja, tetapi senyum-senyum bahagia.
Suara mobil terdengar halus masuk di pelataran rumah, sudah dapat ditebak tamu yang datang.
"Tuh, dah dijemput camer," ucap Ardian.
Mata Ilea meliriknya tajam, tetapi bibir tersenyum menggoda. Ardian dan Vina terkekeh, mereka senang menggoda putrinya.
"Assalamualaikum," suara Maya tegas sambil masuk.
"Waalaikumsalam," jawab mereka serentak.
Maya melenggang anggun lebih dulu menghampiri Ilea. Dia peluk dan cium kedua pipinya, mereka sudah akrab. Lalu Ardian berdiri menyambut Maya dengan baik, menyalaminya, dan sedikit berbasa-basi menanyakan kabar.
"Kamu bikin apa, Vin?" tanya Maya menjenguk Vina yang masih sibuk di dapur.
"Bikinin kue Mas Ardian. Kamu sendiri, May?" Vina mencuci tangannya lalu mendekati Maya. Mereka berpelukan sebentar lalu cipika-cipiki.
"Nggak kok, sama Qodir, tapi nggak mau turun."
"Kenapa?" tanya Ardian menyahut.
"Biasa, keasyikan nge-game, ya, begitu!" ujar Maya, "Vin, Ar, aku ajak Ilea keluar dulu, ya?" izin Maya meskipun tadi pagi dia sudah menelepon akan mengajak Ilea jalan-jalan.
"Iya, sudah sana! Lumayan, kami bisa berduaan di rumah," kerling Ardian kepada Vina.
"Huh! Dasar kamu, Ar! Seneng ...?" canda Maya.
"Hahahaha," tawa Ardian, "bercanda, May," lanjutnya.
"Vin, kamu mau ikut, nggak?" tawar Maya setelah merangkul Ilea.
"Nggak deh, May. Aku nanti sore ada arisan, ini juga kue belum selesai," tolak Vina sembari melangkah bersama Ardian mengikuti Ilea dan Maya yang berjalan ke luar rumah.
"Ya sudah kalau gitu. Kami berangkat dulu," pamit Maya cipika-cipiki dengan Vina.
"Ma, Pa, Ilea berangkat dulu, ya?" Ilea menyalami Ardian dan Vina bergantian.
"Iya, hati-hati," pesan Vina mencium pipi Ilea sedangkan Ardian mengelus kepalanya.
"Daaaah." Maya melambaikan tangannya sembari masuk ke mobil setelah Ilea masuk lebih dulu.
Ardian dan Vina membalas melambaikan tangannya. Vina memekik, "Have fun, ya?" Saat mobil itu berjalan.
Senyum merekah di bibir Ardian dan Vina. Keluarga mereka sudah dekat, sangat disayangkan apabila anak mereka tak berjodoh.
Di dalam mobil, Maya asyik bercerita banyak hal dengan Ilea. Mereka mengobrol seperti teman, tak ada lagi rasa canggung apalagi Maya sudah menganggap Ilea seperti putrinya. Maklum saja, Maya tak memiliki anak perempuan, jadi saat mengetahui Al berpacaran dengan Ilea, dia menyambut bahagia dan ikut senang. Apalagi Ilea gadis yang ceria, sopan, dan tak bertingkah, Maya merasa cocok dengannya.
"Mau ke mana dulu kita hari ini?" tanya Maya.
"Makaaaaaan!" seru Qodir keras sampai-sampai Ilea yang duduk di sampingnya menutup telinga.
"Iiih, dasar pipi bakpao!" Ilea menggemas pipi Qodir.
"Aduuuuh," keluh Qodir mengusap pipinya.
Maya terkikih melihat keakraban mereka. Bak seorang ratu, Maya dimanjakan suaminya. Beberapa kali kesempatan saat dia malas menyetir, Maya akan mengajak sopir untuk mengantarnya ke mana pun dia mau.
"Kita video call Kak Al, sebentar, Bunda sambungkan dulu."
Ada sedikit perasaan aneh dalam hati Ilea, mungkin perasaan itu takut atau segan, entahlah, sulit digambarkan. Karena Al beberapa hari terakhir tak menanggapi chat-nya, telepon pun tak pernah diangkat. Beberapa kali Maya menghubungi, tetapi tak ada jawaban.
"Mungkin Al masih tidur, nanti juga telepon balik. Jam segini di sana masih nyenyak-nyenyaknya orang tidur," ucap Maya.
"Iya, Bun," sahut Ilea.
"Ya sudah, kita cari makan dulu, ya? Kasih makan cacing-cacing di perut Qodir dulu," canda Maya ditimpali kikihan Ilea.
"Aaaah, Bunda." Qodir merajuk manja, Maya hanya tersenyum dan mengacak rambutnya.
Sampainya di salah satu restoran cepat saji, segera mereka pesan dan mencari tempat duduk. Tempat itu selalu ramai, apalagi jika akhir pekan seperti saat ini.
Ketika mereka sedang asyik menikmati makanannya, ponsel Maya berdering tanda panggilan masuk. Ternyata Al menghubunginya balik. Segera Maya menggeser tombol hijau di layar datar itu, tak berapa lama menampakan wajah kantuk Al.
"Maaf, Bunda ganggu istirahat kamu, ya?"
"Nggak apa-apa, Bun. Kenapa?" suara Al parau dan terdengar malas. Matanya menyipit menahan kantuk.
"Nih, lihat. Bunda lagi jalan sama siapa?" Maya mengarahkan ponselnya di depan Ilea.
Dengan senyum manis, Ilea menyapa, "Hai, Beb."
"Oh, lagi jalan-jalan kalian." Hanya itu respons Al.
"Ya sudah, kamu lanjut tidur lagi, Bunda sama Ilya mau lanjut makan. Maaf, ya, Sayang, sudah ganggu waktu kamu. I love you."
"Love you too, Bun."
Video call terhenti, Ilea sedih mendengar respons Al yang singkat. Maya menyadari hal itu, karena hari ini tak ingin terganggu oleh apa pun, dia menghibur Ilea.
"Sudah, jangan kamu pikirkan. Al begitu karena dia ngantuk, kita yang ganggu waktu istirahatnya. Kita habiskan makanan ini terus lanjut jalan-jalan, ya?" ujar Maya menenangkan perasaan Ilea.
"Iya, Bun." Meski bibir berucap 'iya', tetapi hati belum bisa tenang. Ilea menebak pasti Al masih marah padanya.
***
Seharian, Ilea habiskan waktu bersama Maya, lelah pasti, tetapi hatinya senang karena dimanjakan Maya. Meskipun begitu, seharian ini Al tak menghubunginya. Ilea setiap menit mengecek ponselnya, berharap Al menge-chat. Namun, nyatanya justru Ali yang selalu mengisi chat di ponselnya. Anak itu tak pernah absen memberikannya kabar dan perhatian.
"Kalau kamu seperti ini, bisa-bisa hatiku dimenangkan Al, Beb," gumam Ilea.
Karena jenuh sendiri di kamar tak melakukan apa pun, Ilea memosting kebersamaannya hari ini dengan Maya ke Instagram. Berharap Al akan meresponsnya.
20 suka
denta_ileana_akleema Hampir dua bulan nggak ketemu Bunda. Kangeeeeeeen. Akhirnya hari ini bisa hangout sama Bunda. I love you, Bunda.😘
________________
ghiaputri30 Sama2 cantik nya.
ulfha_u Sama Bunda mertua ciee
denta_ileana_akleema
@ghiaputri30 makasih.
denta_ileana_akleema
@ulfha_u iya dooooong. Hahahaha.
rinaaratnareal Iri boleh? @denta_ileana_akleema 😅😂😂
denta_ileana_akleema
@rinaaratnareal boleh, harusnya memang lo harus iri. Hahahaha 😄😆
rinaaratnareal
@denta_ileana_akleema ettdAh da bnernya juga yak😔😂
Namun sayang, tak ada respons apa pun dari Al. Ilea menghela napas panjang, dia kirimkan Al pesan.
Beb, mau kamu kenapa sih!
Perasaan jengkelnya sudah tak tertahankan lagi. Ilea ingin segera melegakan perasaannya. Dia menelepon Al berulang kali, tetapi tak ada jawaban. Lama-lama air matanya mengalir karena tak tahan didiamkan Al.
Aku mau kita putus!
Isi chat Ilea tanpa dipikir panjang. Dia sudah menangis sesenggukan, bantalnya basah air mata. Tak disangka Al meneleponnya, bergegas Ilea mengangkat.
Terdengar isak menyiksa batinnya dari ujung telepon, Al sudah dapat memastikan jika sekarang Ilea sedang menangis.
"Kenapa nangis?" tanya Al santai, dia baru pulang kuliah.
"Kamu kenapa nggak balas chat-ku?" suara Ilea parau.
"Baru pulang kuliah, Love. Kemarin seharian sibuk, ada acara di kampus, aku diminta ngisi acara. Lumayan buat tambahan," jelas Al sambil melepas sepatunya.
Dia melepas tas punggungnya, lantas berjalan ke dapur mencari jus instan di kulkas.
"Kenapa kamu cuek sama aku? Chat-ku cuma kamu read doang, nggak dibalas, aku telepon, kamu nggak angkat." Ilea masih sesenggukan, membuat Al tak tega.
"Lagi males sama kamu, daripada kita berantem."
"Kenapa?"
"Pikir aja sendiri."
"Beb," rengek Ilea.
"Hah!" Al mengembuskan napas lelah, dia menghempaskan tubuhnya di sofa depan televisi. Kakinya dia naikkan ke meja, tubuhnya bersandar santai. "Love, apa kamu sudah bosan menungguku?" suara Al terdengar serius.
"Nggak! Aku nggak bosan."
"Terus apa maksud chat kamu tadi?"
"Aku kesel kamu diemin!" Ilea lagi-lagi menangis.
"Terus kalau kamu kesel sama aku, ujung-ujungnya minta putus, gitu?"
Ilea terdiam, dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia takut kehilangan Al. Namun, karena dia terlena diperhatikan Ali yang setiap saat selalu bisa bersamanya, Ilea terkadang ragu pada Al.
"Love, kalau kamu mau pergi, pergilah! Aku nggak akan menahanmu, karena aku sadar, kalau kenyamanan seseorang nggak pernah akan bisa dipaksakan."
Deg!
Seketika Ilea susah bernapas, lehernya tercekam. Hatinya sangat sakit, dia tak menginginkan itu terjadi.
"Beb, kok kamu ngomongnya gitu, sih?!" Ilea berbicara lirih dan suaranya seperti tertahan di tenggorokan.
"Karena aku sadar, Love. Aku nggak bisa selalu di samping kamu, nggak selalu bisa memberikanmu perhatian seperti yang kamu mau. Apalagi kita sekarang berjauhan, mungkin ada orang lain yang bisa buat kamu nyaman."
"Nggak, Beb. Kamu jangan ngomong gitu! Apa mungkin kamu yang seperti itu? Kamu sudah dapat penggantiku di sana, yang bisa bikin kamu nyaman daripada aku!"
"Loh, kok malah dibalik sih?"
"Ya kan, biasanya kalau cowok bilang gitu, dia yang sebenarnya melakukan."
"Nah, ini kebiasaan cewek, yang salah siapa, tapi yang disalahin cowok. Memang, cowok tempatnya salah!" dengus Al kesal.
"Habis kamu ngelantur ngomongnya, kayak udah nyerah gitu sama aku!"
"Loh, bukannya kamu tadi yang mulai?"
"Tapi, kan, aku tuh lagi jengkel sama kamu! Kamu peka dong!"
Al mengusap wajahnya kasar, beginilah jika mereka berdebat. Ilea tak mau mengalah.
"Oke, deh. Cukup, kita nggak usah bahas lagi. Sekarang kamu tidur, jangan mikir macam-macam. Aku mau belajar, rencana awal bulan pulang, jadi harus menyelesaikan banyak tugas sebelum aku tinggal."
"Berapa lama di rumah?"
"Ya, kayak biasanya. Satu minggu."
"Aaaaaa, dua minggu," rengek Ilea manja.
"Nggak bisa, Love."
"Bisa!"
"Emang aku kuliah di universitas nenek moyang? Semakin cepat lulus, makin cepat juga aku pindah ke Jakarta."
"Please," mohon Ilea.
Jika sudah ada maunya, Al tak tega menolak permintaan Ilea.
"Hawduuuuh, iya-iya. Nanti aku urus dulu jadwal di sini. Ini demi kamu, Love. Ingat, ya, sekali ini saja kamu minta aku liburan lebih," tegas Al.
"Iya, Beb. Nggak janji!" Disusul kikihan Ilea.
"Ya sudah, kamu tidur. Selamat tidur, mimpi indah."
"Iya, selamat nugas, Beb."
Ilea tak juga memutuskan panggilannya, begitupun Al.
"Kok nggak dimatikan?" tanya Al.
"Biasanya kamu bilang 'I love you' kenapa sekarang nggak?"
"Bukannya kamu sudah bosan denger aku mengucapkan itu?"
"Beeeeeb." Ilea berusaha mengingat Al supaya tak mengungkit persoalan yang membuat mereka cekcok lagi.
"Oke, sorry. I love you."
"I love you too."
"Dah, kamu bobo sekarang."
"Iya-iya."
Akhirnya panggilan pun selesai. Al menghela napas panjang, dia mengusap wajahnya dengan kedua tangan dan kepala dia dongakkan.
"Ya Allah, berikan aku kelapangan dada," ujar Al lalu dia membuka aplikasi Instagram-nya.
Al memosting foto Ilea yang terlihat jelas pupil mata hazel-nya. Dengan caption quote yang tadi spontan Al ucap pada Ilea.
14 suka
al_zaidan.f Jika kamu mau pergi, pergilah! Aku nggak akan menahanmu, karena aku sadar, bahwa kenyamanan seseorang tidak pernah bisa dipaksakan.
_________________
denta_ileana_akleema 😭😭😭😭😭💔
al_zaidan.f
@denta_ileana_akleema 🙏
rara234nur Putus yah Al
safridahnm jangan putus al , aku engga suka liat ilea sama ali
Itu sebagai peringatan Ilea supaya dia terus mengingatnya. Kali ini Al tak main-main, jauh hari dia sudah menata hatinya.
***
Di kelas riuh, para siswa sibuk dengan kegiatannya sendiri saat jam kosong seperti ini. Ulfha, Ilea, dan Safridah sedang asyik membahas sinetron kesukaan mereka. Tiba-tiba Ali datang nimbrung di tengah-tengah mereka.
"Asyik bener, bahas apa, sih?" tanya Ali.
"Kepo lo!" ujar Safridah.
"Pulang sekolah kita main, yuk, Ly!" ajak Ali.
Teringat kejadian tempo lalu, Ilea sejenak berpikir.
"Gimana, ya, Li? Gue izin sama Mama dulu, ya? Soalnya kata Mama nanti sore di rumah mau ada tamu," dusta Ilea beralasan.
"Tamu? Siapa? Keluarga Kak Al, ya? Mereka mau lamar lo, ya?" tanya Ulfha menyerocos tak sadar menyinggung perasaan Ali.
"Apaan sih, Fha. Jauh amat pemikiran lo!" ketus Ali yang kesal mendengar pertanyaan-pertanyaan Ulfha kepada Ilea.
"Yeeee, kenapa lo yang sewot, Li? Emang gue salah tanya begitu? Wajar kali pertanyaan gue. Soalnya kan ...." Ilea dengan cepat menyenggol kaki Ulfha.
"Soalnya apa?" tanya Ali melirik Ilea dan menatap Ulfha meminta penjelasan.
"Soalnya kedua keluarga, dulu pernah bersepakat, di penghujung semester kita sekolah, Kak Al mau ngelamar Ilya. Iya, kan, Ly?" ujar Safridah langsung mendapat pelototan dari Ilea.
Sadar perubahan wajah Ali, Safridah lalu menutup mulutnya. Memang benar yang dia ucapkan, karena itu sudah direncanakan jauh hari sebelum Al berangkat ke Paris. Salah satu alasan Al menjadi DJ sambil kuliah, karena dia ingin melamar Ilea dari hasil keringatnya sendiri, bukan karena suntikan dana dari orang tuanya. Tanpa berucap Ali ke luar kelas.
"Iiih, lo sih, Saf," keluh Ilea.
"Sorry, keceplosan." Safridah mengangkat dua jarinya membentuk huruf V, tanda minta maaf.
"Ya sudah!" Ilea lalu mengejar Ali yang keluar dari kelas.
Dia mencari keberadaan Ali, ke kantin, ke ruang OSIS, ke perpustakaan, tak ada.
"Ke mana dia?" gumam Ilea bingung.
Akhirnya dia menyusuri koridor kelas, sampai di kelas paling ujung, dia melihat seseorang duduk sendiri di bawah pohon membelakanginya. Dari postur tubuh, Ilea sangat mengenalinya. Dia mendekat, lalu duduk di sampingnya, tetapi saling membelakangi.
"Dari awal gue sudah bilang sama lo, kan, Li? Kalau lo masih kukuh dengan keinginan lo, lo bakalan sering sakit hati karena gue sampai saat ini belum bisa melepaskan Kak Al."
"Ck, gue tahu itu, Ly. Tapi, bagaimana caranya gue memalingkan perasaan ini? Gue udah lama berusaha menghapus rasa suka gue ke lo! Yang terjadi, semakin gue memaksakan diri, justru perasaan itu semakin kuat. Gue sadar, posisi ini salah!"
"Coba sukai cewek selain gue, berikan perhatian cewek lain," ujar Ilea meski dalam hatinya ada perasaan berat.
Ali sedikit menyerong duduknya menghadap Ilea.
"Gue sudah coba, Ghia sudah jadi korbannya. Yang ada malah gue PHP-in dia, Ly!"
"Terus bagaimana? Apa kita akan selamanya seperti ini? Bermain di belakang Kak Al? Gue nggak bisa, Li! Gue masih takut kehilangannya, bukan karena dia lebih lama pacaran sama gue, tapi buat gue, Kak Al separuh hatiku. Jika sampai hatinya terluka, hati gue pun ikut terluka. Gue nggak bisa menyakiti hatinya, karena di dalam hati Kak Al ada gue."
"Apa lo pengin gue pergi?" ucap Ali menatap mata Ilea dalam.
Bibir Ilea kelu, dia tak sanggup menjawab.
##########
Ayo, bantu Ilea menjawab! Hahahahah 😄. Kasihan dia nggak bisa jawab.
Terima kasih atas vote dan komentarnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top