4. Because I love you.
Berniat mengelilingi Seoul untuk menenangkan diri, Se-hun mengemudi dengan berbagai macam pikiran yang memenuhi isi kepala. Sejak pertengkaran terakhir, Se-hun terus merasa gusar dan lelah sampai tidak tahu harus berbuat apa. Dia menjadi tidak menentu dan mengemudikan mobilnya tanpa arah tujuan kemudian berakhir pada taman yang selalu menjadi tempat pertemuan rahasianya dengan Somi.
Memarkirkan mobilnya di tempat seperti biasa, Se-hun keluar untuk berjalan sejenak sambil memasukkan dua tangan ke dalam saku jaket. Hanya beberapa langkah, Se-hun berhenti saat melihat sosok yang begitu dikenalnya sedang sendirian dengan posisi berdiri menatap pada taman disana. Itu Somi.
Degup jantungnya mengencang dan napasnya memburu seiring dengan kerinduan yang melesak begitu kuat. Meski remang, dia yakin jika dirinya tidak salah melihat gadis yang memakai kemeja putih kebesaran dengan skinny jeans berwarna hitam. Rambut yang dikepang menyamping terlihat berantakan karena terpaan angin malam dan Somi tampak sedang memeluk tubuhnya sendiri.
Spontan, kedua kaki melangkah cepat untuk menghampiri sambil melepas jaketnya dan memakaikannya tanpa ragu. Somi memekik kaget sampai melompat dan berbalik untuk menatapnya dengan ekspresi kaget.
Napas Se-hun tertahan saat jarak dengan Somi begitu dekat dengan dirinya yang menunduk dan gadis itu mendongak menatapnya.
"Sayang," panggil Se-hun spontan, dan tertegun karena panggilan yang selalu dilakukannya setiap kali bertemu dengan Somi. Bodoh, rutuknya dalam hati.
Somi memberikan senyum yang terlihat begitu sedih dan mengambil satu langkah mundur untuk menjaga jarak. Ada rasa nyeri yang menjalar dalam hati saat menerima sikap Somi yang seperti itu karena biasanya Somi akan tampak begitu sumringah dan senang setiap kali melihatnya.
"Akhirnya kau datang juga," ucap Somi kemudian.
"Kenapa kau sendirian disini? Apa kau tidak takut jika ada yang menjahatimu?" tanya Se-hun cemas.
"Aku hanya ingin menunggumu," jawab Somi langsung.
"Apa maksudmu?" tanya Se-hun bingung.
"Aku menunggumu setiap malam di jam yang sama selama dua jam di setiap harinya setelah kita bertengkar waktu itu," jawab Somi kemudian.
Tertegun, Se-hun menatap Somi tidak percaya. "Kau bisa mendatangiku atau..."
"Kau bahkan tidak mencariku dan aku merasa tidak bisa mencarimu karena sudah pasti kau akan menolakku," sela Somi cepat.
Se-hun tertegun lagi, kemudian memejamkan mata sambil menghembuskan napas berat. Tidak menyangka jika dia sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal dalam menyakiti gadis itu.
"Maafkan aku," ucap Se-hun akhirnya. "Tapi, untuk apa kau melakukan hal ini?"
"Untuk memberimu kesempatan menjelaskan apa yang kau lakukan dan kenapa kau berbohong?" balas Somi tanpa ragu.
Se-hun mengangkat tatapan untuk melihat Somi yang tampak begitu serius. Dia tidak mengerti. Seharusnya, Somi memukul atau menghajarnya habis-habisan, bukan dengan sesi tanya jawab seperti ini.
"Kenapa?" tanya Se-hun akhirnya dan hanya itu saja yang bisa ditanyakan karena tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Terdiam, Somi tidak langsung membalas karena memperhatikan kesan bingung dari ekspresi Se-hun, dan kemudian menghela napas sambil menggelengkan kepala.
"Kau tidak terlalu mengenal dirimu sendiri rupanya," gumam Somi pelan.
"Apa maksudmu?" tanya Se-hun yang semakin bingung.
"Aku tahu jika kau berbohong padaku dengan harapan agar aku membencimu, Oppa. Jika kau berbohong, kau selalu menggunakan kata 'yeo' untuk mengungkapkan dirimu, padahal kau selalu menggunakan kata 'na' untuk percakapan sehari-hari. Seperti saat ini," jawab Somi mantap.
Kata 'aku' dalam bahasa Korea ada dua. Yaitu jeo dan na.
Jeo lebih baku, dan na lebih kasual. Dan seumur hidupnya, Se-hun bahkan tidak sadar jika dia menggunakan kata baku saat dirinya berbohong atau merasa kesal. Tidak sampai gadis itu dengan lugas menjelaskannya. Dan hal itu menambah jumlah perasaannya pada Somi.
"Kenapa kau..."
"Kenapa aku bisa tahu? Memangnya apa yang tidak kuketahui tentangmu, Oppa? Saat aku mencintai, maka aku memutuskan untuk bersamamu, yang artinya setiap kalimat atau sikapmu selalu kupelajari dan kuingat. Tidak ada satupun yang terlupakan, juga respon tubuhmu yang kaku saat itu membuat aku sangat yakin ada sesuatu. Kau melakukan itu hanya untuk membuatku membencimu. Kau sengaja melakukannya," sela Somi cepat.
"Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau begitu gegabah? Tidakkah kau tahu untuk sampai di posisimu saat ini bukanlah hal yang mudah? Jika kau marah, silakan luapkan amarahmu, tapi tidak dengan melakukan sesuatu yang merugikanmu, bahkan orang lain," tambah Somi dengan suara gemetar.
Gadis itu tampak marah dengan mata yang berkaca-kaca. Meski begitu, dia tidak mengalihkan tatapan dan menatap Se-hun tajam seolah dia sangat serius dalam menyampaikan pendapatnya.
Bagaimana mungkin ada seorang gadis yang bisa melihat hal baik dan memikirkan orang lain pada momen terburuknya? batin Se-hun takjub. Dia tidak menyangka gadis itu bisa berpikir sampai sedemikian hebat.
"Lanjutan ucapanku saat kubilang aku tidak berani menuntut apapun darimu, hanya melihat dari kejauhan saja sudah membuatku senang. Kita memang tidak memiliki pondasi yang kuat untuk melanjutkan hubungan ini tapi percayalah, hatiku bahkan jauh lebih sakit saat melakukannya," lanjut Somi dengan suara bergetar dan menarik napas lalu mengembuskannya perlahan seolah mempersiapkan diri untuk ucapan selanjutnya.
"Lanjutannya adalah aku memang tidak bisa memilih dengan siapa aku akan jatuh cinta tapi aku bisa memilih kepada siapa yang patut untuk kuperjuangkan. Karena itu, aku akan tetap berjuang sekalipun kau tidak mempercayaiku. Cinta itu sederhana, tapi orang-orang yang membuatnya rumit. Aku hanya gadis berumur tujuh belas tahun yang ingin menikmati kisah cintanya yang mustahil kepada seorang idola yang jauh dari jangkauan. Itu saja," ucap Somi kemudian.
Mengikuti perasaannya, Se-hun segera menarik Somi dalam pelukan yang begitu erat. Apa yang dirasakannya begitu campur aduk tapi lega karena Somi mengerti tentang dirinya dan tidak membencinya.
"Aku memang tidak pandai dalam berkata-kata tapi satu hal yang pasti, aku menerima semua yang ada padamu pada detik pertama kau membalas tatapanku dalam hening yang Tuhan ciptakan dan membuat dirimu menjadi satu-satunya alasan yang membuatku bahagia," ucap Se-hun sambil mengeratkan pelukan seolah tidak ada hari esok.
"Aku tahu," balas Somi sambil memeluk pinggang Se-hun untuk membalas pelukan.
"Maafkan aku," sahut Se-hun sungguh-sungguh.
"Terima kasih untuk dirimu yang sudah menjadi kemustahilan yang selalu aku doakan untuk menjadi sebuah kemungkinan," ucap Somi sambil tersenyum.
Se-hun menatap Somi dengan penuh arti sambil membelai lembut sisi wajahnya. "Bolehkah aku menciummu?"
Senyuman Somi semakin melebar. "Itulah yang akan kulakukan setelah memberimu kesempatan untuk memperbaiki keadaan."
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Saat semua mata kuliah usai di jam dua siang, ribuan mahasiswa sudah berpencar dan tidak langsung pulang tapi justru semuanya berkumpul di dekat gerbang gedung kampus hari itu, seolah sesi kuliah mereka berpindah dari ruang kelas di gerbang kampus Hanyang.
Bukan tanpa alasan mereka berkumpul disana karena adanya kehadiran seseorang yang sangat terkenal menarik perhatian mereka untuk segera mengeluarkan ponsel dan memotretnya.
Dengan memakai baseball cap dan aviator, Se-hun berdiri menjulang tinggi dan bersandar santai di mobil tanpa maskernya sambil menunggu seseorang. Setelah mengirimkan pesan singkat, Se-hun tersenyum sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana. Dia tidak lagi bersembunyi atau memarkirkan mobilnya di sudut terjauh untuk mengawasi Somi tapi justru melakukan hal umum yang dilakukan orang-orang dalam menjemput, yaitu berhenti tepat di depan gerbang dan menunggu seperti orang normal lainnya.
Meski menjadi pusat perhatian, Se-hun tidak canggung. Dia hanya membalas sapaan dengan anggukan kepala dan tersenyum seadanya sambil mengawasi kedatangan Somi yang sepertinya akan panik dan berlari untuk menghampirinya saat ini.
Se-hun baru saja menggelar konferensi pers untuk memberi konfirmasi terkait tindakan yang dilakukannya pada Yoona di panggung sehingga menimbulkan rumor. Meminta maaf dengan berani, juga menerima apapun resikonya, Se-hun segera meninggalkan tempat itu untuk menjemput Somi di kampus. Seorang diri.
Saat Somi sudah terlihat sedang setengah berlari menghampirinya dengan wajah panik dan pucat disana, Se-hun segera menegakkan tubuh dan senyumnya melebar begitu saja. Gadis itu tampak cemas dan menggelengkan kepala dari kejauhan seolah memberi tanda agar menyuruhnya pergi tapi Se-hun melangkahkan kakinya untuk menghampiri Somi.
Seruan mulai terdengar dari keramaian dan Se-hun tidak peduli tapi Somi semakin panik. Hendak berbalik untuk menghindar, tapi Se-hun lebih cepat untuk mengejar Somi dan menahannya agar dia berhenti.
"Oppa!" tegur Somi pelan sambil menoleh dengan ekspresi cemas.
"Tidak apa-apa," balas Se-hun menenangkan.
Tanpa perlu melihat, Se-hun tahu jika semua ponsel terarah padanya dan merekam semua kejadian yang terjadi saat ini. Dia tidak peduli. Yang dia tahu adalah dia tidak ingin bersembunyi lagi. Dia juga tidak mau membuat Somi terluka dengan persembunyiannya selama ini.
"Tolong jangan mencari masalah lagi," ucap Somi dengan nada memohon sambil mengerjap cepat dan panik melihat sekelilingnya.
"Sayang," panggil Se-hun sambil menangkup wajah Somi seiring dengan pekikan kaget dari sekelilingnya agar gadis itu menatap padanya. "Lihat aku."
"Oppa," balas Somi dengan ekspresi ingin menangis.
"Aku tidak sedang mencari masalah tapi pengakuan," sahut Se-hun dengan penuh penekanan.
"P-Pengakuan?" tanya Somi dengan suara yang nyaris berbisik dan menatapnya tidak percaya.
"Jeon Somi adalah milikku. Gadis yang memiliki hati dari seorang Oh Se-hun dan sudah menjadi kekasihnya selama setahun terakhir," jawab Se-hun lantang agar semua orang bisa mendengarnya.
Tentu saja hal itu membuat kegaduhan lewat pekikan kaget, seruan tidak percaya, dan kehebohan yang bercampur disana.
"Kenapa kau melakukan ini?" tanya Somi yang sudah terisak pelan.
Se-hun tersenyum hangat sambil menarik Somi untuk berdiri lebih dekat, menautkan rambutnya ke belakang telinga, dan menatapnya penuh arti.
"Karena aku sudah lelah untuk mencintaimu dari kejauhan dan aku tidak ingin kau mencintaiku dalam diam. Dan mulai hari ini, kau tidak perlu menjawab untuk pertanyaan tentang statusmu, begitu juga dengan aku karena dunia sudah tahu bahwa kita saling memiliki dan kau adalah milikku, kepunyaan Oh Se-hun sendiri."
Dan setelah mengucapkan hal itu, Se-hun memiringkan wajah dan mencium bibir Somi sebagai pembuktian kepemilikan untuk disaksikan semua orang.
THE END
Updated by minca.
Wed, 26 June, 2024 (12.32)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top