Teman baik
Mobil berbelok ke sebuah restoran mewah lokasi pernikahan rekan Saka. Setelah memarkir mobil, Saka menoleh ke Naysilla kemudian membuka sabuk pengaman. Pria itu lalu keluar dan melangkah menuju pintu di mama Naysilla duduk.
"Ayo, Nay!" titahnya dengan senyum lebar yang hangat.
Perlahan Nay keluar, karena gaun yang dia pakai menjuntai sehingga agak sulit baginya untuk keluar. Mengetahui perempuan berkulit kuning langsat itu kesulitan, dengan penuh perhatian, Saka membantunya keluar dari mobil.
"Thank you, Saka!"
"You're welcome, Nay!"
Naysilla melebarkan bibirnya bermaksud melangkah, tetapi keningnya berkerut melihat Saka meletakkan tangan ke pinggang sehingga membentuk setengah lingkaran.
Dia lalu memberi isyarat agar Naysilla mengalungkan tangannya ke lingkaran itu. Meski terlihat ragu, akhirnya Naysilla bisa menguasai keadaan. Mencoba melepaskan debar hati yang bergemuruh, dia melakukan apa yang diminta Saka.
Mereka berdua memasuki ruangan luas yang dipenuhi bunga mawar putih yang menebarkan aroma segar memanjakan indra penciuman siapa pun yang berada di ruangan itu. Naysilla terpukau sekejap melihat dekorasi serba putih di hadapannya. Sementara Saka meliriknya dengan senyum tipis.
"Kamu suka?"
Naysilla mengangguk seraya tersenyum. Wajahnya merona malu karena terpergok seperti anak kecil yang terkagum-kagum kala memasuki area permainan.
Baru saja Saka hendak mengajaknya melangkah berbaur dengan rekannya, sebuah sapa membuat pria itu menoleh.
"Pasangan baru! Apa kabar, Saka? Senang lihat kamu kembali!" seru pria yang juga baru saja tiba.
Saka tersenyum tipis. Sementara Naysilla melepas pegangan tangannya dari Saka.
"Aku baik, Joe! jawabnya singkat seraya menyambut uluran tangan pria itu.
"Kenalin ini Dara, dan tiga bulan lagi sepertinya kamu harus datang ke acara kami!"
Perempuan bernama Dara itu lalu mengulurkan tangan ke Naysilla dan Saka seraya menyebutkan nama seperti yang dilakukan keduanya.
"Kalian? Kalian mau menikah juga?" tanya Saka dengan wajah antusias.
Joe mengangguk lalu meraih pinggang Dara. Keduanya terlihat sangat mesra. Tatapan mata Joe yang tampak begitu mencintai Dara dan demikian pula sebaliknya.
"Kamu sendiri, Saka? Ck! Ayolah, kami tunggu undangannya. Kamu boleh lebih dulu atau setelah kami," kelakarnya.
Saka hanya tersenyum tipis menanggapi, sementara Naysilla merasa semakin canggung.
"Sepertinya ada yang harus diberi ruang untuk berdua ini ,Sayang," tutur Joe menatap kekasihnya. "Mereka masih malu-malu," imbuhnya menggoda.
"Oke, kita ke sana dulu ya," ujar Joe seraya menepuk bahu Saka. "Jangan lupa! Kabari aku kalau ada hal indah untuk kalian ya!" sambungnya sebelum mereka menjauh.
Setelah Joe dan Data pergi, Saka menarik napas dalam-dalam.
"Maafin temanku, Nay! Mereka kebanyakan memang selalu begitu! Eum, aku harap kamu nggak terlalu memikirkan ucapannya."
Nay tak menjawab. Dia hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Mungkin di sana nanti kamu akan menemui model seperti Joe lagi. Abaikan saja ya," tuturnya.
Kembali Naysilla mengangguk.
Saka lalu mengajaknya menuju area hidangan yang menyajikan berbagai macam makanan dan minuman. Lagi-lagi mereka bertemu rekan Saka yang lain, dan seperti yang dibilang Saka, kembali dia harus menyembunyikan wajahnya yang memerah karena dianggap mereka adalah pasangan yang sesungguhnya.
"Saka! Hei! Udah dapat yang bening nih!" Kali ini seorang perempuan bergaun malam panjang dengan belahan hingga hampir pangkal paha menghampiri mereka.
"Kenalkan, aku Airin! Aku adalah rekan bisnis Saka. Kami berteman lama sekali," tutur perempuan itu mengulurkan tangannya.
"Naysilla," balasnya seraya tersenyum manis.
"Nama yang indah! Saka, kamu paling pintar mencari pasangan! Eh, tunggu! Bahkan seleranya sama dengan selera Venina!" celotehnya dengan mata berbinar seperti tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Saka meraih bahu Naysilla kemudian berkata, "Nay, Bu Airin ini salah satu pemilik butik yang jadi langganan Venina juga. Dia juga memiliki salon di pusat kota. Sementara suaminya adalah pemilik pusat perbelanjaan The Plaza. Nah, teman aku yang menikah ini adalah keponakan Pak Gani suami Bu Airin."
Airin tersenyum kemudian mengangguk. Pantas saja perempuan itu berpenampilan sangat luar biasa.
"Venina dulu sering konsultasi soal penampilan ke Bu Airin," imbuhnya lagi.
"Kamu juga bisa konsultasi ke aku, Nay! Nanti tinggal bilang aja ke Saka, kita bisa atur kapan ketemu. Oke!"
Naysilla kembali mengangguk. Dia kehilangan kata-kata saat berhadapan dengan perempuan itu. Pantas saja jika selera Venina jauh di atasnya.
"Ya udah! Aku mau ke sana ya. Kalian selamat menikmati hidangan."
"Thanks, Bu Airin!"
"Oh iya, Saka! Aku menunggu kabar baik dari kalian ya! Nanti aku yang akan buatkan gaun indah untuk Naysilla." Mata Airin kembali berbinar mengamati postur semampai Naysilla.
"Kalau kamu nggak keberatan, sepertinya dia cocok jadi modelku!" sambungnya lagi seraya menatap Saka.
Saka hanya tersenyum kemudian menggeleng.
"Kalau untuk model, itu terserah dia, Bu. Tapi kalau untuk kabar baik ... kami nggak ada hubungan apa-apa. Dia teman lama, Bu. Begitu, kan, Nay?"
"Iya ... kami cuma teman. Saya ke sini karena Saka meminta saya menemani," tuturnya mencoba tersenyum.
Mendengar keduanya, kening Airin berkerut.
"Sori! Sori banget! Aku pikir kalian sepasang kekasih. Maaf ya, Nay. Eum, sebentar!" Perempuan itu merogoh tas tangannya lalu mengeluarkan kartu nama.
"Ini kartu namaku. Kalau kamu bersedia bekerja sama seperti yang aku bilang tadi, hubungi nomor itu ya!" tuturnya menyodorkan ke arah Naysilla.
"Terima kasih, Bu Airin."
"Terima kasih kembali."
"Ah iya, maaf aku sudah mengganggu waktu kalian. Selamat menikmati hidangan," tuturnya lagi lalu mendekat ke Saka seraya berbisik, "Aku pikir kamu akan menyesal jika tidak menjadikannya pasangan, Saka!"
Airin lalu melambaikan tangan meninggalkan mereka berdua.
"Oke, kita makan?" tanya Saka.
"He em!"
**
Pukul sepuluh lebih tiga puluh menit mereka tiba di depan rumah Naysilla. Setelah pesta pernikahan yang berulangkali membuat dirinya serba salah. Rekan-rekan Saka mengira mereka adalah pasangan yang sesungguhnya. Tak sedikit dari mereka yang men-support untuk segera menyusul menikah. Meski begitu, Saka masih dengan tenang mengatakan bahwa mereka berdua hanya sebatas teman tidak lebih.
"Maaf sekali lagi untuk teman-temanku tadi," tutur Saka datar tanpa menoleh.
"Nggak apa-apa. Terima kasih juga sudah menjelaskan kalau kita hanya teman," balasnya dengan ekspresi sama seperti Saka.
"Aku masuk ya. Selamat malam." Naysilla berkemas.
Saat dia hendak membuka pintu mobil, suara Saka menghentikannya.
"Aku antar sampai depan pintu. Aku harus bertemu ibumu!"
Naysilla tak menjawab. Dia lalu membuka pintu dan menunggu Saka keluar dari mobil.
"Nay!"
"Ya?"
"Kamu nggak marah, kan?" tanyanya saat mereka berdua telah berada di depan pintu rumah.
"Marah untuk apa?"
Saka menggeleng.
"Entah! Aku nggak tahu, tapi aku rasa aku harus minta maaf."
Pria bertubuh atletis itu mengusap tengkuknya. Entah mengapa dia merasa bersalah telah mengajak Naysilla datang ke pesta itu dan harus berhadapan dengan celotehan rekan-rekannya tentang mereka berdua.
"Kamu nggak perlu minta maaf, Saka. Aku nggak apa-apa, kok. Oh iya, baju ini aku kembalikan ke kamu setelah diloundry ya. Juga satu lagi yang belum aku pakai, sebaiknya kamu simpan aja."
Saka menggeleng cepat.
"Untukmu, Nay. Baju itu untuk kamu!"
Naysilla terpaku sejenak mendengar ucapan Saka, kemudian menggeleng.
"Nggak, Saka! Baju itu baju Venina. Bukan bajuku. Aku akan kembalikan secepatnya! Aku nggak berhak memilikinya."
'Sama seperti kamu. Aku mungkin nggak pernah berhak memilikimu, Saka,' batinnya berbisik.
"Kamu nggak suka?"
Naysilla menggeleng.
"Tapi aku suka melihatmu memakai gaun itu, Nay!"
Wajah Naysilla terangkat. Matanya memindai netra tajam milik Saka. Dia kembali mencerna ucapan Saka barusan. Dengan tersenyum Naysilla berkata, "Nggak, Saka! Kamu nggak suka melihatku mengenakan gaun itu. Kamu hanya melihatku karena ingin menemukan dia di dalam diriku!"
Saka bergeming.
"Iya, kan? Lagipula, maaf, Saka. Aku nggak nyaman dengan model dan potongan gaun ini. Maaf."
Naysilla menarik napas dalam-dalam kemudian melanjutkan ucapannya.
"Kita berteman baik sejak lama, Saka. Aku tahu bagaimana kamu, dan aku juga tahu seperti apa perasaan kamu ke Venina. It's oke! Aku nggak apa-apa. Swear! Kapan pun kamu butuh bantuan, aku ada dan berusaha membantu."
"Aku memang teman baik, dan akan selamanya begitu."
Hening sejenak.
"Sudah malam. Aku capek. Mungkin lusa baju ini dan satu lagi kukirim ke rumahmu. Terima kasih untuk malam ini. Selamat malam!"
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top