Rencana Aini
"Nay tunggu!" Saka mencekal lengan Naysilla sehingga perempuan itu kembali pada posisi sebelumnya.
"Kamu mau apa lagi, Saka? Maafin aku. Aku bukan Nina," lirihnya memalingkan wajah karena hampir saja hidung mereka bersentuhan.
"Aku yang minta maaf, Nay. Mungkin aku terlalu tinggi berekspektasi, tapi aku berterima kasih padamu sudah begitu baik padaku."
Terdengar helaan napas dari Saka. Tanpa melepas tangannya, dia kembali berkata, "Aku antar kamu pulang. Please!"
Tak menyahut, Naysilla kembali menutup pintu mobil yang sedikit terbuka tadi.
"Kita masuk minum smoothies atau jus dulu gimana?" tawar Saka.
"Kalau kamu mau minum, minum aja."
"Kamu?"
"Pulang."
Saka menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk.
"Oke. Aku antar kamu pulang, tapi kamu maafin aku, kan?"
Naysilla mengangguk samar.
**
Naysilla tersenyum lebar melihat desain eksterior coffe shop-nya. Mungil, tapi cozy. Sesuai dengan impiannya. Kenal dengan Edgar ternyata membawanya lebih mengenal orang banyak. Salah satunya arsitek yang diminta Edgar untuk membantunya mewujudkan sebuah tempat minum kopi dan kongkow yang nyaman.
"Aku puas banget, Dilla! Pantes Edgar merekomendasikan kamu."
Perempuan yang sering berganti-ganti lensa kontak itu menarik bibirnya.
"Thank you, Nay! Eum ... kamu kenal Edgar udah lama?" tanyanya seraya merapikan beberapa kertas di depannya.
"Nggak juga. Baru kok, tapi Edgar teman yang baik. Aku senang bisa kenal dia."
Dilla mengangguk kemudian tersenyum.
"Menurut Edgar, kamu teman dia kuliah ya?"
"Iya." Dilla menarik napas dalam-dalam.
"Dia memang sejak dulu nggak berubah. Selalu mudah bergaul dan dekat dengan orang lain."
Dilla diam sejenak.
"Dulu dia jadi salah satu dari cowok paling top di kampus!"
"Oh ya?"
Dilla menaikkan alisnya. "Tapi dia juga banyak bikin mahasiswi patah hati," papar Dilla terkekeh.
"Kenapa?"
Mengedikkan bahu Dilla menggeleng.
"Entah. Kriteria dia tinggi mungkin," balasnya seraya merapikan rambutnya.
"Ya udah, Nay. Hubungi aku kalau ada hal yang perlu dibenerin lagi ya. Bram udah otw jemput. See you ya! Salam buat Edgar," ujar Dilla memasukkan notebook dan beberapa berkas ke dalam tas besar miliknya.
"Oh iya, kamu tahu, Nay? Aku sedang berpikir kalau Edgar tertarik padamu," imbuhnya dengan mata mengerling dan bibir melebar.
"Dilla! Apaan sih!"
"Udah, kalau emang begitu, lanjut aja. Dia cowok baik kok! Trust me!"
"Bye, Nay!"
Naysilla membalas lambaian tangan Dilla hingga perempuan itu keluar pintu kafe. Mengingat ucapan Dilla, Mau hanya tersenyum tipis kemudian kembali duduk.
[Nay, kamu masih di kafe biasanya?] Satu pesan masuk dari Edgar.
[Masih.]
[Oke. Aku ke sana sekarang. Jangan ke mana-mana dulu, Nay.]
**
Naysilla mengaduk-aduk lemon dingin di depannya. Ingatannya tertuju pada kehadiran Aini dan Hendra beberapa hari yang lalu ke rumahnya.
Kedua orang tua Saka itu mengatakan jika mereka ingin lebih dekat kenal dengan keluarga Naysilla. Entah kenapa dia merasa ada yang aneh karena setelah kedatangan mereka berdua, Santi jadi kerap membicarakan tentang Saka.
Sementara Lusi sudah meneguk habis minumannya.
"Lo kenapa lagi, Nay?"
Naysilla menggeleng malas lalu menyadarkan tubuhnya di bahu kursi.
"Kira-kira apa yang akan dikatakan Tante Aini sama Om Hendra ya, Lus?"
"Maksud lo?"
Naysilla kemudian menjelaskan apa yang dia pikirkan.
"Nay!"
"Hemm?"
"Jangan-jangan ...."
"Jangan-jangan apa?"
"Mereka sedang berinisiatif untuk menjodohkan kalian berdua!"
Mata Naysilla membulat sempurna mendengar penuturan Lusi.
"Nggak ah! Ngaco!"
"Ini baru prediksi, Nay! Ya lagian kenapa juga coba mereka tiba-tiba datang ke rumah lo saat Lo nggak di rumah dan ibu lo jadi sering ngebahas dia gitu. Lo pikirkan coba!"
Naysilla meneguk minumannya yang tak lagi dingin.
"Kita cabut yuk, Lus!"
"Lo serius nggak makan siang, Nay?"
"Nggak! Gue nggak mood."
"Eh sebentar deh, Nay! Harusnya lo happy kalau memang itu beneran terjadi, kan?"
Naysilla menatap Lusi malas.
"Udah! Lo kan memang cinta sama dia, Nay?"
"Nggak!"
"Serius nggak?"
Merapikan rambut, Naysilla menggeleng.
"Sulit kalau dia masih nggak bisa pergi dari masa lalunya. Gue cuma jadi pemain figuran yang nggak berfaedah! Percuma!"
"Tapi lo cinta, kan?"
Naysilla menarik napas dalam-dalam. Cinta? Iya! Bahkan mungkin bucin akut, tetapi setidaknya dia masih terus mencoba untuk melepaskan diri dari perasaan itu, kan? Bisa? Sulit. Dia memang terlalu mencintai pria itu.
"Nggak perlu dibahas, Lus!" Naysilla bangkit dari duduk.
"Atau jangan-jangan lo udah mulai suka sama Edgar?" Lusi masih mengulik pernyataan sahabatnya.
"Ck! Edgar pria baik. Baik banget malah!"
"Terus? Lo suka sama siapa sebenarnya?" Lusi sedikit berlari mengejar Naysilla yang melangkah lebih cepat.
Tak menyahut, Naysilla terus berjalan menuju lift yang mengantarkan ke kantor mereka di lantai lima.
"Lo nggak mungkin suka sama mereka berdua, kan, Nay? Bahaya kalau perasaan lo kek gitu!"
"Ish! Apaan sih, Lus! Udah jangan dibahas!"
Pintu lift terbuka, Lusi dan Naysilla sama-sama terkesiap melihat pria di dalam lift itu yang tengah tersenyum menatap keduanya.
"Saka?"
"Hai!"
Pria itu keluar dari lift. Dengan kedua tangan di saku celana, dia memiringkan kepalanya menatap Naysilla. Sementara Lusi memilih masuk lift meninggalkan mereka berdua.
"Kamu kenapa? Kok seperti sedang melihat hantu?"
Naysilla menggeleng.
"Kamu kenapa di sini? Eum ... maksudku ...."
"Aku baru ada meeting sama Pak Wirya. Dia bos kamu, kan?"
Naysilla mengangguk.
"Ada rencana kerjasama dengan dia. Dan aku juga bilang tadi kalau kamu itu calon istri aku, jadi kalau kamu sewaktu-waktu resign nggak perlu dipersulit!"
Mata Naysilla kembali membulat. Gegas dia meraih tangan Saka mengajaknya menjauh dari lift.
"Kamu bicara apa barusan?"
Saka menaikkan alisnya kemudian tersenyum.
"Apa perlu aku ulangi?"
"Saka aku nggak becanda!"
"Aku juga nggak sedang bercanda kok!"
"Saka!"
"Kita bicarakan ini malam nanti! Jam delapan malam aku jemput! Oke!"
Dengan senyum tipis pria itu melangkah meninggalkan Naysilla yang mematung menatap kepergiannya.
"Ck! Dia udah gila atau ...."
Menggelengkan kepala, Nasyilla memutar badannya kemudian melangkah menuju lift untuk kembali ke kantornya.
**
Saka mengusap wajah mengingat ucapan mamanya. Dia tak menyangka jika ternyata Naysilla telah lama mencintainya. Sepintar itu Naysilla menyembunyikan perasaannya. Bahkan saat dia mulai dekat dengan Venina, Naysilla sama sekali tidak menampakkan kecewanya.
Beberapa waktu lalu, Saka menceritakan soal Naysilla kepada Aini. Dia mengungkapkan soal Naysilla yang seolah membuat jarak. Karena saat itu, Aini bertanya tentang perempuan itu.
Flash back.
"Menurut kamu Naysilla itu baik nggak?" tanya Aini.
Saka yang saat itu sedang menatap laptop hanya mengangguk.
"Mama juga berpikir yang sama. Naysilla itu baik."
Sejenak Aini diam. Sementara Saka masih tidak tertarik dengan topik yang dibicarakan mamanya.
"Saka!"
"Iya, Ma?"
"Kamu nggak pengin apa punya pasangan?"
Menoleh, Saka menarik napas dalam-dalam.
"Emang ada yang lebih baik dari Venina?"
Wajah Aini terlihat gusar.
"Kamu pikir di dunia ini cuma Venina perempuan yang baik menurut kamu?"
Saka menutup laptopnya kemudian membalas tatapan Aini.
"Saka nggak bilang begitu, Ma. Saka hanya belum ketemu perempuan sebaik Nina itu aja."
"Mama nggak mau kamu hanya berdiri di masa lalu kamu, Saka. Hidup kamu harus berlanjut!"
Saka bergeming.
"Mama sama Papa berpikir bahwa Naysilla adalah perempuan yang baik untuk pendampingmu, Saka!"
"Maksud Mama?"
"Mama berencana lusa ke rumah Naysilla. Mama mau bicara banyak dengan ibunya soal ini."
Kening Saka berkerut.
"Soal ini?"
"Iya. Soal hubungan kamu dengan Naysilla."
Masih dengan kening berkerut, Saka bertanya, "Hubungan? Hubungan apa, Ma?"
"Dengar, Saka! Pernah nggak kamu berpikir jika saja Naysilla tidak hadir saat kamu depresi beberapa waktu lalu, apa kamu bisa kembali seperti saat ini?"
"Apa ada orang lain yang bisa membuat kamu pelan-pelan menyadari bahwa hidup kamu masih memiliki masa depan? Apa ada yang bisa membuat kamu kembali selain Naysilla?"
Saka bergeming mendengar ucapan Aini.
"Lalu apa rencana Mama?"
"Mama mau Naysilla jadi menantu Mama. Sebelum ...."
"Sebelum apa, Ma?"
"Sebelum kamu menyesal."
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top