Aku Kembali

Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah segera bertemu keluarga dan kekasih tercinta. Lega rasanya bisa liburan musim dingin dan kembali ke Indonesia. Kepulangannya kali ini, Al tak mengabari Ilea. Dia ingin memberikan kejutan kecil untuk sang pacar. Senyum sempringah ketika dia melebarkan kakinya keluar dari bandara. Sang bunda sudah siap menyambutnya dengan senyuman dan pelukan hangat.

"Bun," ucap Al ketika sampai di depan Maya dan langsung memeluknya.

"Kamu sehat, kan?" tanya Maya membalas pelukan Al serta mencium kedua pipinya.

"Alhamdulillah, Bun. Tapi, lagi flu dikit sama batuk."

"Ya sudah, kita pulang. Bunda akan buatin wedang jahe biar badanmu hangat. Ayo!" Maya membantu Al membawakan paperbag cokelat yang entah isinya apa.

Sampainya di rumah, suasana sepi. Hanya ada asisten rumah tangga, penjaga rumah, sopir, dan tukang kebun. Irwan di kantor dan Qodir sekolah, segera saja Al ke kamarnya sedangkan Maya langsung membuatkan wedang jahe. Badannya memang terasa tak enak, hidung tersumbat dan tenggorokan gatal.

"Aaaah!" Al menghempaskan badannya di kasur empuk, karena merasa kedinginan dia mengecilkan AC-nya.

Setelahnya Al menelusup ke dalam bed cover, hangat dan matanya terasa berat, akhirnya dia pun terlelap. Maya mengetuk pintu kamarnya berulang kali, tak ada sahutan. Karena pintu sengaja tak Al kunci, Maya pun menurunkan knop pintu. Setelah pintu terbuka, Maya masuk melihat putranya tertidur meringkuk di bawah selimut tebalnya.

"Al." Maya meletakkan wedang jahe yang terlihat masih mengepul di nakas.

Bukannya tega membangunkannya, Maya hanya ingin Al meminum wedang jahe itu selagi panas untuk melegalkan tenggorokan dan hidungnya yang tersumbat.

"Sayang, bangun, Nak." Maya mengelus lengan Al, ada pergerakan, mata sayu Al sedikit demi sedikit terbuka. Setelah pandangannya jelas, Al bangun dan bersandar di kepala ranjang. Maya mengambilkan cangkir yang dia bawa tadi untuk Al.

"Bun, nanti sekitar pukul satu tolong bangunin aku, ya?" pinta Al sambil menerima cangkir berisi jahe panas dari tangan Maya.

"Mau jemput Ily?" tanya Maya, hanya mendapat anggukan dari Al karena dia saat ini sedang menyesap wedang jahe itu sedikit demi sedikit.

Badannya terasa hangat dan hidungnya yang tersumbat tiba-tiba plong ketika menghirup aroma jahe yang khas.

"Aaaaah, lega, Bun. Bisa napas," ucap Al lalu menaruh cangkir yang tersisa wedang jahenya setengah di nakas.

"Kamu istirahat saja dulu, Bunda mau ke klinik sebentar, terus pulangnya sekalian jemput adikmu. Kamu nggak apa-apa, kan, Bunda tinggal?" ujar Maya mengelus kening Al yang hangat.

"Nggak apa-apa, Bun. Aku mau tidur dulu," jawab Al kembali membungkus badannya dengan selimut tebal, hanya menyisakan kepala saja.

Selain menjadi ibu rumah tangga yang baik, Maya memiliki bisnis kosmetik dan beberapa klinik kecantikan di Indonesia, ada juga yang di luar negeri, Maya juga harus mengurusnya.

Sebelum meninggalkan Al, Maya mengelus-elus kepalanya dulu sampai putranya itu benar-benar terlelap. Setelah napas Al terdengar teratur, barulah Maya keluar kamar membawa cangkir sisa jahe yang Al minum tadi.

***

Terasa sudah lama dia tertidur, Al mengejap dan perlahan membuka mata. Matanya menyipit, dia tak siap mendapatkan sinar lampu yang terang. Sebentar dia memejamkan mata lagi, lalu pelan-pelan membuka mata menyesuaikan pandangannya. Al melihat jam di dinding kamarnya, seketika dia terjengkit dan menggapai ponsel yang ada di nakas. Puluhan panggilan tak terjawab dari Ilea dan chat masuk dari kekasihnya itu membawa jari Al secara otomatis menekan tombol hijau setelah menemukan nomor sang kekasih. Menunggu beberapa menit, panggil terjawab, Al langsung mendengar isakan dari seberang.

"Halo, Love. Hei, kamu kenapa nangis?" tanya Al seketika khawatir.

Bukannya menjawab, Ilea malah semakin terisak.

"Love ...." Al memanggilnya sangat lembut.

"Kak Al ke mana saja?! Dari tadi aku telepon nggak angkat, aku chat juga nggak balas!"

Firasat Al terjawab, benar saja Ilea pasti ngambek.

"Maaf, aku ketiduran, Love. Jangan marah-marah gitu dong," bujuk Al menyesal karena dia keblabasan tiduran sampai malam.

Jarum pendek jam di dinding saat ini menunjukan antara angka tujuh dan delapan, jarum panjang di angka lima, sudah hampir pukul setengah delapan malam, Al baru terbangun.

Tak ada jawaban dari Ilea, hanya terdengar ingus diisap.

"Love, kamu ngambek?" tanya Al dengan nada halus.

Tak ada jawaban dari Ilea, hanya terdengar tangisan. Al menghela napas, dia maklumi Ilea, mungkin kekasihnya itu berpikir Al mencuekinya lagi. Apalagi Ilea belum tahu jika Al sudah di Indonesia, pikiran negatif pasti memenuhi otaknya sekarang.

"Sudah makan?" Al berusaha mengalihkan obrolannya.

"Belum," jawab Ilea dengan suara parau.

"Kenapa belum makan? Kalau sakit bagaimana?"

"Kan ada dokter."

"Heh, nggak boleh begitu. Kamu mau makan apa?" tanya Al berangsur turun dari ranjang.

"Lagi nggak nafsu makan."

"Kenapa?"

"Aaaaaa, kamu nggak peka banget sih!" rengek Ilea seperti anak kecil.

"Aku ...? Nggak peka?" Al malah bertanya bingung.

"Aku nggak selera makan karena kamu nggak jawab teleponku, balas chat saja nggak! Aku pikir kamu mmm ...." Ilea memutus ucapannya, pikirannya negatif kali ini.

"Aku Kenapa?" tanya Al sudah berada di kamar mandi.

"Aaaah ... pikiranku jelek, kan?" suara Ilea frustrasi.

"Jelek? Emang apa sih yang kamu pikirkan kalau aku nggak jawab teleponmu? Hah?" tanya Al bernada lembut seraya menempelkan ponselnya ke cermin besar.

"Mmm ... eeeeeng ... aku pikir kamu ... mmm ... lagi sama cewek lain di sana."

"Hahahahahaha." Al melepas tawanya.

"Tuh kaaaaan, malah ketawa!" Ilea merengek.

"Kamu juga aneh, mikir sampai sejauh itu! Awas loh, dari pikiran bisa beneran terjadi," ucap Al justru menggoda Ilea.

"Amit-amit, jangan sampai terjadi."

Al tersenyum mendengarnya. "Aku mandi dulu, ya? Sudah di kamar mandi nih!"

"Hah! Ya sudah. Habis mandi telepon lagi, ya? Kangeeeeeeen," rajuknya manja.

"Iya. Belajar gih! Mau tes semester juga, kan, kamu?"

"Hidiiiih, orang sudah selesai kok tesnya."

"Masa sih?"

"Iya, Beb. Sabtu kemarin terakhir tes, ini tinggal nunggu hasilnya."

"Oh, gitu? Ya sudah, aku mandi dulu."

"Iya. Love you, Beb."

"Love you too, Love."

Panggilan pun berakhir, Al bergegas membersihkan diri. Setelah terlihat segar dan rapi, dia keluar kamar dan turun ke lantai bawah. Di ruang tengah ada orang tua dan adiknya yang sedang berkumpul menonton acara di televisi.

"Bun, Yah," ucap Al menyadarkan kedatangannya.

"Loh, mau ke mana?" tanya Maya melihat Al sudah rapi dan wangi.

Al menyalami dan mencium tangan Irwan tak luput dia juga mengacak rambut Qodir, menggoda adiknya yang berbaring di sofa sedang serius melihat acara komedi.

"Mau ke rumah Ily, Bun. Bunda kok nggak bangunin aku sih tadi?" protes Al padahal dia tadi sebelum tidur sudah berpesan.

"Maaf, Bunda nggak tega bangunin kamu, tidurmu nyenyak, terlihat lelah. Memangnya sudah baikan?"

"Sudah, Bun. Badanku sudah enteng kok, tinggal gatal di tenggorokan dan flunya saja yang belum hilang," jelas Al.

"Ya sudah, sana kalau mau ngapel, keburu malam nanti. Nggak enak dipandang tetangga Om Ardian cowok main di rumah cewek sampai larut," sela Irwan menasihati.

"Iya, Yah. Al berangkat dulu, ya?" ucapnya menyalami Maya dan Irwan tak lupa juga mencium tangan mereka.

"Hati-hati," pesan Maya.

"Iya, Bun." Al menjawab sembari melangkah ke garasi.

Setelah mengeluarkan motornya, Al lantas melaju menuju rumah Ilea. Jarak rumah mereka dekat, hanya berbeda blok saja. Sebelum sampai di rumah Ilea, Al membelikannya nasi goreng langganan mereka yang tak jauh dari komplek situ dan juga martabak manis untuk Vina dan Ardian. Setelah dapat, Al langsung ke rumah Ilea.

Sampainya di depan rumah bercat putih, Al langsung masuk ke pelataran karena pintu gerbang terbuka lebar. Heran, karena ada motor merah terparkir di depan teras. Al lalu turun menjinjing plastik berisi nasi goreng dan martabak manis. Di benaknya bertanya-tanya, pintu rumah juga terbuka lebar. Sebelum Al masuk, Ilea keluar bersama seorang pria. Wajahnya sangat terkejut melihat Al berdiri di teras rumahnya.

"Kak Al?!" pekik Ilea melebarkan pandangannya.

Tatapan sinis terpancar saat pandangan Al jatuh pada Ali. Mereka sejenak saling memandang penuh arti. Rahang Al mengeras, tangannya menggenggam erat.

"Ly, gue pulang dulu, ya? Makasih catatannya, gue pinjem dulu. Besok di sekolah gue balikin," ucap Ali memamerkan buku yang tadi dia pinjam dari Ilea.

"Eh, i-i-iya, Li," sahut Ilea gelagapan.

"Mari." Ali mengangguk pada Al, tanda berpamitan.

"Ya," jawab Al dengan suara khasnya, terkesan tegas dan berwibawa.

Selepas Ali meninggalkan mereka, Ilea masih berdiri di depan pintu menunduk tak berani menatap Al. Rindunya terkalahkan rasa takut akan dimarahi Al. Karena merasa tak disambut hangat, Al mendekati Ilea dan memberikan dua plastik putih. Dengan cepat Ilea menegakkan kepalanya menatap bingung.

"Apa ini?" tanya Ilea menerimanya.

"Nasi goreng langganan kita buat kamu sama martabak manis buat Om dan Tante."

"Makasih, Beb," ucap Ilea tersenyum tipis. "Kamu pulang kok nggak ngasih tahu aku sih?" Bibir Ilea mencebik. Al gemas tak tahan mengremes pelan tanpa menyakiti bibir Ilea yang manyun.

"Pengin ngasih kamu kejutan, eh, malah aku yang dikejutkan."

Dahi Ilea mengerut. "Maksudnya?"

"Yang tadi siapa?" tanya Al penasaran.

Debaran jantung Ilea berpacu sangat cepat, ada perasaan aneh dalam dirinya. Takut, was-was, dan merasa seperti maling kepergok mencuri.

"Tadi itu ... mmm ...." Ilea sangat hati-hati bicaranya.

"Itu yang namanya Ali?" tebak Al tak sabar menanti jawaban Ilea.

Terkejut! Sudah jelas Ilea terkejut dan langsung memandang wajah Al yang sulit diartikan.

"I-i-iya," jawab Ilea gagap.

"Oh." Hanya itu respons Al. Dadanya terasa nyeri, padahal Ali dan Ilea tak melakukan apa pun, hanya saja Al merasa sakit hati melihat ada pria lain mendatangi kekasihnya. Apalagi ini sudah malam.

Merasa ada perubahan dari raut wajah Al, Ilea memberanikan diri memeluknya. "Kangeeeeeeen," ucapnya manja.

Al membalas pelukan Ilea, mengecup pucuk kepalanya dan mengusap-usap rambut lurus nan harum shampo. Rindunya mengalahkan amarah yang sempat tersulut.

"Masuk yuk!" ajak Ilea melonggarkan pelukannya, tetapi tidak dia lepas.

Tanpa bersuara, Al mengangguk. Mereka masuk ke rumah, Ilea memanggil orang tuanya. Di ruang tamu, terjadi obrolan hangat sejenak melupakan kejadian tadi.

########

Masih terselamatkan. Syukur.😂

Terima kasih atas vote dan komentarnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top