Epilog

Saat Devan masuk SD, adik perempuannya lahir. Sekarang usia Devan enam tahun, dia menjadi kakak yang baik. Sudah bisa membantu menjaga adiknya yang berusia dua bulan. Sementara ini Ilea cuti bekerja sampai usia Lina Fanan Hadeeqah minimal enam bulan agar bisa ditinggal.

"Mommy, Dedek Lina kapan bangun?" tanya Devan yang setia menunggui adiknya.

Sejak pulang sekolah, Devan berbaring di samping Lina yang hobi tidur. Bangun jika dia merasa tidak nyaman atau lapar.

"Nanti kalau Dedek merasa lapar, pasti bangun. Devan jagain saja, ya?" jelas Ilea tersenyum manis mengelus kepala Devan.

"Iya, Mommy." Sering kali Devan menciumi pipi Lina, dia terlihat sangat menyayangi adiknya.

"Devan, kalau Dedek Lina sudah bisa bicara, maunya dipanggil abang atau kakak?"

"Kakak."

"Kenapa?"

"Biar kayak Uncle Qodir panggil Daddy," alasan polos Devan menimbulkan kekehan Ilea yang sedari tadi duduk di tepi ranjang sembari melipat pakaian si kecil.

"Assalamualaikum." Terdengar ucapan salam dari bawah.

Buru-buru Devan turun dari tempat tidur, dia sudah sangat menghafal suara itu.

"Devan, hati-hati turun tangganya, Nak," pesan Ilea ketika Devan keluar dari kamar.

"Iya, Mom," balasnya tak sabar menyusul Al yang baru saja datang dari rumah sakit.

"Daddy, Daddy, Daddy!" pekik Devan girang menyambut Al hingga terdengar sampai kamar.

"Dasar, Devan," gumam Ilea sudah bisa membayangkan manjanya Devan kepada Al.

Sampai di ruang tengah, Al jongkok.
"Hap!" Langsung menangkap Devan yang berlari ke arahnya dan memeluk, menciumi pipinya.

"Daddy bawa apa?" tanya Devan melihat Al membawa kantung plastik putih.

Hampir setiap pulang kerja Al membawa buah tangan untuk keluarga. Kalau tidak camilan, kadang lauk pauk sesuai permintaan Ilea.

"Ini Daddy bawain ayam krispi buat kamu sama lauk pauk. Nanti kita makan siang, ya?"

"Asyiiiiiikkkkk." Devan berjingkrak.

Al berdiri, meletakkan tas kerjanya di sofa lalu menggandeng tangan Devan mengajaknya ke dapur.

"Bantu Daddy menyiapkan makan siang, ya? Tapi cuci tangan dulu," ujar Al mencuci tangannya lebih dulu memberikan contoh kepada Devan.

"Siap!" Devan naik ke kursi pendek yang sering dia gunakan untuk memanjat jika membantu Ilea maupun Al di dapur.

Walaupun cowok, Devan tak segan membantu orang tuanya mengerjakan semua pekerjaan rumah meskipun sebenarnya hanya merusuhi. Namun, setidaknya dia punya empati untuk ikut andil.

Kedua pria berbeda generasi itu menyiapkan makan siang di meja makan. Al tak keberatan dengan tugas tambahannya, toh selama ini Ilea sudah melakukan tugasnya dengan baik sebagai istri. Namanya juga patner hidup, harus bisa saling bekerja sama.

"Wah, wah, wah, kalian lagi ngapain?" Ilea datang menggendong Lina.

"Nyiapin makan siang," jawab Devan lalu berlari mengambil sendok ke dapur.

Ilea mendekati Al lalu mencium pipinya dan berucap, "Terima kasih, Daddy."

"Sama-sama, Mommy." Al membalas, mencium bibir Ilea cepat sebelum Devan melihatnya. "Ih, anak Daddy sudah bangun. Mau ikut makan siang, ya?" Al berinteraksi dengan Lina.

"Lina sudah makan siang duluan, Daddy. Habisin susunya Mommy," jawab Ilea seolah-olah dia Lina dengan suara dibuat seperti anak kecil.

"Aku gendong Lina, kamu yang makan dulu." Al mengambil kain yang tersampir di bahu Ilea lalu dia mengambil Lina dari gendongannya.

Anak kedua, Al tidak canggung lagi saat menggendong bayi Lina. Beda ketika pertama kali menggendong bayi Devan dulu, masih takut-takut. Kali ini dia sudah berpengalaman.

"Devan, mana sendoknya? Kamu ngapain lama di dapur?" tanya Ilea menjenguk Devan.

Sambil cengengesan Devan membawa sendok dan gelas berisi air dingin bewarna merah jambu.

"Ambilin Daddy jus jambu," ucap Devan membahagiakan perasaan Ilea dan Al. Tanpa Al meminta, Devan pengertian, mengambilkannya minuman dingin. Ilea sengaja selalu menyediakan jus buah instan di kulkas.

"Ya Allah, terima kasih jagoan Daddy," ucap Al mengacak rambut Devan.

"Sama-sama," ucap Devan meletakkan jusnya di meja makan dibantu Ilea supaya tidak tumpah.

"Ayo duduk, kita makan dulu," ajak Ilea menarik kursi untuk Devan.

Setelah mengambilkan nasi dan lauk untuk Devan, Ilea mengambil untuk dirinya sendiri. Cepat-cepat dia menghabiskan makanannya supaya bisa bergantian makan dengan Al. Sehabis mencuci tangan, Ilea mengambil Lina dari gendongan Al.

"Gantian kamu yang makan," ucap Ilea.

Kemudian Al mencuci tangannya dan menemani Devan menyelesaikan makan siangnya. Begitulah pentingnya kerja sama antar suami-istri, tidak hanya mencari kebutuhan keluarga, tetapi hal sekecil apa pun jika dikerjakan bersama akan terasa ringan.

***

Malam hari setelah Devan tidur dan Lina baru saja diturunkan Ilea di boks bayi, Al refleks memeluk Ilea dari belakang dan menempelkan pipi mereka.

"Kalau sudah begini pasti ada maunya," tebak Ilea menggoyangkan boks bayi Lina supaya tidurnya semakin pulas.

"Hehehe, tahu aja. Ayo!" ajak Al meminta jatah.

"Untung aku sudah selesai datang bulan."

Mendapat sambutan baik dari Ilea, Al lantas menggendongnya ke tempat tidur. Di ruang yang remang, mereka memadu kasih, menyatukan cinta, dan melampiaskan hasrat. Usai mencapai puncak kenikmatan, Ilea menyandarkan kepalanya di dada Al. Napas keduanya ngos-ngosan, jantungnya berdetak kencang, seperti orang usai berolahraga.

"Mom," ucap Al di tengah mengatur napasnya.

"Hmmm," sahut Ilea mendongak.

"Kamu merasa nggak, kalau rumah ini sudah sempit buat kita?"

Merasa pembahasan ini serius, Ilea mengubah posisinya, berbaring di samping Al dan lengan Al digunakan untuk bantalan.

"Memang kenapa di sini?"

"Nggak apa-apa, sih. Cuma apa nggak kurang besar? Di sini cuma ada kamar tiga, kalau Mama, Papa, atau Bunda, Ayah nginep gimana? Tidak menutup kemungkinan kita punya tamu yang menginap di sini."

"Kan mereka bisa nginep di kamar kosong samping kamar Devan, Dad. Ingat kesepakatan kita, nggak akan ambil ART yang nginep. Kita sudah cukup kok adanya Mbak Win yang setiap hari bantu aku bersih-bersih dan sorenya pulang."

"Bukan itu maksudku, Mom. Kan Lina juga semakin besar, kamar itu nantinya juga buat Lina."

"Terus rencana Daddy bagaimana? Jujur, aku sudah nyaman sama rumah ini. Ingat usaha kita beli, sayang kalau ditinggalkan. Nggak rela kalau rumah ini sampai dijual," ujar Ilea sedikit meninggikan suaranya.

"Jangan marah dulu dong." Al merayu Ilea, dia membelai wajah cantik istrinya dan menciumi pipinya. "Maksudku, di samping ruang tengah, kan, masih ada tanah kosong. Gimana kalau kita bikin satu kamar di situ?"

"Katanya mau buat garasi?"

"Setelah aku pikir-pikir, mending kamar daripada garasi. Kalau nggak, kita bikin garasinya bawah tanah. Bawahnya kamar itu."

"Pasti banyak biaya, Dad."

"Ambil borongan saja yang ngerjain, Mom. Jadi, nanti kita cari kontraktor terus dia yang ngatur semuanya, kita tinggal bayar saja. Gimana?"

"Nggak apa-apa, aku setuju. Besok kita cari-cari dulu kontraktornya, ya?" Ilea mengelus wajah Al.

Mereka saling memandang dan melempar senyum terbaiknya.

"Terima kasih sudah menjadi bagian dalam hidupku," ucap Ilea membelai wajah tampan Al.

"Sudah seharusnya," balas Al mendekap tubuh Ilea dan mencium pucuk kepalanya. "Makasih, ya, kamu sudah mau menjadi ibu dari anak-anakku. Kamu sudah menjadi partner hidup terbaikku. Tetaplah menjadi istriku yang seperti ini, sayang keluarga, patuh kepada suami, dan apa adanya."

Rasanya tak ingin terpisahkan sampai kapan pun. Mereka saling mengeratkan pelukannya, mendekap satu sama lain, tak rela dipisahkan oleh apa pun di dunia ini.

Itulah cinta! Adakalanya manis dan ada kalanya pahit. Jika kita percaya akan takdir Tuhan, Dia sudah menetapkan garis yang terbaik.

Cinta yang jauh tidak selalu berkhianat, meski yang dekat selalu ada. Namun, yang jauh lebih pantas untuk dipertahankan. Semua karena kepercayaan dan keyakinan.

Begitu juga jodoh. Walau kita beralih kepada yang lain, jika Tuhan sudah menjodohkan, pastinya akan kembali lagi dengan cara dan takdir-Nya.

"Rejeki itu seperti jodoh, dia akan menemukan sendiri jalan untuk bertemu dengan pemiliknya, meski harus melalui jalan yang terjal, berliku, bahkan kadang lebih perih."
Quote by andiatthira.

Tamat

#######

Yeaaaaaa ... selesai! Terima kasih buat teman-teman yang setia menunggu cerita ini. Terima kasih juga untuk vote dan komentarnya.

Untuk cerita terbaru saya Faros dan Cia sudah dipublikasi. Jika berkenan, silakan mampir.

Banyuwangi, 23 Mei 2019
Pukul : 22.37 WIB

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top