Lovely Prince
Sierra mengerutkan kening saat perasaan familier kian membawa kepalanya terperosok badai dejavu. Memorinya mengingat bagaimana tata letak, tekstur, suasana, sampai aroma yang memasuki indranya. Terlalu akrab untuk disebut sebuah ketidaksengajaan.
“Lantainya berlapis batu bata keras yang hampir keseluruhannya berwarna hijau kehitaman, dipenuhi lumut. Lembap, apak, dan busuk. Sierra harus melangkah dengan hati-hati jika tidak ingin mendaratkan bokongnya ke atas tumpukan kotoran tikus yang berceceran di beberapa sudut.”
Kalimat demi kalimat melintasi kepala Sierra layaknya buku yang bercerita sendiri pada pembacanya. Bersamaan kakinya yang bersinggungan dengan dingin tidak nyaman lantai basah di bawahnya.
Dan seluruh narasi yang terlintas di kepala Sierra semakin diaksentuasi dengan lima kali lipat realistisnya. Bagaimana kering kulit kakinya bergesekan dengan keras dan kasar dan dingin bata lembap berjamur bercampur lumut. Bau apak bercampur tengik dan sangat busuk kotoran tikus memenuhi kerongkongan Sierra dan mualnya terlalu nyata untuk disebut halusinasi.
Serius, Sierra terlalu familier dengan tempat aneh ini tapi dia tidak bisa menjelaskan di mana letak hal tidak wajarnya.
Tidak mungkin hilang ingatan karena memori Sierra masih bekerja dengan baik. Hanya perasaan familier asing membawa Sierra tenggelam dalam perasaan tidak nyaman.
Pintu yang diketuk keras di sudut sana membuat Sierra menjengit, buru-buru mengintip ke asal suara. Dan satu jentikan jari membawa daun pintu terbuka. Refleks tubuhnya yang mungkin sudah ratusan kali mengalami hal serupa sehingga otot-ototnya bekerja dengan sendirinya.
“Taman mawar. Putra Mahkota menunggumu.”
“Ah, Putra Mahkota. Pangeran Julien kembali memanggil. Sudah seperti itu semenjak dua minggu belakangan. Lebih tepatnya setelah Sierra berhasil mengatasi wabah sihir di sebuah desa kecil. Yang jika mengutip dari penghargaan yang diberikan Raja, akan mengundang petaka jika Sierra tidak menghentikan wabah saat itu.”
“Dengan kata lain, Sierra adalah harta berharga yang dilindungi kerajaan sebagai balas jasa kecakapannya menangani bencana sebelum menjadi tidak terkendali. Dan Pangeran Julien jadi sering memanggilnya untuk alasan-alasan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Hanya ingin mengobrol, kata sang Pangeran.”
Sierra mengernyit tidak nyaman. Narasi aneh itu kembali muncul, bersamaan dengan memori dirinya yang tengah berlarian ke sana kemari berusaha menghalau wabah, juga saat pesta penghargaan untuknya diadakan. Semuanya mendadak berkelebatan di balik batok kepalanya, sibuk memutar ulang adegan yang Sierra yakin memang pernah dia alami tapi juga terasa asing.
“Cepatlah, kau membuat Putra Mahkota menunggu.”
Gerutu yang kental akan ketidaksukaan itu cukup untuk membuat Sierra bergegas keluar dari menara sihir. Melintasi jalanan yang mendadak juga terasa sangat familier dan sering dia lewati sebelumnya.
Dan di sanalah beliau.
“Rambut emasnya berkilauan cantik memantulkan sinar matahari pagi, menambah kesan megah berkali-kali lipat dan jantung Sierra berdetak tidak tahu malu. Saat tatapan keduanya bertemu, wajah Sierra memanas dan buru-buru mengalihkan pandangan. Malu!”
“Putra Mahkota melihatnya! Oh, Pangeran tersenyum ke arahnya! Dan Sierra siap menuliskan puisi tentang cinta berlembar-lembar banyaknya demi menceritakan sebesar apa perasaannya melambung sekarang.”
Tatapan itu, Sierra suka. Bagaimana mata Pangeran Julien tersenyum saat melihatnya, ditambah bibirnya yang melengkung lembut membuat hati Sierra menghangat. Jantungnya berdetak tanpa tahu malu.
Sekali lagi, narasi di kepalanya benar-benar terealisasi tanpa meleset sedikit pun. Namun untuk yang satu ini Sierra menyukainya. Dia suka tatapan memuja itu secara terang-terangan ditujukan padanya.
“Hai. Aku menunggu dari tadi.”
Sierra semakin menahan senyumnya. Bahkan suara Pangeran Julien pun sama lembutnya dengan caranya menatap Sierra. Bagaimana Sierra bisa tahan jika semua hal tentang pewaris takhta ini terlalu lembut dan memabukkan?
“Detik itu Sierra tidak dapat mengelak lagi. Bahwa dia sudah sepenuhnya jatuh.”
Iya. Sierra jatuh, mempersilakan dirinya tenggelam dalam naungan netra keemasan di hadapannya. Menikmati setiap dentum di dadanya yang kian menghangat. Semakin nyaman dan menyenangkan saat Putra Mahkota menangkup tangan Sierra di antara sepasang miliknya sendiri.
“Maaf membuat Yang Mulia menunggu.”
Pangeran Julien menggeleng, memberi remasan kecil pada tangan Sierra. “Sudah kubilang panggil Julien jika kita sedang berdua. Dan aku tidak keberatan menunggu selama apa pun karena aku tahu kau pasti akan datang.”
Ah, Sierra suka itu. Tatapan penuh damba, menjerat Sierra semakin dalam pada kubangan menyenangkan yang mereka ciptakan berdua. Menikmati sentuhan-sentuhan kecil yang Julien daratkan pada pucuk kepalanya. Sierra suka merasakan dicintai sebegini banyaknya.
“Kalau begitu haruskah aku menunggumu juga andai di masa depan aku diberi pilihan seperti itu?”
Jemari ramping Julien berpindah merapikan poni Sierra yang sebenarnya tidak berantakan sama sekali. Tapi dia menikmatinya karena perhatian yang Julien berikan membuat dada Sierra terasa penuh dengan cinta.
“Jika kau tidak keberatan. Karena kalau benar ada kejadian seperti itu, aku pasti akan datang menemuimu.”
Dan perasaan Sierra semakin melambung tanpa bisa ditahan saat badan kecilnya direngkuh ke dalam dekapan hangat milik Julien. Dia seperti melebur, leleh dalam kenyamanan tanpa batas yang diberikan Julien. Dan dia benar-benar menyukainya. Sangat!
“Cinta selalu membawa antara bahagia atau dipaksa menjadi rusak. Dan Sierra tahu mencintai Julien adalah pilihan paling bijak yang pernah dia ambil karena sang Pangeran akan memberi segalanya demi Sierra. Maka, Sierra juga bersedia memberi seluruh yang dia punya pada Julien.”
“Bukankah cinta sejatinya memang seperti itu?”
“Aku sedikit takut.” Sierra mendengar baik-baik konfesi tiba-tiba dari Julien. “Bagaimana kalau wabah sampai memasuki istana? Aku pasti akan mati detik itu juga.”
Sierra menggeleng tegas. Menahan kedua pipi Julien lembut, agar melihat tepat ke matanya. “Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Aku janji.”
“Tapi bagaimana kalau wabah itu datang saat kau tidak ada di sini?”
Sierra sepenuhnya mengerti keresahan Julien. Pangerannya ini pasti memikirkan nasib rakyatnya juga, di samping keselamatannya sendiri. Salah satu alasan Sierra semakin mencintai Julien. Lembut perasaannya berhasil menawan hati Sierra tanpa kurang.
Hanya Sierra satu-satunya yang tahu bagaimana meredakan wabah sebelum menjalar lebih jauh. Menghentikan ruam kebiruan sebelum menjalar ke sekujur tubuh dan memaksa organ dalam berhenti berfungsi. Wabah aneh yang tiba-tiba muncul di sebuah desa di Semenanjung Veronica dan tidak sampai menyebar ke mana pun karena Sierra tahu penangkalnya.
Dan dia tahu wabah itu tidak akan berhenti sampai di sana. Mengingat sumber wabahnya masih belum bisa Sierra bunuh saat itu juga. Kebodohan Sierra nyaris membuat Kerajaan luluh lantak.
“Kau tahu,” Sierra memberi usapan lembut di lengan atas Julien, tersenyum simpul, “aku menyimpan semua catatanku terkait wabah di sebuah buku. Aku akan menitipkannya pada seorang pelayan untuk diberikan padamu nanti.”
Dan tanpa bisa Sierra prediksi sebelumnya, satu kecupan kecil yang dicuri Julien di sudut bibirnya membuat Sierra nyaris jantungan, lantas perutnya mulas merasakan euforia yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Lembut birai tebal milik Julien masih terasa sangat jelas di atas miliknya, padahal bibir keduanya sudah tidak lagi saling menyatu.
Dan Sierra terlalu rusak untuk bisa memberi respons. Terkejut pada tindakan impulsif Julien.
“Ucapan terima kasih karena kau selalu menjagaku agar tetap aman.” Senyum itu semakin membuat kepala Sierra pening. “Aku berjanji akan menjaganya baik-baik.”
Sierra hanya seperti raga kosong karena jiwanya sudah disedot habis hanya dalam satu kecupan. Kecupan singkat yang demi bintang-bintang rela Sierra korbankan segala yang dia punya asal kenangan tentang kecupannya tertanam abadi di dalam kepala.
“Omong-kmong, Ayahanda memanggilku. Aku pamit dulu, ya.” Dan otak Sierra masih terlalu sulit untuk diajak berpikir saat kepalanya mengangguk patah-patah. Mengikuti punggung Julien yang menjauh namun masih meninggalkan perasaan penuh.
•°•
Sudah hampir dua jam Sierra menunggu di taman mawar, tapi belum ada tanda-tanda Julien akan menampakkan diri. Langit yang sebelumnya diperciki semburat jingga cantik sudah berubah sepenuhnya menjadi gulita dengan satu dua bintang yang samar-samar mengintip dari balik awan.
“Sierra masih ingat janjinya dengan Julien. Apa pun yang terjadi, dia akan menunggu sampai pangerannya datang menemui dia di tempat janji mereka diikrarkan.”
Maka, Sierra masih setia menunggu. Memetik satu tangkai mawar terdekat dengan hati-hati, lantas menghitungi kelopaknya. Dia butuh pelepas penat untuk membunuh waktu. Janji yang diucapkan Julien tadi menjadi motivasi yang terlalu disayangkan jika dia lewatkan.
“Besok malam, ayo kita bertemu lagi di sini. Aku akan memberikanmu sesuatu yang lebih hebat dari ciuman singkat tadi.” Tepat sebelum Julien melangkah pergi, kembali membentang jarak bahwa Sierra bukan siapa-siapa dan Julien-nya adalah calon pemilik kerajaan di masa depan.
Sierra sudah hampir bosan menunggu. Lebih dari lima tangkai mawar yang malang sudah berceceran kelopaknya di bawah kaki Sierra. Bosan. Tapi dia tidak ada pemikiran untuk pergi dari sana.
“Malam kian kelam dan embus angin malam menerbangkan anak-anak rambut Sierra, berantakan. Dan detik itu di dalam kepalanya tiba-tiba terlintas satu pertanyaan.”
“Seharusnya, Sierra mempertanyakan segala keanehan yang dia rasa sampai akhir. Seharusnya, Sierra mencari tahu sumber perasaan tidak nyamannya, alih-alih memilih terjebak dalam perasaan cinta sesaat yang nantinya akan Sierra sesali selamanya.”
Jantung Sierra seperti berhenti berdetak saat kalimat tersebut berdengung di kedua telinganya. Bersamaan dengan belit rantai pada setengah tubuh bagian atasnya dan denting pedang yang lurus siap menghunus tenggorokannya jika dia berani bergerak satu senti saja.
“Namun saat Sierra mulai menyadari, segalanya sudah terlambat.”
“Ikat penyihir itu di tiang gantungan. Jangan biarkan lolos!”
Rantai yang membelit mengandung sihir bisu dan suara Sierra sepenuhnya dibungkam. Kekuatannya ditahan sampai habis oleh sari bunga peony yang membalur sekujur rantai.
Dengan kata lain, Sierra sudah tidak berdaya sama sekali.
Bagaimana badannya diseret tanpa ampun. Ditarik-tarik seperti binatang yang akan disembelih. Didorong kasar sampai beberapa kali tersandung kakinya sendiri. Lantas diikat erat pada tumpukan kayu tinggi yang membentuk panggung mini.
Bukan seperti ini yang dia cari! Bagaimana mungkin keadaan menjadi terlalu kacau secara tiba-tiba? Sierra tidak mengerti awal mulanya.
Mata Sierra membelikan saat menangkap siluet Julien dari kejauhan. Julien di sana. Julien di sana dan dia akan menyelamatkan Sierra. Julien di sana dan dia akan menghukum para pengawal yang sudah bertindak seenaknya padanya. Julien di sana dan Sierra yakin segalanya akan baik-baik saja.
Keyakinan yang hanya bertahan satu detik. Karena Julien di sana, memeluk gadis lain yang menempel posesif pada dada Julien.
“Tidak ada cinta di dunia yang hanya dipenuhi ironi ini. Yang ada adalah seberapa menguntungkannya kamu? Dan jika nilaimu sudah tidak berarti lagi, bersiaplah untuk dibuang detik itu juga.”*
Omong kosong macam apa? Sierra ingin berteriak, memuntahkan segala sumpah serapah dan mantra kutukan yang dia ingat di luar kepala. Namun semakin dia bergerak, rantai yang membelit badannya semakin kencang mencengkeram. Dan Sierra sesak napas.
“Bakar dia dengan api paling panas yang kita punya. Dan pastikan abunya dikirim ke istanaku tanpa kesalahan.”
Apa? Julien memerintahkan apa barusan?
Dibakar? Abunya dikirim ke istana? Siapa?
“Penyihir yang memakai ramuan pemikat supaya aku jatuh cinta. Sengaja menyebarkan wabah di Semenanjung Veronica dan berpura-pura menjadi pahlawan supaya diberi gelar kehormatan. Sekarang kau berniat mengajakku tidur berdua padahal kau tahu aku sudah bertunangan. Dosa-dosamu itu sudah tidak bisa kumaafkan.”
Napas Sierra tersekat di tenggorokan. Kenyataan yang menghantam kepalanya keras-keras.
Dia yang akan dibakar. Dia yang akan dikirim ke istana Julien entah sebagai properti kerajaan atau apa.
Sierra yang tadinya adalah harta berharga kerajaan dalam sekejap berubah menjadi penjahat yang harus dijatuhi hukuman mati detik itu juga.
“Kejutan! Dunia memang tempat segala hal bersinggungan membentuk pola abstrak dan menyusun jalan cerita yang tidak terduga. Dan hari ini, jalan rumit itu bermuara pada satu hal pasti.”
“Kematian Sierra Coraline.”
Sierra bergidik takut saat api mulai dinyalakan di bawah kakinya.
Bercanda! Tidak masuk akal! Sierra tidak bersalah di sini! Dia ditipu! Semua orang bersekongkol membawa Sierra pada posisi serba salah seperti sekarang.
Tunggu sebentar. Biarkan Sierra menjelaskan segalanya. Dia bisa menjelaskan semua jika kalian memberi kesempatan.
“Namun, kesempatan hanya diberikan pada seseorang yang memiliki penyesalan. Dan Sierra tidak sedang hidup di tengah penyesalan.”
Kepala Sierra tidak sempat memikirkan apa pun saat panas api menyengat kulitnya. Bau terbakar, daging matang bercampur rambut dan kain hangus memenuhi kerongkongan Sierra.
“Ironis. Bagaimana sang Tuhan terjebak dalam maha karyanya sendiri dan melahirkan tragedi. Selamat datang di dunia yang kau ciptakan dengan tanganmu sendiri, Beamer R. Selamat jalan. Sesali keputusanmu menciptakan Sierra dalam kegelapan.”
“Karakter tercintamu, Sierra Coraline.”
Detik itu, tepat sebelum panas merenggut napasnya dalam kegelapan abadi, Sierra menyadari satu hal. Karakter ciptaannya membunuhnya di dalam dunia yang dia tulis sendiri.
Sierra—Beamer Roven—mati di dalam novelnya sendiri.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top