Menjaga jarak
Edgar tertawa kecil melihat ekspresi Naysilla. Sejak tadi perempuan itu terlihat murung meski berkali-kali dia mencoba untuk menghibur.
"Kalau begini mending meeting ditunda deh, Nay," usulnya. "Kamu nggak fokus gitu."
Naysilla menarik napas dalam-dalam kemudian tersenyum samar.
"Maaf ya ,Ed. Aku lagi nggak mood sejak pagi tadi," keluh Naysilla.
"Oke. Aku beri kamu ruang untuk mengembalikan mood. Jadi ... apa mau jalan keliling kota? Aku pikir bisa untuk mengembalikan mood kamu," tawarnya.
Naysilla menggeleng. Mungkin jalan -jalan keliling kota ide bagus untuk bisa membuat dirinya sedikit terhibur, tetapi tidak akan bagus jika dia hanya pergi berdua saja dengan Edgar. Meski mungkin Saka tak peduli soal itu, tetapi tetap saja dia masih istri pria itu.
"Aku nggak bisa, Ed. Maaf ya."
Edgar menaikkan sebelah bibirnya singkat kemudian mengangguk. Satu di antara banyak hal yang dia kagumi pada Naysilla adalah, meski dia tahu Saka tidak begitu peduli padanya, tetapi Naysilla tetap menjaga dan menghormati suaminya itu.
"Oke, no problem, Nay. Take your time, aku mau besok mood kamu balik," tutur Edgar dengan bibir melebar.
Naysilla mengangguk seraya mengucapkan terima kasih.
"Kalau begitu, aku balik ya. See you, Nay!"
Senyum Naysilla mengantar Edgar menjauh dan keluar dari coffe shop mereka. Tepat saat ponselnya berbunyi.
"Halo, Mama?"
"Halo, Sayang Kamu di mana sih? Mama kangen banget!" Suara ramah terdengar dari seberang.
Naysilla menarik bibirnya lebar.
"Nay di coffe shop, Ma. Mama sehat, Ma?"
"Sehat, Nay. Ini Saka lagi di rumah Mama. Kamu kok nggak ikut? Kata Saka kamu sibuk ya?"
Wajah cantik Naysilla berubah murung. Saka tidak mengatakan apa-apa tentang rencana berkunjung ke rumah mertuanya itu. Kini dia justru merasa ditinggal oleh Saka.
"Nay? Kamu masih di sana, kan?"
"Eh, iya, Ma."
"Kamu kenapa, Sayang?" Terdengar nada penuh selidik dari mertua perempuannya.
"Nggak apa-apa, Ma. Eum ... iya, Nay memang lagi sibuk. Maaf ya, Ma. Besok deh, Nay sempatkan ke rumah Mama."
"Nah gitu dong! Mama rindu ngobrol bareng sambil ngeteh sama kamu, Nay!"
Kali ini senyum Naysilla tampak getir. Jika mertuanya saja merindukan dirinya, mengapa Saka begitu kuat membuat tembok tinggi untuk rumah tangga mereka? Mengapa dia tak pernah bisa menyadari bahwa dirinya punya perasaan yang rapuh seperti saat ini?
"Naysilla? Kamu bengong lagi, Sayang?"
Air yang sejak tadi berebut ingin keluar dari matanya, pada akhirnya menetes juga. Bagaimana mungkin dia bisa tega menyampaikan kabar ini kepada mertuanya? Sementara dia bisa merasakan kebaikan Mama dan Papa mertuanya.
"Nay?" Kembali suara Aini terdengar. "Naysilla? Kamu kenapa, Nay?"
Tersadar masih belum memutus sambungan telepon, Naysilla berdehem seraya berkata, "I ... iya, Ma?"
Kali ini Aini yang terdiam, tetapi matanya memindai tajam paras Saka. Meski putranya itu berusaha menyembunyikan, sebagai seorang Ibu dia bisa menghidu ada yang tidak beres pada hubungan keduanya.
Ditatap sedemikian rupa, Saka tampak serba salah. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain sambil berulangkali mengusap tengkuk.
"Naysilla. Besok pagi Mama tunggu ya, Nak. Kamu baik-baik ya. Sampai ketemu besok, Sayang."
Setelah mendengar jawaban sang menantu, Aini menutup telepon dan meletakkan di meja. Maya perempuan paruh baya itu masih menatap tajam kepada Saka.
"Saka! Apa yang kamu sembunyikan dari Mama soal rumah tanggamu?" tanyanya tegas.
Saka tampak menyugar rambutnya. Pria itu kemudian mengggeleng.
"Nggak ada yang Saka sembunyikan, Ma," jawabnya.
Aini menggeleng, meski Saka sudah menjawab, tetap saja dia merasa belum puas.
"Oke, kalau kamu nggak mau jujur. Biar Mama cari tahu sendiri!"
Saka menoleh ke mamanya.
"Mama mau tanya ke siapa? Saka sama Nay nggak ada masalah, Ma."
"Kalau begitu, kamu telepon Nay sekarang. Kalian malam ini tidur di rumah Mama!"
Kening Saka mengernyit mendengar ucapan mamanya. Bagaimana mungkin dia menelepon Naysilla sementara istrinya itu sejak pagi mengunci mulutnya? Apakah tidak terkesan terlalu bersalah dia menelepon Naysilla di depan mamanya? Bukannya dia sejak kemarin malam sudah meminta maaf?
"Ma, Mama ini apa-apaan sih? Kan tadi Ma udah janjian sama Naysila besok ketemuan. Kenapa sekarang ...."
"Kenapa kamu nggak mau telepon Naysilla di depan Mama? Lagipula kalau Naysilla istri yang baik, dia pasti akan mengikuti apa yang kamu ucapkan," tukas Aini. "Selain itu, tentu saja semua sikap yang ditunjukkan Naysilla itu tentu tergantung bagaimana kamu memperlakukannya."
Saka menarik napas dalam-dalam. Tak disangka tujuannya ke rumah ini ingin sedikit menghilangkan penat pikiran, ternyata justru semakin membuat dirinya terpojok.
"Mama berpikir Saka tidak memperlakukan Naysilla dengan baik begitu, Ma?" Saka menatap sendu kepada Aini. "Mama, gini deh. Naysilla sekarang sedang di coffe shop, Mama, kan tahu jarak tempat itu ke rumah ini cukup jauh, kan, Ma? Jalanan senja seperti biasa, macet. Mama pasti tahu. Mama nggak kasihan Naysilla?"
Aini tampak berpikir meski mataya tampak masih menyimpan ribuan pertanyaan.
"Besok, Saka antar Nay ke sini, Ma. Mama bisa lihat kalau kami baik-baik saja," imbuhnya. Gimana, Ma?"
Mengangguk perlahan, Aini lalu menarik napas panjang. "Oke. Mama setuju, tapi kalau sampai Mama tahu Naysilla sedih karena kamu ... Mama akan usut tuntas sampai ke ujungnya!" ancam Aini menatap putranya.
Saka hanya mengangguk lalu kembali menyesap minuman di depannya hingga tandas. Dia sedikit lega bisa mengalihkan niat sang Mama sejenak. Setidaknya malam nanti dia bisa berbincang dengan lebih hati-hati dengan Naysilla.
**
Saka mengernyitkan dahinya saat masuk rumah. Alunan lagu milik Fiersa terdengar lamat dari ruang baca. Sementara aroma butter menguar dari dapur.
'Tak perlu khawatir ku hanya terluka, terbiasa tuk pura-pura tertawa ....'
Potongan lirik yang terdengar cukup menusuk hati Saka, meski dia tahu tentu saja lagu itu bukan ditujukan untuknya.
Perlahan Saka mengayun langkah ke dapur. Otaknya mencoba merangkai kata pertama yang akan diucapkan dan tentu saja kata selanjutnya. Ini untuk pertama kalinya dia merasa kesulitan untuk sekadar menyapa sang istri.
"Ehem! Malam, Nay," sapanya dari belakang.
Saka berharap Naysilla berbalik dan melempar senyum ke arahnya. Akan tetapi, jauh di hati dia yakin sepenuhnya hal itu tidak akan semudah berharap.
Benar saja! Naysilla hanya menoleh ke samping kemudian kembali fokus dengan mixer-nya. Iya, istrinya menoleh ke samping! Bukan ke belakang, dan itu cukup membuat Saka tersenyum getir.
Menarik napas dalam-dalam, Saka memberanikan diri mendekat, dan berdiri di samping sang istri. Namun, lagi-lagi Naysilla tak menoleh, dia bahkan seperti tak melihat sosok Saka di sebelahnya.
"Bikin kue apa, Nay?" tanyanya sambil menarik bibir lebar.
Kembali Naysilla tak menyahut. Dia justru sedikit jinjit berusaha mengambil wadah di lemari dapur di atasnya. Tubuhnya yang tinggi masih kalah dengan kesigapan tangan Saka yang ikut membantunya mengambil wadah yang dia maksud.
Sehingga tangan mereka bersentuhan. Awalnya Saka ingin kejadian ini bisa sedikit membuka bibir sang istri untuk tersenyum, tetapi sungguh kali ini Naysilla seperti kehilangan kepekaannya.
Perempuan bercelemek merah itu membiarkan Saka mengambil wadah dan menyodorkan padanya. Tanpa suara, Naysilla menerima benda itu lalu kembali sibuk dengan kegiatannya.
Saka memijit pelipisnya kemudian menarik napas dalam-dalam. Tadi saat di kediaman orang tuanya dia sebenarnya ingin makan malam di sana, tetapi karena sang mama begitu mencurigainya, akhirnya Saka memutuskan untuk menahan keroncongan perut.
Dia tak ingin berdebat lebih panjang dengan Aini, terlebih memang apa yang dicurigai sang mama memang benar adanya.
"Kamu udah makan malam?"
Hening. Naysilla tampak memutar timer di oven setelah memasukkan loyang berisi adonan kue ke dalamnya.
Saka benar-benar dibuat mati kutu oleh kelakuan sang istri.
"Oke, aku tahu kamu marah dan nggak mau bicara apa pun padaku. Tapi nggak apa-apa, kan kalau aku minta kamu temani aku makan malam?"
Seperti tadi, istrinya masih membisu.
"Aku lihat di meja makan kamu masak capcay ya? Kita makan bareng yuk!"
Sejenak Naysilla terdiam seperti hendak menanggapi permintaan Saka. Akan tetapi, dia kemudian terlihat menggeleng samar dan kembali sibuk dengan aktivitasnya.
"Nay!" Saka cepat meraih tangan sang istri dan menariknya pelan hingga tubuh mereka saling bersentuhan.
**
Colek jika typo 🤭
Apa yang terjadi selanjutnya?
Pantengin 💜
*
Terima kasih sudah berkunjung dan setia.
Lope sekebon buat semua pembacaku. Semoga aku kalian sehat selalu yaa
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top