Berkelit
Selamat beraktivitas semuanya ....
Fyi, kisah ini udah bab 12 di KBM app ya. Happy reading all
**
"Lama banget, Nay?" Saka menatap Naysilla yang baru saja kembali dari toilet.
"Iya, maaf ya. Tadi ada telepon dari Lusi."
Saka mengangguk paham. Dia lalu kembali meneguk minuman di depannya.
"Dari sini kita ke mana lagi, Saka?" tanya Naysilla setelah menghabiskan lemon ice-nya.
"Ada usulan?" Saka balik bertanya.
Naysilla menggeleng cepat kemudian berkata, "Kalau aku minta pulang apa kamu nggak keberatan?"
"Pulang?" tanya Saka dengan mata menyipit.
"Iya. Tapi kalau kamu ada usulan lain aku nggak apa-apa, kok!" ujar Naysilla seraya menarik bibir.
Saka menggeleng cepat kemudian berkata, "Oke, usulan diterima! Aku antar kamu pulang."
**
Lusi menatap wajah lesu sahabatnya. Sejak tadi Naysilla mengetuk-ngetuk jemari di meja. Dari parasnya tampak perempuan itu tengah galau memikirkan sesuatu.
"Nay! Lo kenapa sih? Kena semprot Bu Dita?" tanya Lusi menyebut nama kepala bagian dari divisi mereka.
"Nggak kok!" jawabnya menggeleng.
"Terus?"
Perempuan berkulit kuning langsat itu mengedikkan bahu kemudian kembali ke layar komputernya.
"Jangan bilang kalau kamu lagi nunggu telepon dari Saka!"
Menatap malas, Nay hanya tersenyum tipis.
"Ngaco!"
Mata Lusi menyipit membalas tatapan sahabatnya. Semburat merah muncul di pipinya. Tak dipungkiri dia merasa Naysilla telah kembali jatuh cinta pada pria itu.
"Nay!"
"Hmm?"
"Lo jatuh cinta ke dia lagi, kan? Lo nggak bisa mengendalikan perasaan itu, kan?"
Naysilla bergeming, dia lalu menarik napas dalam-dalam. Lusi sama sekali tidak salah menebak. Perasaan itu memang telah kembali, bahkan kini dia merasa bertambah subur. Akan tetapi, tentu saja tak semudah itu bisa terwujud. Saka tidak mungkin bisa mengerti dan menerima apa yang selama ini disembunyikan oleh Naysilla.
Belakangan ini dia dan Saka memang selalu bertemu dan pergi berdua. Bisa dikatakan, kemana pun Saka pergi, dia selalu mengajak Naysilla. Percuma juga jika Nay menolak, karena antara hati dan pikirannya lagi-lagi selalu dimenangkan oleh hati.
Perhatian Saka belakangan ini pun dirasanya semakin menjadi. Meski berujung luka, karena pria itu selalu menghadirkan Venina di setiap kebersamaan mereka.
"Nay! Woi, Nay!"
"Iya, Lus?" Naysilla tergagap saat tangan Lusi melambai tepat di depannya.
Mendengkus, Lusi berkata, "Ah elah, lo tuh ya! Tuh, telepon dari orang yang lo tunggu tuh!"
Naysilla menatap ponselnya yang bergetar. Saka menelepon. Seperti biasa, pria itu akan berkata untuk menjemputnya seperti biasa. Namun, sore ini berbeda, karena dia akan mengenakan baju yang Saka belikan untuk Nina dan belum sempat diberikan kepada perempuan itu seperti perintahnya kemarin.
Mengingat itu, Naysilla membuang napas perlahan. Tatapannya seolah ragu menerima panggilan itu. Sementara Lusi yang mejanya tak jauh dari Naysilla mengerutkan kening dengan perilaku sahabatnya itu.
"Lo kenapa, Nay? Kok nggak diangkat?"
Naysilla menggeleng cepat kemudian meraih ponselnya.
"Kamu sibuk, Nay?"
Terlihat Naysilla menatap Lusi kemudian menjawab, "Iya, aku sibuk. Ada beberapa deadline yang harus aku kejar ini."
Terdengar lenguh kecewa di sana.
"Kamu nggak apa-apa, kan? Maaf ya, aku belum bisa nemenin kamu ketemu teman-teman kamu."
Lagi-lagi Naysilla menatap Lusi. Sementara yang ditatap justru membalas dengan tatapan heran.
"Oke nggak apa-apa, tapi aku boleh jemput, kan? Kamu pulang jam berapa nanti?"
Mendadak Naysilla kehilangan kata-kata. Apa yang dia ucapkan tadi berarti dia akan pulang malam karena harus menyelesaikan tugas kantor yang sebenarnya sudah selesai sejak beberapa hari yang lalu.
"Nay? Kamu masih di sana, kan?"
"Eh, i ... ya. Eum aku pulang jam delapan malam!"
Naysilla menepuk dahinya kuat-kuat seperti menyesal telah berkelit dari Saka.
"Oke, jam delapan aku jemput!"
"Eh tapi, Saka, aku bawa motor," cegahnya.
"Emang kenapa? Motor kamu kan bisa di titipkan di kantor. Besok ke kantor aku jemput lagi. Kenapa? Kamu nggak suka aku jemput?"
"Eh bukan begitu ...," potong Naysilla Dia lagi-lagi tak ingin membuat Saka gusar "Oke. Aku tunggu nanti," pungkasnya.
Setelah obrolan selesai, dia meletakkan ponsel kembali di atas meja.
"Lo aneh, Nay! Kenapa juga pakai alasan kalau mau menolak? Langsung aja kali!"
"Gue nggak mau dia kecewa, Lusi."
Lusi tertawa kecil.
"Lo jatuh cinta lagi, kan?" selidiknya.
"Menurut lo? Gue harus gimana, Lus?"
Lusi menarik napas dalam-dalam.
"Kali ini lo harus jujur, kalau nggak mau terus tertekan seperti ini!"
Naysilla tercenung. Jujur? Tidak semudah itu bicara soal perasaan kepada Saka, terlebih dengan kondisinya saat ini. Naysilla tahu Saka tentu tidak akan begitu saja memahami dan bisa menerima apa yang dia rasa.
"Gue nggak yakin, Lus."
Lusi membuang napas perlahan. Perempuan berkacamata itu menaikkan alisnya seolah setuju dengan ucapan sahabatnya. Meski sebenarnya dia juga menginginkan agar Naysilla tidak terus tersiksa oleh perasaannya sendiri.
"Gue nggak begitu kenal Saka. Gue cuma tahu dari cerita lo, tapi memang sih nggak semudah itu, tapi ada saatnya hal itu harus lo ugkapkan, Nay."
Naysilla mengangguk pelan kemudian berkata, "Gue nggak tahu, Lus. Udahlah! Balik kerja lagi aja."
Tak menyahut, Lusi kembali menatap komputernya.
"Oh iya, Lus! Nanti temenin gue ya. Please!"
"Temenin ngapain?" tanyanya menoleh.
"Temenin nunggu Saka!"
Tertawa kecil, Lusi mengangguk.
"Iya! Gue temenin!"
**
Saka duduk berhadapan dengan Bram rekannya. Bram adalah teman sekaligus partner bisnis yang sangat tahu bagaimana kehidupan asmaranya.
Sore itu sambil menikmati senja, di sebuah kafe mereka menghabiskan waktu. Menikmati kopi hangat dan kentang goreng, keduanya terlibat perbincangan serius. Dari paras Bram terlihat sangat antusias mendengar cerita Saka.
"Jadi kamu sudah bisa sedikit move on?"
Saka menyeringai lalu menggeleng.
"Bukan move on sih lebih tepatnya, tapi mencari sosok Nina di dalam diri perempuan lain. Itu yang lebih tepat!"
Bram menghela napas panjang kemudian menggeleng.
"Kamu nggak bisa berbuat seperti itu kepada siapa pun, Saka!"
"Kenapa? Toh yang aku mintai tolong tidak keberatan!" balasnya. "Aku pikir begitu. Karena Naysilla tahu siapa aku dan aku tahu siapa dia!"
"Kamu yakin dia nggak keberatan?"
Saka menoleh lalu mengangguk penuh percaya diri.
"Sangat yakin, Bram!"
Bram berdehem lalu mengusap tengkuknya. Jelas dari mimik mukanya terlihat kurang setuju dengan bapa yang dilakukan Saka. Akan tetapi, memang butuh diksi yang baik agar rekannya itu menyadari kesalahannya.
"Sori nih, Saka! Bagaimana kalau ternyata Naysilla itu sudah punya pasangan? Apa kamu pernah memikirkan perasaan dia dan pasangannya?"
Kali ini Saka memindai Bram, lalu menggeleng.
"Dia nggak punya pasangan, Bram! Eum, maksudnya dia masih sendiri dan tidak terikat dengan siapa pun."
"Begitu?" Bram bertanya dengan nada tidak yakin.
Mengangguk , Saka berkata, "Itu yang dia katakan padaku saat aku tanya soal pasangan ke dia."
Mendengar jawaban Saka, Bram masih tampak tidak percaya. Dia kembali menarik bibirnya singkat sambil menggeleng.
"Mungkin dia jujur kalau memang masih sendiri, tapi dia perempuan, Saka. Kamu tahu seperti apa sifat perempuan?" tanyanya menatap Saka.
"Perempuan itu paling pintar menyembunyikan perasaannya. Kamu harus tahu itu dan harus cari tahu!"
Mendengar ucapan Bram, Saka tergelak.
"Sok tahu banget!"
"Bukan sok tahu, Saka! Ini bener. Kalau nggak percaya buka deh buku-buku yang mengandung dengan perilaku seseorang. Aku pikir kamu akan bisa lebih membuka wawasan, Bro!"
Saka hanya tertawa menanggapi.
**
Yuhuu ... apa kabar semua ....
Semoga selalu sehat yaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top